Perbedaan Pantun, Syair dan Gurindam: Pengertian, Ciri-Ciri dan Contoh

Pelajari perbedaan pantun syair dan gurindam secara lengkap. Pengertian, ciri-ciri dan contoh masing-masing jenis puisi lama ini dijelaskan detail.

oleh Liputan6 diperbarui 11 Nov 2024, 15:10 WIB
perbedaan pantun syair dan gurindam ©Ilustrasi dibuat AI

Liputan6.com, Jakarta Pantun, syair, dan gurindam merupakan tiga jenis puisi lama yang memiliki karakteristik unik masing-masing. Meskipun ketiganya termasuk dalam kategori puisi tradisional Melayu, terdapat sejumlah perbedaan mendasar yang membedakan pantun, syair, dan gurindam. Artikel ini akan membahas secara mendalam perbedaan pantun syair dan gurindam dari segi pengertian, ciri-ciri, struktur, dan contoh-contohnya.


Pengertian Pantun, Syair, dan Gurindam

Sebelum membahas perbedaannya, penting untuk memahami pengertian dasar dari masing-masing jenis puisi lama ini:

Pengertian Pantun

Pantun adalah salah satu jenis puisi lama yang berasal dari tradisi lisan Melayu. Kata "pantun" sendiri berasal dari bahasa Minangkabau "patuntun" yang berarti "petunjuk". Pantun merupakan bentuk puisi yang terikat oleh aturan-aturan tertentu seperti jumlah baris, suku kata, dan pola rima.

Menurut ahli budaya Melayu R.O. Winsted, pantun bukan sekadar rangkaian kata-kata berirama, melainkan juga memiliki keindahan bahasa untuk mengungkapkan perasaan seperti cinta, kasih sayang, dan kerinduan. Pantun juga sering digunakan untuk menyampaikan nasihat, sindiran halus, atau bahkan teka-teki dengan cara yang menghibur.

Pengertian Syair

Syair adalah bentuk puisi lama yang berasal dari tradisi sastra Arab. Secara etimologi, kata "syair" berasal dari bahasa Arab "syu'ur" yang berarti "perasaan". Dalam perkembangannya di Nusantara, syair mengalami perubahan dan adaptasi sehingga memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda dengan syair Arab.

Syair biasanya berisi cerita panjang yang mengandung unsur sejarah, mitos, ajaran agama, atau filsafat. Berbeda dengan pantun, syair tidak memiliki sampiran dan seluruh baitnya merupakan isi cerita yang saling berhubungan. Tokoh yang dianggap berperan besar dalam mengembangkan syair Melayu adalah Hamzah Fansuri, seorang ulama dan sastrawan abad ke-16.

Pengertian Gurindam

Gurindam adalah jenis puisi lama yang terdiri dari dua baris kalimat dengan makna yang saling berhubungan. Kata "gurindam" berasal dari bahasa Tamil (India) "kirindam" yang berarti "mula-mula" atau "perumpamaan". Gurindam biasanya berisi nasihat, petuah, atau ajaran moral yang disampaikan secara ringkas dan padat.

Dalam tradisi sastra Melayu, gurindam sering digunakan sebagai media untuk menyampaikan nilai-nilai kehidupan dan budi pekerti. Salah satu contoh gurindam yang paling terkenal adalah "Gurindam Dua Belas" karya Raja Ali Haji, yang berisi ajaran moral dan panduan hidup bermasyarakat.


Ciri-Ciri Pantun, Syair, dan Gurindam

Untuk lebih memahami perbedaan pantun syair dan gurindam, mari kita telaah ciri-ciri khas dari masing-masing jenis puisi lama ini:

Ciri-Ciri Pantun

Pantun memiliki ciri-ciri yang sangat khas dan mudah dikenali, antara lain:

  • Terdiri dari empat baris (larik) dalam satu bait
  • Setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata
  • Memiliki pola rima akhir a-b-a-b
  • Terdapat sampiran pada dua baris pertama
  • Isi atau maksud pantun terdapat pada dua baris terakhir
  • Sampiran dan isi biasanya tidak berhubungan secara langsung
  • Bahasa yang digunakan cenderung ringkas dan padat makna

Ciri-Ciri Syair

Syair memiliki karakteristik yang berbeda dengan pantun, di antaranya:

  • Terdiri dari empat baris dalam satu bait
  • Setiap baris umumnya terdiri dari 8-14 suku kata
  • Memiliki pola rima akhir a-a-a-a
  • Seluruh baris merupakan isi, tidak ada sampiran
  • Isi tiap bait saling berhubungan membentuk cerita yang panjang
  • Bahasa yang digunakan sering kali bersifat kiasan
  • Biasanya menceritakan suatu kisah, ajaran, atau peristiwa sejarah

Ciri-Ciri Gurindam

Gurindam memiliki ciri-ciri yang unik dan berbeda dari pantun maupun syair, yaitu:

  • Terdiri dari dua baris kalimat dalam satu bait
  • Baris pertama berisi syarat atau pernyataan
  • Baris kedua berisi jawaban atau akibat dari baris pertama
  • Memiliki rima akhir yang sama (aa)
  • Umumnya berisi nasihat, petuah, atau ajaran moral
  • Bahasa yang digunakan cenderung lugas dan mudah dipahami
  • Makna yang disampaikan bersifat langsung dan jelas

Struktur Pantun, Syair, dan Gurindam

Salah satu perbedaan utama antara pantun, syair, dan gurindam terletak pada struktur atau susunan baitnya. Mari kita bahas lebih detail:

Struktur Pantun

Pantun memiliki struktur yang terdiri dari:

 

 

  • Sampiran: dua baris pertama yang berfungsi sebagai pengantar rima

 

 

  • Isi: dua baris terakhir yang mengandung makna atau pesan utama

 

 

Contoh struktur pantun:

Burung merpati terbang ke hutan (sampiran)

Hinggap sebentar di pohon cemara (sampiran)

Hati siapa takkan tersentuh (isi)

Melihat budi bahasa yang mulia (isi)

Struktur Syair

Berbeda dengan pantun, syair tidak memiliki sampiran. Struktur syair terdiri dari:

 

 

  • Empat baris yang semuanya merupakan isi

 

 

  • Tiap baris saling berhubungan membentuk cerita

 

 

  • Biasanya terdiri dari banyak bait yang berkesinambungan

 

 

Contoh struktur syair:

Wahai anakku dengarlah pesan

Patuhlah selalu pada Tuhan

Berbaktilah pada orang tua jangan enggan

Agar hidupmu selalu dalam kemuliaan

Struktur Gurindam

Gurindam memiliki struktur paling sederhana di antara ketiganya:

 

 

  • Baris pertama: berisi syarat atau pernyataan

 

 

  • Baris kedua: berisi jawaban atau akibat

 

 

Contoh struktur gurindam:

Barang siapa mengenal yang empat (syarat/pernyataan)

Maka ia itulah orang yang ma'rifat (jawaban/akibat)


Perbedaan Fungsi dan Tujuan

Selain perbedaan struktur dan ciri-ciri, pantun, syair, dan gurindam juga memiliki fungsi dan tujuan yang berbeda dalam tradisi sastra Melayu:

Fungsi dan Tujuan Pantun

Pantun memiliki beragam fungsi dalam masyarakat Melayu, di antaranya:

  • Sebagai media hiburan dan permainan kata
  • Untuk menyampaikan nasihat atau petuah secara halus
  • Mengungkapkan perasaan cinta atau kasih sayang
  • Sebagai sindiran atau kritik sosial yang terselubung
  • Untuk melestarikan nilai-nilai budaya dan kearifan lokal

Fungsi dan Tujuan Syair

Syair umumnya memiliki fungsi yang lebih serius dibandingkan pantun, yaitu:

  • Menceritakan kisah sejarah atau mitos
  • Menyampaikan ajaran agama atau filsafat
  • Sebagai media dakwah dan penyebaran nilai-nilai moral
  • Mengungkapkan perasaan atau pengalaman spiritual
  • Merekam peristiwa penting dalam bentuk puisi

