Ombudsman Dorong Sinergi Pemerintah Daerah dan BPJS Ketenagakerjaan Lindungi Pekerja Informal

Optimalkan Perlindungan Sosial: Ombudsman RI Serahkan Kajian untuk Pekerja Informal di Makassar

oleh Fauzan diperbarui 12 Nov 2024, 05:26 WIB
Diskusi publik Ombudsman di Makassar (Liputan6.com/Fauzan)

Liputan6.com, Makassar - Penyelenggaraan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan terus menjadi perhatian utama Ombudsman Republik Indonesia. Salah satunya adalah dengan menggelar penyerahan hasil kajian san diskusi publik dengan tema Optimalisasi Pelayanan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Terhadap Pekerja Informal di Balai Kota Makassar pada Senin (11/11/2024). 

Dalam kegiatan itu, Pimpinan Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng, menyerahkan hasil evaluasi dan kajian sistematik kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, Pemerintah Kota Makassar, tokoh masyarakat, media, tokoh agama, serta pihak BPJS Ketenagakerjaan.

Kajian yang menjadi rekomendasi untuk pemerintah tersebut mengungkap beberapa kondisi yang menyebabkan pekerja informal dan pekerja rentan tidak mendapatkan perlindungan sosial ketenagakerjaan. Salah satunya adalah adanya disharmonisasi regulasi antara tingkat pusat dan daerah. 

Meskipun kebijakan pemerintah pusat seperti Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2021 telah mengatur optimalisasi jaminan sosial ketenagakerjaan (Jamsos Naker), banyak daerah yang belum memiliki regulasi yang cukup kuat untuk mendukungnya.

“Fokus Ombudsman saat ini adalah perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan untuk pekerja informal, terutama petani dan nelayan. Profesi ini sangat penting dalam pembangunan Indonesia dan memiliki tingkat kerentanan yang tinggi terhadap risiko kerja. Meskipun regulasi di tingkat nasional sudah cukup komprehensif, masalahnya terletak di tingkat daerah, karena tidak semua provinsi/kabupaten dan kota memiliki regulasi yang mendukung," kata Robert.

Di Kota Makassar, lanjutnya, telah diterbitkan Peraturan Wali Kota yang mengatur penggunaan APBD untuk perlindungan pekerja rentan. Robert pun berharap peraturan tersebut nantinya bisa menjadi perda. 

"Kami sangat mengapresiasi Pemerintah Kota Makassar yang telah mengeluarkan Peraturan Walikota, yang diharapkan dapat diperkuat menjadi Peraturan Daerah. Di Sulawesi Selatan, proses finalisasi Perda sedang berjalan, dan kami mendukung agar regulasi ini segera tuntas untuk menjadi payung hukum yang kuat dalam mengalokasikan APBD untuk perlindungan pekerja rentan, terutama petani dan nelayan," jelasnya. 

 


Dorong Pembentukan Perda

Diskusi publik Ombudsman di Makassar (Liputan6.com/Fauzan)

 

Secara nasional, pekerja informal mendominasi dunia kerja di Indonesia. Sekitar 59,17% dari total 84,13 juta pekerja Indonesia adalah pekerja informal yang dikategorikan sebagai Peserta Bukan Penerima Upah (BPU) dalam sistem jaminan sosial. Di antara profesi tersebut, petani dan nelayan adalah kelompok yang paling rentan terhadap risiko sosial-ekonomi, termasuk penyakit, kecelakaan kerja, hingga kesulitan ekonomi di masa tua.

Ironisnya, sebagian besar petani dan nelayan belum terlindungi dalam skema jaminan sosial ketenagakerjaan. Hanya sekitar 2 juta petani (6,9% dari total) dan 491 ribu nelayan (38,7% dari total) yang sudah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.

Menanggapi hasil kajian ini, Asisten 3 Bidang Administrasi Umum Kota Makassar, Andi Irwan Bangsawan, menyampaikan apresiasi atas evaluasi dan kajian Ombudsman terkait optimalisasi BPJS Ketenagakerjaan. Menurutnya, program jaminan sosial ketenagakerjaan ini sejalan dengan program Pemerintah Daerah dalam rangka pengentasan kemiskinan ekstrem.

“Kota Makassar telah berupaya mendukung penuh program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dengan menerbitkan berbagai regulasi, seperti Surat Edaran Walikota, Peraturan Walikota, dan Keputusan Walikota,” ujar Fransiskus Sales Sodo.

Saat ini, cakupan perlindungan sosial di Kota Makassar mencapai 255.721 jiwa atau 50,50%, yang merupakan coverage tertinggi di Provinsi Sulawesi Selatan. Pemerintah Kota juga telah mengalokasikan anggaran APBD untuk melindungi 69.024 tenaga kerja, dengan 35.261 di antaranya merupakan pekerja rentan, serta sisanya mencakup pekerja keagamaan (5.696 orang), kader posyandu (6.082 orang), RT/RW (5.888 orang), dan non-ASN (16.097 orang)

 


Kesiapan BPJS Ketenagakerjaan

Temuan di beberapa daerah menunjukkan bahwa banyak pekerja informal yang kesulitan menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan karena faktor ekonomi. Pekerja informal yang tidak terikat dengan perusahaan atau pemberi upah cenderung tidak aktif sebagai peserta. Selain itu, untuk pekerja yang tidak mampu membayar iuran, kebijakan PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di tingkat Pemerintah Daerah masih belum seragam. Hanya Kota Makassar yang memiliki peraturan yang mengatur PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.

Mengutip keterangan Robert Na Endi Jaweng, Ombudsman RI akan merekomendasikan agar pekerja informal, seperti petani dan nelayan, yang kesulitan membayar iuran, dapat memperoleh perlindungan melalui skema Penerima Bantuan Iuran (PBI).

“Untuk itu, kami mendorong agar Kemenko bersama kementerian terkait dapat menyusun Surat Keputusan Bersama (SKB) yang memastikan petani dan nelayan dapat menerima bantuan iuran PBI,” tambahnya.

Semua langkah ini bertujuan untuk mengharmonisasi regulasi di tingkat pusat dan daerah serta meningkatkan peran pemerintah dalam mengalokasikan anggaran untuk program Jamsosnaker (PBI). Hal ini sangat penting dalam mendukung pembangunan sumber daya manusia, yang menjadi salah satu fokus utama pemerintah Presiden Prabowo Subianto dalam mewujudkan Indonesia Emas.

Terpisah, Kepala Wilayah Sulawesi Maluku BPJS Ketenagakerjaan, Mintje Wattu, menyampaikan bahwa pihaknya akan terus meningkatkan kolaborasi dengan semua pemangku kepentingan. Sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, khususnya pekerja informal, akan diperkuat agar lebih banyak pekerja yang terlindungi.

“BPJS Ketenagakerjaan berkomitmen untuk memberikan perlindungan kepada para pekerja, terutama pekerja informal, bahkan di daerah pelosok. Berbagai kanal pembayaran dan pendaftaran telah kami sediakan untuk membantu peserta yang mendaftar secara mandiri, seperti kerja sama dengan Brilink, PT Pos, dan Perisai. Kami sangat mengapresiasi kajian yang dilakukan oleh Ombudsman, yang akan menjadi dasar kami untuk meningkatkan cakupan perlindungan," tutup Mintje.

 

Simaklah video pilihan berikut ini: 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya