Rajin Sholat tapi Tak Menutup Aurat, Bagaimana Buya?

Kata Buya Yahya, tidak ada manusia yang sempurna, dan setiap orang memiliki prosesnya masing-masing dalam mendekatkan diri kepada Allah. Dengan demikian, menghargai setiap upaya seseorang untuk beribadah seharusnya menjadi bagian dari sikap beragama yang baik.

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Nov 2024, 22:30 WIB
Pengasuh LPD Al Bahjah KH Yahya Zainul Ma'arif atau Buya Yahya. (Tangkap layar YouTube Al Bahjah TV)

Liputan6.com, Jakarta - Dalam kehidupan sehari-hari, sering muncul perbandingan antara seseorang yang rajin sholat tetapi tidak menutup aurat dengan mereka yang menutup aurat namun tidak melaksanakan sholat.

KH Yahya Zainul Ma’arif, atau yang akrab dikenal dengan Buya Yahya, menyampaikan bahwa perbandingan seperti ini merupakan bentuk fitnah dan sikap yang tidak bijaksana dalam beragama.

Dikutip dari video yang diunggah di kanal YouTube @CahNdugal-x2p, Buya Yahya menjelaskan bahwa menilai seseorang hanya dari satu sisi ibadah tanpa mempertimbangkan kondisi spiritualnya adalah sikap yang kurang tepat. Ia menegaskan, baik menutup aurat maupun mendirikan sholat adalah kewajiban dalam Islam yang harus dijalankan dengan kesadaran dan keikhlasan.

Buya Yahya menyayangkan jika perbandingan ini justru dijadikan alasan untuk meremehkan salah satu amalan. Menurutnya, sikap membandingkan antara seseorang yang menutup aurat namun tidak sholat dengan orang yang sholat tetapi tidak menutup aurat adalah hal yang kurang bijak. Perbandingan seperti ini hanya akan menimbulkan fitnah dan kebingungan di masyarakat.

Dalam penjelasannya, Buya Yahya juga mengajak umat untuk mendoakan mereka yang belum sempurna dalam melaksanakan ajaran agama. Ia menyampaikan, jika ada yang menutup aurat namun belum sholat, doakan agar suatu saat mereka menjadi ahli sholat. Begitu pula bagi yang rajin sholat namun belum menutup aurat, harapkanlah agar suatu hari mereka terpanggil untuk menutup aurat dengan baik.

Menurut Buya Yahya, Islam mengajarkan untuk melihat sisi positif dari setiap orang. Sebagai manusia, tak seorang pun sempurna dalam menjalankan agama. Oleh karena itu, ia menganjurkan umat agar lebih fokus pada sisi positif seseorang sambil tetap mengingatkan dengan lembut jika ada kekurangan dalam ibadahnya.

Buya Yahya menegaskan bahwa pandangan yang terlalu sempit dapat menyebabkan hati menjadi busuk dan mudah menghakimi orang lain. Ia mengingatkan bahwa yang seharusnya dilakukan adalah menyikapi perbedaan dengan kasih sayang, bukan dengan perbandingan yang menjatuhkan atau merendahkan.

 

Simak Video Pilihan Ini:


Maklumi Kelemahan Orang Lain

Ilustrasi muslimah senyum, Islami. (Photo Copyright by Freepik)

Dalam menghadapi situasi ini, Buya Yahya menyarankan agar umat Islam lebih memaklumi kelemahan satu sama lain. Tidak ada manusia yang sempurna, dan setiap orang memiliki prosesnya masing-masing dalam mendekatkan diri kepada Allah. Dengan demikian, menghargai setiap upaya seseorang untuk beribadah seharusnya menjadi bagian dari sikap beragama yang baik.

Ia juga mengingatkan bahwa kekurangan seseorang dalam melaksanakan ajaran agama bukan alasan untuk meremehkan kebaikan lain yang dimilikinya. Menurut Buya Yahya, Islam mengajarkan untuk menghormati setiap usaha yang dilakukan seseorang untuk menjadi lebih baik, bahkan jika mereka belum sepenuhnya sempurna dalam menjalankan syariat.

Buya Yahya mencontohkan bahwa seseorang yang belum menutup aurat tetapi rajin sholat masih memiliki sisi kebaikan yang patut dihargai. Sebaliknya, jika seseorang sudah menutup aurat namun belum sholat, itu juga bukan alasan untuk merendahkan atau menghakimi. Setiap orang memiliki tantangan masing-masing dalam menjalankan agamanya.

Bagi Buya Yahya, fokus dalam beragama adalah memperbaiki diri dan membantu orang lain mendekat kepada Allah. Dengan tidak menghakimi, seseorang justru bisa menjadi inspirasi dan pendorong bagi orang lain untuk melakukan kebaikan yang lebih sempurna. Ia menyarankan agar umat memperkuat sikap positif dalam melihat ibadah orang lain.

Buya Yahya menegaskan bahwa yang perlu diutamakan adalah menyebarkan kasih sayang dan kepedulian terhadap sesama Muslim. Sebab, dengan sikap yang ramah dan saling mendukung, umat Islam bisa menjadi sumber rahmat bagi orang-orang di sekitarnya. Inilah inti ajaran Islam yang menekankan pentingnya akhlak dalam berinteraksi dengan sesama.

 


Perjalanan Spritual Manusia Beda-beda

Ilustrasi muslimah senyum, Islami. (Photo Copyright by Freepik)

Menurut Buya Yahya, setiap orang berada pada perjalanan spiritual yang berbeda-beda. Oleh karena itu, ia menganjurkan agar umat Islam lebih bersabar dan bersikap lembut ketika melihat kekurangan ibadah pada orang lain. Sikap yang saling mengingatkan dalam kebaikan adalah bagian dari akhlak yang diajarkan dalam Islam.

Buya Yahya juga menekankan bahwa membandingkan amalan orang lain tidak akan membawa manfaat apapun. Sebaliknya, perbandingan seperti itu hanya akan menambah dosa dan memperburuk suasana hati. Ia mengajak agar umat Islam fokus pada perbaikan diri dan membiarkan setiap orang menjalani prosesnya dengan tenang.

Dalam ceramahnya, Buya Yahya juga mengajak umat untuk menghindari sikap licik yang sering membanding-bandingkan ibadah seseorang. Ia mengatakan bahwa Allah-lah yang paling berhak menilai amal seseorang, dan tidak ada seorang pun yang tahu seberapa besar keikhlasan dan usaha yang dilakukan orang lain dalam beribadah.

Sebagai penutup, Buya Yahya mengingatkan bahwa tujuan utama beragama adalah mencapai kedekatan dengan Allah dan menciptakan kedamaian di antara manusia. Dengan tidak membandingkan ibadah satu sama lain, seseorang dapat mencapai ketenangan hati dan kebersamaan dalam menjalankan agama.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya