Qatar Mundur Sebagai Mediator Gencatan Senjata Israel-Hamas?

Jika itu benar terjadi, apa yang kira-kira mendasari keputusan Qatar?

oleh Khairisa Ferida diperbarui 10 Nov 2024, 07:05 WIB
Israel melancarkan serangan di Jalur Gaza menyusul serangan lintas batas oleh Hamas pada 7 Oktober 2023 lalu. (AP Photo/Leo Correa)

Liputan6.com, Doha - Qatar menarik diri sebagai mediator utama untuk gencatan senjata dan kesepakatan pembebasan sandera di Jalur Gaza serta memperingatkan Hamas bahwa kantornya di Doha tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Hal tersebut diungkapkan sumber diplomatik senior kepada Al Arabiya pada hari Sabtu (9/11/2024).

"Qatar memberi tahu Israel dan Hamas bahwa selama ada penolakan untuk menegosiasikan kesepakatan dengan itikad baik, mereka tidak dapat terus menjadi penengah," kata sumber lain yang tidak mau disebutkan namanya kepada AFP.

"Akibatnya, kantor politik Hamas (di Qatar) tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya."

Qatar, bersama Amerika Serikat (AS) dan Mesir, telah terlibat dalam negosiasi selama berbulan-bulan untuk mengupayakab gencatan senjata dan pembebasan sandera.

Sumber yang mendapat informasi tersebut mengatakan Qatar telah memberi tahu Israel dan Hamas, serta pemerintah AS tentang keputusannya.

"Qatar menyampaikan kepada pemerintah AS bahwa mereka akan siap untuk kembali terlibat dalam mediasi ketika kedua belah pihak ... menunjukkan keinginan yang tulus untuk kembali ke meja perundingan," ujar sumber tersebut menambahkan.

Sementara itu, dalam perkembangan baru, pejabat senior pemerintahan Joe Biden mengumumkan permintaan agar Qatar berhenti menyediakan tempat perlindungan bagi Hamas.

Sumber diplomatik senior mengonfirmasi kepada Al Arabiya bahwa 10 hari lalu Doha telah meminta Hamas untuk meninggalkan negara itu menyusul penolakan mereka terhadap kesepakatan gencatan senjata apa pun atas perang di Jalur Gaza. Sumber diplomatik yang sama mengklaim permintaan itu bukan karena tuntutan AS.

"Setelah menolak proposal berulang kali untuk membebaskan sandera, para pemimpinnya seharusnya tidak lagi diterima di ibu kota mitra AS mana pun. Kami menjelaskan hal itu kepada Qatar setelah penolakan Hamas beberapa pekan lalu atas proposal pembebasan sandera lainnya," kata seorang pejabat senior pemerintahan Biden kepada Reuters pada hari Jumat (8/11).

Sekelompok senator dari Partai Republik AS pun meminta pemerintahan Biden mendesak Qatar membekukan aset para pejabat Hamas yang tinggal di Doha, mengekstradisi tokoh senior Hamas seperti Khaled Meshal dan Khalil Al-Hayya, serta menghentikan dukungan terhadap kepemimpinan senior Hamas.

"Kekalahan Hamas sudah di depan mata dan mengakhiri tempat berlindung yang dinikmati para pemimpinnya di luar negeri sangat penting untuk mengalahkannya," tulis para senator.

Qatar mulai menjadi tuan rumah bagi para pemimpin Hamas pada tahun 2012, bagian dari permintaan AS sebagai cara menjaga saluran komunikasi tetap terbuka. Hamas sendiri menguasai Jalur Gaza sejak tahun 2007, setelah menggulingkan Otoritas Palestina di daerah kantong tersebut.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya