Buah Klimaterik Adalah: Pengertian, Ciri, dan Penanganan Pasca Panen

Pelajari tentang buah klimaterik, ciri-cirinya, perbedaan dengan buah non-klimaterik, serta cara penanganan pasca panen yang tepat untuk menjaga kualitasnya.

oleh Liputan6 diperbarui 12 Nov 2024, 16:30 WIB
buah klimaterik adalah ©Ilustrasi dibuat Stable Diffusion

Liputan6.com, Jakarta Buah-buahan merupakan sumber nutrisi penting bagi tubuh manusia. Namun, tidak semua buah memiliki karakteristik yang sama, terutama dalam hal proses pematangan setelah dipanen. Salah satu jenis buah yang memiliki sifat unik adalah buah klimaterik. Mari pelajari lebih lanjut tentang buah klimaterik, ciri-cirinya, serta cara penanganannya agar kualitasnya tetap terjaga yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Selasa (12/11/2024).


Pengertian Buah Klimaterik

Buah klimaterik adalah jenis buah yang memiliki kemampuan untuk melanjutkan proses pematangan setelah dipanen dari pohonnya. Istilah "klimaterik" berasal dari kata "klimakterium" yang berarti periode kritis atau titik balik. Dalam konteks buah-buahan, klimaterik mengacu pada fase kritis dalam proses pematangan buah yang ditandai dengan peningkatan laju respirasi dan produksi etilen secara signifikan.

Buah klimaterik memiliki karakteristik unik yaitu dapat menghasilkan gas etilen (C2H4) secara internal setelah dipanen. Gas etilen ini berperan sebagai hormon tumbuhan yang memicu berbagai perubahan biokimia dan fisiologis dalam buah, termasuk pelunakan daging buah, perubahan warna, peningkatan kadar gula, dan pengembangan aroma khas.

Proses klimaterik pada buah-buahan ini dimulai dengan peningkatan mendadak dalam produksi etilen, yang kemudian diikuti oleh lonjakan laju respirasi. Fenomena ini disebut sebagai "puncak klimaterik" dan menandai awal dari serangkaian perubahan yang mengarah pada pematangan buah secara penuh.

Kemampuan buah klimaterik untuk melanjutkan proses pematangan setelah dipanen memberikan keuntungan dalam hal penanganan pasca panen dan distribusi. Buah-buahan ini dapat dipanen saat masih hijau atau belum matang sepenuhnya, kemudian dibiarkan matang selama proses pengiriman atau penyimpanan. Hal ini memungkinkan buah klimaterik untuk dikirim ke jarak yang lebih jauh tanpa mengalami kerusakan yang signifikan.

Pemahaman tentang sifat klimaterik buah sangat penting dalam industri pertanian dan pangan. Pengetahuan ini membantu dalam menentukan waktu panen yang tepat, merancang metode penyimpanan yang efektif, dan mengembangkan strategi penanganan pasca panen yang optimal untuk mempertahankan kualitas buah hingga sampai ke tangan konsumen.


Ciri-ciri Buah Klimaterik

Buah klimaterik memiliki beberapa ciri khas yang membedakannya dari buah non-klimaterik. Pemahaman tentang karakteristik ini penting untuk penanganan pasca panen yang tepat. Berikut adalah ciri-ciri utama buah klimaterik:

  1. Peningkatan Laju Respirasi: Salah satu ciri paling mencolok dari buah klimaterik adalah terjadinya peningkatan mendadak dalam laju respirasi selama proses pematangan. Fenomena ini dikenal sebagai "puncak klimaterik" dan ditandai dengan peningkatan produksi karbon dioksida (CO2) yang signifikan.
  2. Produksi Etilen yang Tinggi: Buah klimaterik menghasilkan gas etilen dalam jumlah besar selama proses pematangan. Etilen ini berperan sebagai hormon yang memicu berbagai perubahan biokimia dalam buah, termasuk pelunakan daging buah dan pengembangan rasa serta aroma.
  3. Pematangan Berlanjut Setelah Panen: Berbeda dengan buah non-klimaterik, buah klimaterik dapat melanjutkan proses pematangan bahkan setelah dipetik dari pohonnya. Hal ini memungkinkan buah-buahan ini untuk dipanen saat masih hijau dan dibiarkan matang selama proses distribusi atau penyimpanan.
  4. Perubahan Warna yang Jelas: Selama proses pematangan, buah klimaterik umumnya mengalami perubahan warna yang signifikan. Misalnya, pisang berubah dari hijau menjadi kuning, tomat dari hijau menjadi merah, dan mangga dari hijau menjadi kuning atau merah.
  5. Pelunakan Tekstur: Seiring dengan pematangan, daging buah klimaterik cenderung menjadi lebih lunak. Ini disebabkan oleh pemecahan dinding sel dan perubahan struktur pektin dalam buah.
  6. Peningkatan Kadar Gula: Proses pematangan pada buah klimaterik sering disertai dengan peningkatan kadar gula, yang menyebabkan rasa buah menjadi lebih manis.
  7. Pengembangan Aroma Khas: Selama pematangan, buah klimaterik mengembangkan aroma khas yang merupakan hasil dari produksi senyawa volatil tertentu.
  8. Respon terhadap Etilen Eksternal: Buah klimaterik sangat responsif terhadap paparan etilen dari luar. Hal ini memungkinkan pematangan buah dapat dipercepat dengan pemberian etilen eksternal.
  9. Perubahan Biokimia Kompleks: Selama pematangan, buah klimaterik mengalami serangkaian perubahan biokimia kompleks, termasuk pemecahan pati menjadi gula sederhana, penurunan kadar asam, dan sintesis pigmen.
  10. Umur Simpan yang Relatif Pendek: Karena proses pematangan yang berlanjut setelah panen, buah klimaterik umumnya memiliki umur simpan yang lebih pendek dibandingkan buah non-klimaterik jika tidak ditangani dengan tepat.

Memahami ciri-ciri ini sangat penting dalam pengelolaan pasca panen buah klimaterik. Dengan pengetahuan ini, petani dan pelaku industri pangan dapat mengoptimalkan waktu panen, metode penyimpanan, dan strategi distribusi untuk memastikan buah sampai ke konsumen dalam kondisi optimal.


Contoh Buah Klimaterik

Buah klimaterik mencakup berbagai jenis buah-buahan yang umum dikonsumsi. Berikut adalah daftar contoh buah klimaterik beserta karakteristik khususnya:

  1. Pisang (Musa spp.)

    Pisang adalah salah satu contoh klasik buah klimaterik. Buah ini biasanya dipanen saat masih hijau dan dibiarkan matang selama proses distribusi. Proses pematangan pisang ditandai dengan perubahan warna dari hijau menjadi kuning, pelunakan daging buah, dan pengembangan rasa manis yang khas.

  2. Mangga (Mangifera indica)

    Mangga mengalami perubahan warna yang signifikan selama pematangan, dari hijau menjadi kuning atau merah tergantung varietasnya. Proses pematangan juga melibatkan pelunakan daging buah dan peningkatan kadar gula yang membuat rasanya semakin manis.

  3. Apel (Malus domestica)

    Apel menunjukkan peningkatan produksi etilen yang signifikan selama pematangan. Proses ini menyebabkan perubahan tekstur, rasa, dan aroma buah. Beberapa varietas apel juga mengalami perubahan warna kulit yang mencolok.

  4. Pir (Pyrus spp.)

    Pir mengalami pelunakan yang signifikan selama proses pematangan. Buah ini juga mengembangkan rasa manis dan aroma yang khas seiring dengan meningkatnya produksi etilen.

  5. Tomat (Solanum lycopersicum)

    Meskipun sering dianggap sebagai sayuran, tomat sebenarnya adalah buah klimaterik. Tomat mengalami perubahan warna dari hijau menjadi merah (atau warna lain tergantung varietasnya) selama pematangan, disertai dengan pelunakan dan peningkatan kadar gula.

  6. Alpukat (Persea americana)

    Alpukat memiliki pola pematangan yang unik. Buah ini tidak akan matang selama masih menempel di pohon, tetapi akan mulai proses pematangan setelah dipanen. Pematangan ditandai dengan pelunakan daging buah dan perubahan warna kulit.

  7. Pepaya (Carica papaya)

    Pepaya menunjukkan perubahan warna yang jelas dari hijau menjadi kuning atau oranye selama pematangan. Proses ini juga melibatkan pelunakan daging buah dan peningkatan kadar gula.

  8. Kiwi (Actinidia deliciosa)

    Kiwi mengalami pelunakan yang signifikan selama pematangan. Meskipun warna kulit luar tidak banyak berubah, daging buah menjadi lebih lunak dan manis.

  9. Nektarin dan Persik (Prunus persica)

    Kedua buah ini menunjukkan peningkatan produksi etilen yang tinggi selama pematangan. Proses ini menyebabkan pelunakan daging buah dan pengembangan rasa manis serta aroma yang khas.

  10. Jambu Biji (Psidium guajava)

    Jambu biji mengalami perubahan warna dan tekstur yang signifikan selama pematangan. Buah ini juga mengembangkan aroma yang kuat dan rasa yang lebih manis seiring dengan meningkatnya produksi etilen.

Memahami karakteristik pematangan masing-masing buah klimaterik ini sangat penting dalam penanganan pasca panen. Setiap jenis buah mungkin memerlukan pendekatan yang sedikit berbeda dalam hal waktu panen, metode penyimpanan, dan teknik pematangan untuk memastikan kualitas optimal saat sampai ke tangan konsumen.


Perbedaan Buah Klimaterik dan Non-Klimaterik

Pemahaman tentang perbedaan antara buah klimaterik dan non-klimaterik sangat penting dalam industri pertanian dan pangan. Kedua jenis buah ini memiliki karakteristik yang berbeda dalam hal proses pematangan, penanganan pasca panen, dan penyimpanan. Berikut adalah perbandingan rinci antara buah klimaterik dan non-klimaterik:

  1. Proses Pematangan
    • Buah Klimaterik: Dapat melanjutkan proses pematangan setelah dipanen. Buah-buahan ini mengalami peningkatan laju respirasi dan produksi etilen yang signifikan selama pematangan.
    • Buah Non-Klimaterik: Tidak dapat melanjutkan proses pematangan setelah dipanen. Pematangan hanya terjadi selama buah masih terhubung dengan tanaman induknya.
  2. Produksi Etilen
    • Buah Klimaterik: Menghasilkan etilen dalam jumlah besar selama proses pematangan. Produksi etilen meningkat secara dramatis pada tahap awal pematangan.
    • Buah Non-Klimaterik: Menghasilkan etilen dalam jumlah yang sangat sedikit dan tidak menunjukkan peningkatan produksi etilen yang signifikan selama pematangan.
  3. Respon terhadap Etilen Eksternal
    • Buah Klimaterik: Sangat responsif terhadap paparan etilen dari luar. Pematangan dapat dipercepat dengan pemberian etilen eksternal.
    • Buah Non-Klimaterik: Umumnya tidak responsif terhadap etilen eksternal dalam hal pematangan, meskipun beberapa perubahan seperti degradasi klorofil mungkin terjadi.
  4. Laju Respirasi
    • Buah Klimaterik: Menunjukkan peningkatan laju respirasi yang signifikan selama pematangan, yang dikenal sebagai "puncak klimaterik".
    • Buah Non-Klimaterik: Laju respirasi cenderung menurun secara bertahap setelah panen tanpa adanya peningkatan yang signifikan.
  5. Waktu Panen
    • Buah Klimaterik: Dapat dipanen saat masih hijau atau belum matang sepenuhnya, karena akan melanjutkan proses pematangan.
    • Buah Non-Klimaterik: Harus dipanen saat sudah mencapai tingkat kematangan yang diinginkan, karena tidak akan matang lebih lanjut setelah dipanen.
  6. Perubahan Tekstur dan Rasa
    • Buah Klimaterik: Mengalami perubahan tekstur dan rasa yang signifikan selama pematangan, termasuk pelunakan daging buah dan peningkatan kadar gula.
    • Buah Non-Klimaterik: Perubahan tekstur dan rasa setelah panen umumnya minimal, kecuali dalam hal penurunan kualitas akibat penuaan.
  7. Umur Simpan
    • Buah Klimaterik: Cenderung memiliki umur simpan yang lebih pendek karena proses pematangan berlanjut setelah panen.
    • Buah Non-Klimaterik: Umumnya memiliki umur simpan yang lebih panjang karena tidak mengalami proses pematangan lanjutan.
  8. Metode Penyimpanan
    • Buah Klimaterik: Memerlukan teknik penyimpanan khusus untuk mengontrol laju pematangan, seperti penyimpanan pada suhu rendah atau penggunaan inhibitor etilen.
    • Buah Non-Klimaterik: Penyimpanan lebih sederhana, fokus pada memperlambat proses penuaan dan mencegah kerusakan fisik.
  9. Contoh Buah
    • Buah Klimaterik: Pisang, mangga, apel, pir, tomat, alpukat, pepaya, kiwi.
    • Buah Non-Klimaterik: Jeruk, anggur, stroberi, nanas, semangka, ceri, mentimun.

Pemahaman tentang perbedaan ini sangat penting dalam manajemen pasca panen, pemasaran, dan distribusi buah-buahan. Pengetahuan ini membantu dalam merancang strategi penanganan yang tepat untuk memastikan kualitas optimal buah saat sampai ke konsumen.


Proses Pematangan Buah Klimaterik

Proses pematangan buah klimaterik adalah fenomena kompleks yang melibatkan serangkaian perubahan biokimia dan fisiologis. Pemahaman tentang proses ini sangat penting dalam pengelolaan pasca panen buah-buahan. Berikut adalah penjelasan rinci tentang tahapan dan mekanisme pematangan buah klimaterik:

  1. Inisiasi Pematangan

    Proses pematangan dimulai dengan sinyal internal atau eksternal yang memicu produksi etilen. Pada buah klimaterik, ini sering terjadi secara alami setelah buah mencapai tahap perkembangan tertentu atau dapat dipicu oleh faktor lingkungan seperti suhu atau kerusakan mekanis.

  2. Peningkatan Produksi Etilen

    Setelah inisiasi, buah mulai memproduksi etilen dalam jumlah yang lebih besar. Produksi etilen ini bersifat autokatalitik, artinya keberadaan etilen memicu produksi etilen lebih lanjut. Fase ini ditandai dengan peningkatan dramatis dalam konsentrasi etilen internal buah.

  3. Puncak Klimaterik

    Bersamaan dengan peningkatan produksi etilen, terjadi lonjakan dalam laju respirasi buah. Fenomena ini dikenal sebagai "puncak klimaterik" dan menandai awal dari serangkaian perubahan biokimia yang mengarah pada pematangan buah.

  4. Aktivasi Enzim

    Etilen memicu aktivasi berbagai enzim yang berperan dalam proses pematangan. Enzim-enzim ini termasuk yang terlibat dalam pemecahan dinding sel (seperti pektinase), konversi pati menjadi gula (amilase), dan sintesis pigmen (seperti klorofilase untuk degradasi klorofil).

  5. Perubahan Struktur Sel

    Aktivitas enzim menyebabkan perubahan dalam struktur sel buah. Dinding sel mulai terdegradasi, menyebabkan pelunakan tekstur buah. Pektin, yang memberikan struktur pada dinding sel, dipecah menjadi molekul yang lebih sederhana.

  6. Konversi Pati menjadi Gula

    Salah satu perubahan biokimia utama adalah konversi pati menjadi gula sederhana. Proses ini berkontribusi pada peningkatan rasa manis buah dan juga menyediakan substrat untuk respirasi.

  7. Perubahan Pigmen

    Selama pematangan, terjadi perubahan dalam komposisi pigmen buah. Klorofil, yang memberikan warna hijau, mulai terdegradasi. Bersamaan dengan itu, pigmen lain seperti karotenoid (kuning, oranye) atau antosianin (merah, ungu) mulai terakumulasi, menyebabkan perubahan warna buah.

  8. Sintesis Senyawa Volatil

    Buah mulai memproduksi berbagai senyawa volatil yang berkontribusi pada aroma khas buah matang. Proses ini melibatkan sintesis dan pelepasan berbagai ester, alkohol, dan senyawa aromatik lainnya.

  9. Perubahan Asam Organik

    Selama pematangan, konsentrasi asam organik dalam buah umumnya menurun. Hal ini, dikombinasikan dengan peningkatan kadar gula, berkontribusi pada perubahan rasa buah.

  10. Penurunan Astringensi

    Pada beberapa buah, seperti persimmon, pematangan juga melibatkan penurunan kadar tanin, yang mengurangi rasa sepat (astringen) buah.

  11. Pematangan Penuh

    Proses pematangan berlanjut hingga buah mencapai tingkat kematangan optimal. Pada titik ini, buah memiliki rasa, tekstur, dan aroma yang karakteristik untuk jenis buah tersebut.

  12. Fase Senescence

    Setelah mencapai pematangan penuh, buah memasuki fase penuaan (senescence). Fase ini ditandai dengan penurunan kualitas buah, termasuk pelunakan berlebihan, penurunan nilai gizi, dan akhirnya pembusukan.

Pemahaman mendalam tentang proses pematangan ini sangat penting dalam pengembangan strategi penanganan pasca panen yang efektif. Dengan mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi pematangan, seperti suhu, kelembaban, dan paparan etilen, industri dapat mengoptimalkan kualitas buah dan memperpanjang umur simpannya.


Faktor yang Mempengaruhi Pematangan

Proses pematangan buah klimaterik dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Pemahaman tentang faktor-faktor ini sangat penting dalam pengelolaan pasca panen untuk mengoptimalkan kualitas buah dan memperpanjang umur simpannya. Berikut adalah penjelasan rinci tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pematangan buah klimaterik:

  1. Suhu

    Suhu memiliki pengaruh signifikan terhadap laju pematangan buah klimaterik. Umumnya, suhu yang lebih tinggi mempercepat proses pematangan, sementara suhu rendah memperlambatnya. Namun, suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menyebabkan kerusakan pada buah. Penyimpanan pada suhu optimal dapat memperpanjang umur simpan buah dengan mengendalikan laju respirasi dan produksi etilen.

  2. Kelembaban Relatif

    Kelembaban udara di sekitar buah mempengaruhi laju transpirasi dan dapat berdampak pada tekstur dan kesegaran buah. Kelembaban yang terlalu rendah dapat menyebabkan buah menjadi layu, sementara kelembaban yang terlalu tinggi dapat meningkatkan risiko pertumbuhan jamur. Menjaga kelembaban optimal penting untuk mempertahankan kualitas buah selama penyimpanan.

  3. Konsentrasi Etilen

    Etilen adalah hormon kunci dalam pematangan buah klimaterik. Paparan terhadap etilen, baik yang diproduksi oleh buah itu sendiri atau dari sumber eksternal, dapat mempercepat proses pematangan. Pengendalian konsentrasi etilen dalam lingkungan penyimpanan sangat penting untuk mengatur laju pematangan.

  4. Komposisi Atmosfer

    Konsentrasi oksigen dan karbon dioksida di sekitar buah dapat mempengaruhi laju respirasi dan pematangan. Penyimpanan dalam atmosfer terkontrol atau termodifikasi, di mana level oksigen diturunkan dan karbon dioksida ditingkatkan, dapat memperlambat proses pematangan.

  5. Tingkat Kematangan saat Panen

    Tingkat kematangan buah saat dipanen mempengaruhi proses pematangan selanjutnya. Buah yang dipanen terlalu dini mungkin tidak akan matang dengan baik, sementara buah yang dipanen terlalu matang akan memiliki umur simpan yang lebih pendek.

  6. Kerusakan Mekanis

    Luka atau memar pada buah dapat merangsang produksi etilen dan mempercepat pematangan. Penanganan yang hati-hati selama panen dan pasca panen penting untuk menghindari kerusakan mekanis.

  7. Varietas Buah

    Berbagai varietas dalam satu jenis buah dapat memiliki karakteristik pematangan yang berbeda. Beberapa varietas mungkin matang lebih cepat atau memiliki respon yang berbeda terhadap kondisi penyimpanan.

  8. Kondisi Pra-Panen

    Faktor-faktor seperti kondisi pertumbuhan, nutrisi tanah, dan praktik budidaya dapat mempengaruhi karakteristik pematangan buah setelah dipanen.

  9. Paparan Cahaya

    Meskipun efeknya tidak sekuat suhu atau etilen, paparan terhadap cahaya dapat mempengaruhi pematangan beberapa jenis buah, terutama dalam hal perubahan warna.

  10. Interaksi antar Buah

    Buah klimaterik yang sudah matang dapat mempercepat pematangan buah lain di sekitarnya melalui produksi etilen. Pemisahan buah berdasarkan tingkat kematangan dapat membantu mengendalikan proses pematangan.

  11. Perlakuan Pasca Panen

    Berbagai perlakuan pasca panen seperti pelapisan (coating), perendaman dalam larutan tertentu, atau perlakuan panas dapat mempengaruhi laju pematangan buah.

  12. Stres Lingkungan

    Faktor stres seperti kekeringan, suhu ekstrem, atau serangan hama selama pertumbuhan dapat mempengaruhi karakteristik pematangan buah setelah dipanen.

Memahami dan mengendalikan faktor-faktor ini memungkinkan produsen dan distributor untuk mengoptimalkan penanganan pasca panen buah klimaterik. Dengan menerapkan strategi yang tepat, seperti penyimpanan pada suhu dan kelembaban yang terkontrol, penggunaan atmosfer termodifikasi, atau penerapan inhibitor etilen, industri dapat memperpanjang umur simpan buah dan mempertahankan kualitasnya hingga sampai ke tangan konsumen.


Penanganan Pasca Panen Buah Klimaterik

Penanganan pasca panen yang tepat sangat penting untuk mempertahankan kualitas buah klimaterik dan memperpanjang umur simpannya. Berikut adalah langkah-langkah dan strategi penanganan pasca panen untuk buah klimaterik:

  1. Pemanenan yang Tepat

    Panen buah pada tingkat kematangan yang optimal. Untuk buah klimaterik, ini sering berarti memanen saat buah belum sepenuhnya matang tetapi telah mencapai tahap perkembangan yang cukup untuk melanjutkan proses pematangan setelah dipanen.

  2. Penanganan Hati-hati

    Hindari kerusakan mekanis selama pemanenan dan penanganan. Gunakan alat panen yang tepat dan latih pekerja untuk menangani buah dengan hati-hati. Kerusakan dapat memicu produksi etilen dan mempercepat pembusukan.

  3. Sortasi dan

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya