Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Umum Siberkreasi Mira Sahid mempunyai beberapa tips agar masyarakat tidak mudah terjebak hoaks. Ia menyebut langkah mudah ini sangat penting agar hoaks tidak semakin menyebar.
Ada banyak konten atau berita negatif yang masih sering ditemukan di media sosial maupun media daring lainnya, salah satunya hoaks. Hoaks (berita bohong) merupakan informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya.
Advertisement
Menurut Mira, berita atau informasi hoaks biasanya disebar demi kepentingan suatu golongan untuk menggiring opini masyarakat dan tentunya berdampak negatif.
Oleh sebab itu, Mira membagikan sejumlah kiat agar masyarakat dapat lebih teliti dalam memilah informasi dengan tepat.
"Kita bisa melihat dari judul sebuah artikel misalnya. Pertama, dari judul saja biasanya sudah memprovokasi, kita juga bisa menelisik tanggal dari penerbitan artikel atau informasi tersebut apakah difabrikasi atau tidak," ujar Mira dilansir Antara.
Mira juga mengatakan berita hoaks dapat dilihat dari foto yang terlampir di dalamnya. Dengan mengecek foto melalui fitur Google Image, masyarakat dapat melihat apakah sumber foto tersebut diambil sesuai waktu kejadian atau hanya mengutip dari orang lain.
"Dari artikel, kita bisa mengecek penulisanya siapa dan kita perlu membangun critical thinking kita dengan mengkomparasinya di platform lainnya," kata Mira.
Critical thinking atau berpikir kritis diperlukan untuk menganalisis sesuatu dengan jernih dan rasional mengenai apa yang yang harus dilakukan atau apa yang harus dipercayai. Dengan begitu, seseorang dapat memilah mana berita yang harus dipercaya dan mana berita yang termasuk hoaks.
Mira juga menyarankan agar masyarakat tidak serta-merta mempercayai berita yang hanya diunggah oleh satu media, dan boleh jadi bukan media terpercaya. Sebaiknya, lihat kembali berita tersebut dari media-media terpercaya lainnya, sehingga kecil kemungkinan bahwa berita tersebut adalah hoaks.
"Komparasi (berita) dengan platform lainnya, jika sebuah artikel di post dalam sebuah media besar, atau beberapa media menuliskan hal yang sama, mungkin itu tingkat hoaks-nya kecil," kata Mira.
"Tapi, kalau hanya ditulis satu media yang kita tidak tahu medianya apa, domainnya gratisan, itu perlu kita pertanyakan," ucapnya menambahkan.
Selain itu, perhatikan cara penyampaian atau tata bahasa dari berita tersebut. Biasanya, berita hoaks disampaikan dalam bahasa Indonesia yang tidak teratur dan ada beberapa kesalahan dalam tanda baca atau detail penulisan lainnya.
"Kalau dapat satu berita, kayaknya kita sering langsung sebar-sebar, padahal kita butuh sabar dulu sebelum sebar," kata Mira.
"Kalau kita mendapatkan berita screenshoot, kita harus mengecek tautan aslinya seperti apa karena bisa jadi judulnya sudah diubah dengan inspect (coding komputer khusus)," ujarnya mengakhiri.
Tentang Cek Fakta Liputan6.com
Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.
Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.
Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.
Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.
Advertisement