Fungsi dan Tujuan Gurindam

Gurindam memiliki fungsi yang lebih spesifik, yaitu:

  • Menyampaikan nasihat atau petuah moral secara ringkas
  • Sebagai panduan hidup dan pedoman berperilaku
  • Mengajarkan nilai-nilai agama dan budi pekerti
  • Merangkum ajaran filosofis dalam bentuk yang mudah diingat
  • Menjadi media refleksi dan introspeksi diri

Contoh Pantun, Syair, dan Gurindam

Untuk lebih memahami perbedaan pantun syair dan gurindam, mari kita lihat beberapa contoh dari masing-masing jenis puisi lama ini:

Contoh Pantun

1. Pantun Nasihat:

Jalan-jalan ke kota Padang

Jangan lupa membeli durian

Anak muda rajinlah berdagang

Agar masa depan lebih cemerlang

2. Pantun Jenaka:

Pergi ke pasar membeli kain

Kain dibeli berwarna merah

Aduh kasihan si burung walet

Terbang jauh sarangnya diambil orang

3. Pantun Cinta:

Jika ada sumur di ladang

Boleh kita menumpang mandi

Jika ada umur yang panjang

Boleh kita berjumpa lagi

Contoh Syair

1. Syair Perahu karya Hamzah Fansuri (penggalan):

Inilah gerangan suatu madah

Mengarangkan syair terlalu indah

Membetuli jalan tempat berpindah

Di sanalah i'tikad diperbetuli sudah

Wahai muda kenali dirimu

Ialah perahu tamsil tubuhmu

Tiadalah berapa lama hidupmu

Ke akhirat jua kekal diammu

2. Syair Siti Zubaidah (penggalan):

Alkisah maka tersebutlah peri

Negeri Kembayat namanya negeri

Raja Zainal Abidin yang memerintah negeri

Baginda tu konon beristrikan putri

Putri Rukiah namanya tuan

Parasnya elok sukar dilawan

Laksana bulan purnama di awan

Cahayanya cemerlang kilau-kilauan

Contoh Gurindam

1. Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji (penggalan):

Barang siapa mengenal yang empat

Maka ia itulah orang yang ma'rifat

Barang siapa meninggalkan sembahyang

Seperti rumah tiada bertiang

Barang siapa meninggalkan puasa

Tidaklah mendapat dua termasa

2. Contoh gurindam lainnya:

Kurang pikir kurang siasat

Tentu dirimu kelak tersesat

Carilah olehmu akan sahabat

Yang boleh dijadikan obat


Perbedaan Gaya Bahasa

Salah satu aspek penting dalam memahami perbedaan pantun syair dan gurindam adalah gaya bahasa yang digunakan. Masing-masing jenis puisi lama ini memiliki karakteristik bahasa yang khas:

Gaya Bahasa Pantun

Pantun umumnya menggunakan gaya bahasa yang:

 

 

  • Ringkas dan padat makna

 

 

  • Menggunakan kata-kata sehari-hari yang mudah dipahami

 

 

  • Sering memanfaatkan permainan bunyi dan rima

 

 

  • Mengandung unsur metafora atau perumpamaan sederhana

 

 

  • Terkadang menggunakan bahasa kiasan yang halus

 

 

Contoh gaya bahasa dalam pantun:

Pisang emas dibawa berlayar

Masak sebiji di atas peti

Utang emas boleh dibayar

Utang budi dibawa mati

Dalam contoh di atas, kita bisa melihat penggunaan metafora "utang emas" dan "utang budi" untuk membandingkan nilai material dengan nilai moral.

Gaya Bahasa Syair

Syair cenderung menggunakan gaya bahasa yang:

 

 

  • Lebih kompleks dan beragam

 

 

  • Sering menggunakan kata-kata arkais atau klasik

 

 

  • Banyak memanfaatkan majas dan gaya bahasa figuratif

 

 

  • Mengandung unsur-unsur puitik yang kuat

 

 

  • Terkadang menggunakan istilah-istilah khusus sesuai tema (misalnya istilah agama atau sejarah)

 

 

Contoh gaya bahasa dalam syair:

Laksana bunga kembang setaman

Indah rupawan dipandang mata

Datanglah kumbang menghisap sari

Layulah bunga gugur ke bumi

Dalam penggalan syair di atas, kita bisa melihat penggunaan simile "laksana bunga" dan personifikasi "datanglah kumbang" untuk menggambarkan kefanaan hidup.

Gaya Bahasa Gurindam

Gurindam biasanya menggunakan gaya bahasa yang:

 

 

  • Lugas dan langsung

 

 

  • Menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti

 

 

  • Minim penggunaan majas atau bahasa kiasan

 

 

  • Fokus pada penyampaian pesan moral secara jelas

 

 

  • Sering menggunakan struktur sebab-akibat

 

 

Contoh gaya bahasa dalam gurindam:

Apabila banyak berkata-kata

Di situlah jalan masuk dusta

Dalam contoh di atas, kita bisa melihat penggunaan bahasa yang lugas dan langsung untuk menyampaikan pesan moral tentang bahaya terlalu banyak bicara.


Perbedaan Tema dan Isi

Meskipun pantun, syair, dan gurindam sama-sama merupakan bentuk puisi lama, ketiganya sering memiliki fokus tema dan isi yang berbeda:

Tema dan Isi Pantun

Pantun memiliki keragaman tema yang luas, mencakup:

  • Cinta dan kasih sayang
  • Nasihat dan petuah
  • Humor dan jenaka
  • Teka-teki
  • Adat istiadat
  • Kritik sosial
  • Alam dan lingkungan

Isi pantun biasanya singkat dan fokus pada satu pesan atau gagasan tertentu dalam empat baris.

Tema dan Isi Syair

Syair umumnya memiliki tema yang lebih serius dan mendalam, seperti:

  • Sejarah dan mitos
  • Ajaran agama
  • Filsafat hidup
  • Kisah cinta epik
  • Peristiwa penting
  • Pengalaman spiritual

Isi syair biasanya panjang dan terdiri dari banyak bait yang membentuk satu kesatuan cerita atau ajaran.

Tema dan Isi Gurindam

Gurindam memiliki fokus tema yang lebih spesifik, yaitu:

  • Ajaran moral
  • Budi pekerti
  • Hubungan manusia dengan Tuhan
  • Etika sosial
  • Kebijaksanaan hidup

Isi gurindam biasanya singkat dan padat, fokus pada satu pesan moral atau nasihat dalam dua baris.


Perkembangan dan Penggunaan Modern

Meskipun pantun, syair, dan gurindam merupakan bentuk puisi lama, ketiganya masih memiliki relevansi dan penggunaan dalam konteks modern:

Perkembangan Pantun

Pantun tetap populer dan sering digunakan dalam berbagai konteks modern, seperti:

  • Acara pernikahan dan upacara adat
  • Kompetisi berbalas pantun
  • Media sosial dan meme internet
  • Lagu-lagu pop dan dangdut
  • Kampanye politik dan iklan

Pantun juga telah mengalami modifikasi dan adaptasi, seperti munculnya "pantun kilat" yang hanya terdiri dari dua baris.

Perkembangan Syair

Meskipun tidak sepopuler pantun, syair masih memiliki peran dalam:

  • Pertunjukan seni tradisional
  • Karya sastra kontemporer yang terinspirasi bentuk klasik
  • Pengajaran sejarah dan budaya
  • Upacara keagamaan tertentu

Beberapa penyair modern juga mencoba menghidupkan kembali tradisi syair dengan sentuhan kontemporer.

Perkembangan Gurindam

Gurindam, meskipun tidak seumum pantun, masih digunakan dalam:

  • Pendidikan moral dan budi pekerti
  • Kutipan motivasi dan inspirasi
  • Karya sastra yang mengangkat kearifan lokal
  • Media penyampaian pesan singkat namun bermakna

Beberapa penulis juga mencoba membuat "gurindam modern" yang mengangkat isu-isu kontemporer.


Tantangan dalam Mempelajari Perbedaan Pantun, Syair, dan Gurindam

Meskipun perbedaan pantun syair dan gurindam telah dijelaskan, masih ada beberapa tantangan dalam mempelajari dan memahami ketiganya:

Kesamaan Bentuk

Terkadang, terutama bagi pemula, sulit membedakan antara pantun dan syair karena keduanya sama-sama terdiri dari empat baris. Penting untuk memperhatikan pola rima dan keberadaan sampiran untuk membedakannya.

Variasi Regional

Di berbagai daerah di Nusantara, mungkin ada variasi dalam struktur atau aturan pantun, syair, dan gurindam. Ini bisa menimbulkan kebingungan jika hanya berpedoman pada definisi standar.

Perkembangan Modern

Dengan adanya adaptasi modern dari ketiga bentuk puisi ini, terkadang batas-batas antara ketiganya menjadi kabur. Misalnya, ada "pantun modern" yang mungkin tidak mengikuti aturan tradisional secara ketat.

Konteks Budaya

Memahami makna dan nuansa dari pantun, syair, dan gurindam seringkali memerlukan pemahaman mendalam tentang konteks budaya Melayu. Ini bisa menjadi tantangan bagi mereka yang tidak familiar dengan budaya tersebut.

Penggunaan Bahasa Arkais

Terutama dalam syair dan gurindam klasik, sering digunakan kata-kata atau ungkapan yang sudah jarang dipakai dalam bahasa sehari-hari modern. Ini bisa menyulitkan pemahaman bagi pembaca kontemporer.


Tips Membedakan Pantun, Syair, dan Gurindam

Untuk memudahkan dalam membedakan pantun, syair, dan gurindam, berikut beberapa tips praktis:

1. Perhatikan Jumlah Baris

  • Pantun: 4 baris per bait
  • Syair: 4 baris per bait
  • Gurindam: 2 baris per bait

2. Cek Pola Rima

  • Pantun: a-b-a-b
  • Syair: a-a-a-a
  • Gurindam: a-a

3. Identifikasi Sampiran

  • Pantun: Ada sampiran (2 baris pertama)
  • Syair: Tidak ada sampiran
  • Gurindam: Tidak ada sampiran

4. Analisis Isi

  • Pantun: Pesan singkat, bisa beragam tema
  • Syair: Cerita panjang atau ajaran mendalam
  • Gurindam: Nasihat atau petuah moral singkat

5. Perhatikan Gaya Bahasa

  • Pantun: Bahasa sehari-hari, sering menggunakan metafora
  • Syair: Bahasa lebih kompleks, banyak majas
  • Gurindam: Bahasa lugas dan langsung

Kesimpulan

Memahami perbedaan pantun syair dan gurindam adalah kunci untuk mengapresiasi kekayaan sastra lama Nusantara. Meskipun ketiganya merupakan bentuk puisi tradisional, masing-masing memiliki karakteristik unik yang mencerminkan keragaman ekspresi budaya Melayu.

Pantun dengan struktur empat barisnya yang khas, terdiri dari sampiran dan isi, menawarkan fleksibilitas dalam menyampaikan berbagai pesan dari yang ringan hingga yang serius. Syair, dengan cerita panjangnya yang berirama, membawa kita pada perjalanan naratif yang kaya akan makna dan ajaran. Sementara gurindam, dalam kesederhanaannya, mampu menyampaikan kebijaksanaan hidup dalam dua baris yang padat makna.

Mempelajari perbedaan ini tidak hanya penting dari segi akademis, tetapi juga membantu kita menghargai kekayaan budaya dan kearifan lokal yang terkandung dalam karya sastra tradisional. Di era modern, pemahaman ini dapat menjadi inspirasi untuk menciptakan karya-karya baru yang menggabungkan elemen tradisional dengan konteks kontemporer.

Akhirnya, penting untuk diingat bahwa meskipun ada perbedaan yang jelas, pantun, syair, dan gurindam sama-sama memiliki tujuan mulia: menyampaikan pesan, menghibur, dan melestarikan nilai-nilai budaya. Dengan memahami keunikan masing-masing, kita dapat lebih menghargai warisan sastra lama ini dan menjaga relevansinya dalam kehidupan modern.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya