Donald Trump Menang Pilpres AS, Bagaimana Kebijakannya Terkait Perdamaian Semenanjung Korea?

Menurut pengamat, ada dua potensi kebijakan Donald Trump terhadap isu Semenanjung Korea.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 10 Nov 2024, 21:31 WIB
Presiden AS Donald Trump berjabat tangan dengan Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un dalam pertemuan bersejarah di resor Capella, Pulau Sentosa, Selasa (12/6). Kim dan Trump hadir di depan jurnalis dengan latar belakang bendera Korut dan AS. (AP/Evan Vucci)

Liputan6.com, Jakarta - Kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden (pilpres) Amerika Serikat (AS) yang digelar 5 November 2024 lalu  membuat banyak pihak menanti kebijakan luar negerinya. Termasuk isu Semenanjung Korea.

Pasalnya, Donald Trump diketahui pernah menjalin hubungan baik dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un. Trump dan Kim telah bertemu dua kali, yakni di Singapura (Juni 2018) dan di Vietnam (Februari 2019).

Kembalinya Trump ke tampuk kekuasaan AS dipandang oleh pengamat memiliki potensi positif bagi perdamaian dua Korea.

"Jika ia memang berusaha untuk kembali berhubungan dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, saya pikir itu perkembangan yang positif. Karena saat ini, Kim Jong Un terus mengembangkan program nuklirnya sejak pertemuan puncak yang gagal di pada tahun 2019," ungkap Dekan dan Profesor di Sekolah Pascasarjana Studi Internasional Universitas Nasional Seoul, Seong-ho Sheen, dalam sesi workshop bersama jurnalis peserta Indonesia-Korea Journalist Network yang diselenggarakan oleh FPCI dan Korea Foundation (KF) di Jakarta, Jumat (8/11/2024).

Sheen menuturkan bahwa ketika Trump dan Kim kembali berhubungan, setidaknya ada negosiasi atau kesepakatan terkait denuklirisasi yang sebelumnya gagal. Meski belum tentu dapat menyelesaikan masalah nuklir Korea Utara secara menyeluruh, namun setidaknya dapat menghentikan program nuklir Korea Utara yang terus berlanjut.

Hal itu juga yang kemudian akan berdampak bagi perdamaian antara Korea Selatan dan utara.

"Jika Kim benar-benar berbincang dengan Trump, itu pasti akan membantu meredakan ketegangan di emenanjung Korea. Karena Korea Utara telah menciptakan tekanan dan ketegangan militer di semenanjung Korea, serta menyalahkan kebijakan aliansi Korea Selatan dan AS," papar Sheen.


Potensi Perubahan Kebijakan AS Terhadap Korea Selatan

Dekan dan Profesor di Sekolah Pascasarjana Studi Internasional Universitas Nasional Seoul, Seong-ho Sheen, dalam sesi workshop bersama jurnalis peserta Indonesia-Korea Journalist Network yang diselenggarakan oleh FPCI dan Korea Foundation (KF) di Jakarta, Jumat (8/11/2024). (Liputan6.com/Benedikta Miranti)

Namun jika Trump membangun komunikasi dengan Kim, ada kemungkinan perubahan kebijakan antara AS dengan Korea Selatan.

Di bawah pemerintahan Joe Biden, AS membangun aliansi trilateral dengan Korea Selatan dan Jepang. Ketiga negara telah menandatangani kesepakatan kerja sama pertahanan, keamanan, dan teknologi di Camp David pada Agustus 2023 lalu.

Sementara di bawah kesepakatan U.S.–South Korea Status of Forces Agreement (SOFA), Korea Selatan pada tahun 2023 sepakat untuk meningkatkan bantuan finansial terhadap pasukan Washington di Seoul sebesar 4 persen.

Menurut Sheen, ada kemungkinan Trump akan meminta peningkatan kesepakatan finansial sebesar lima hingga sepuluh kali lipat dari Korea Selatan.

"Saya tidak begitu yakin apakah Trump akan mempertahankan perjanjian semacam itu yang diterapkan pemerintahan Biden," tambah Sheen.

"Jika Korea Selatan tidak mau menerima pelanggaran perjanjian semacam itu, untuk meningkatkan kontribusi militer, Trump dapat menggunakannya sebagai kesempatan menarik pasukan atau memaksa Korea Selatan menerima peningkatan semacam itu."

Hasil Utama KTT Korea Utara-Korea Selatan adalah Perang Korea Berakhir (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya