Liputan6.com, Yogyakarta - Asal-usul munculnya tradisi Kampung Srawung dimulai masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono pertama. Pada masa itu, Sultan merancang tata ruang Yogyakarta untuk memfasilitasi interaksi antarwarga, menciptakan ruang-ruang sosial yang memungkinkan terjadinya "srawung" secara alami.
Dikutip dari akun Instagram @pariwisata.jogjakota, istilah "srawung" dalam bahasa Jawa mengandung makna yang dalam tentang interaksi sosial dan kebersamaan. Konsep ini bukan sekadar kata, melainkan cerminan filosofi hidup masyarakat Yogyakarta yang menjunjung tinggi harmoni sosial.
Festival Kampung Srawung menghadirkan berbagai pertunjukan seni budaya yang menampilkan kekayaan tradisi Yogyakarta. Para pengunjung dapat menyaksikan pentas seni yang memukau, mulai dari tarian tradisional hingga musik kontemporer yang mengadaptasi unsur-unsur budaya lokal.
Baca Juga
Advertisement
Festival ini juga menjadi etalase kuliner tradisional yang menawarkan berbagai hidangan khas dengan harga terjangkau, memungkinkan setiap lapisan masyarakat untuk menikmati kekayaan rasa masakan tradisional. Festival Kampung Srawung menjadi ruang perjumpaan yang mempertemukan tradisi dengan modernitas.
Festival ini tidak sekadar nostalgia, melainkan bukti bahwa nilai-nilai tradisional tetap relevan dan dapat diadaptasi dalam konteks kekinian. Melalui berbagai aktivitas yang diselenggarakan, festival ini membantu generasi muda memahami dan menghargai warisan budaya mereka sambil tetap terhubung dengan identitas kontemporer mereka.
Festival Kampung Srawung lebih dari sekadar perayaan budaya; ia adalah manifestasi dari semangat kebersamaan yang terus dijaga dan dipupuk oleh masyarakat Yogyakarta. Dalam setiap penyelenggaraannya, festival ini menjadi pengingat bahwa di tengah perubahan zaman, nilai-nilai kebersamaan dan gotong royong tetap menjadi fondasi yang kokoh bagi pembangunan masyarakat yang harmonis.
Festival Kampung Srawung hadir pada 8-10 November 2024 sebagai pengingat akan pentingnya nilai-nilai kebersamaan yang telah mengakar dalam budaya Yogyakarta. Festival yang rutin digelar ini menjadi wadah bagi masyarakat untuk merayakan semangat gotong royong dan kerukunan yang telah diwariskan sejak masa Kesultanan Yogyakarta pertama.
Penulis: Ade Yofi Faidzun