Sering Makan Junk Food, Bocah 12 Tahun Alami Buta Permanen

Anak laki-laki tersebut juga didiagnosis menderita autisme dan menderita fobia ekstrem.

oleh Selma Intania Hafidha diperbarui 12 Nov 2024, 17:30 WIB
Ilustrasi Junk Food Credit: pexels.com/EnginAkyurt

Liputan6.com, Jakarta Junk food merupakan makanan yang mengandung kalori, lemak, gula, dan garam yang tinggi. Jika dikonsumsi berlebihan, junk food bisa menimbulkan berbagai masalah bagi tubuh.

Tak hanya orang dewasa, anak-anak juga suka mengonsumsi junk food. Jika orang tua tidak membatasinya, anak-anak bisa menjadi ketagihan. Dalam masa tumbuh kembang anak, sebaiknya tidak mengonsumsi makanan junk food.

Sering mengonsumsi junk food, bocah berusia 12 tahun yang berasal dari Massachusetts, Amerika Serikat menderita menderita autisme yang akhirnya mengalami kebutaaan permanen.

Anak laki-laki tersebut didiagnosis menderita autisme dan menderita fobia ekstrem terhadap tekstur makanan tertentu, sehingga orang tuanya merasa mustahil untuk memasukkan nutrisi penting ke dalam pola makannya.

Kisah bocah berusia 12 tahun alami kebutaan permanen karena junk food ini dilansir Liputan6.com dari Odditycental, Selasa (12/11/2024).


Pengelihatan Menurun dalam Enam Minggu

Penyebab penuaan dini juga disebabkan karena konsumsi fast food. (Foto: Pexels.com/Caleb Oquendo)

Sering mengonsumsi junk food yang merupakan makanan minim nutrisi, menyebabkan saraf optik bocah 12 tahun tersebut mengecil sehingga tidak ada harapan untuk pulih seperti sedia kala.

Awal 2004, anak laki-laki yang tidak disebutkan namanya tersebut mulai mengalami masalah penglihatan pada pagi dan sore hari, tetapi penglihatannya cukup normal pada siang hari.

Penglihatannya mulai menurun dengan cepat, dan dalam waktu enam minggu ia hanya bisa bergerak jika orang tuanya membantunya melewati rintangan. Kemudian, suatu malam, bocah tersebut berteriak ia tidak dapat melihat.


Kekurangan Nutrisi

Ilustrasi Junk Food Credit: pexels.com/Szabi

Setelah dibawa ke rumah sakit, dokter mengungkap jika bocah tersebut kekurangan nutrisi yang di mana nutrisi penting untuk kesehatan saraf optiknya. Sarafnya mulai mengalami atrofi selama beberapa waktu dan telah hilang sepenuhnya saat ia tiba di rumah sakit. Meskipun diberi suplemen, dokter khawatir kondisinya sudah sangat parah sehingga tidak ada yang dapat dilakukan untuk memulihkan penglihatannya.

Dijelaskan lebih lanjut, atrofi optik pasien itu sudah parah. Tingkat kehilangan penglihatan yang parah ini tidak dapat dipulihkan pada stadium lanjut. Jika ditemukan pada awal perjalanan penyakit, pemulihan defisit nutrisi dapat menyebabkan beberapa perbaikan pada penglihatan.


Suplemen Tak Dapat Membantu Pemulihan

Ilustrasi Junk Food Credit: dreepik.com

Saat di rumah sakit, bocah berusia 12 tahun itu menerima suplemen vitamin A, C, D, dan K, serta kalsium, tiamin, tembaga, dan seng. Berkat terapi perilaku, ia juga mulai makan selada dan keju di hamburgernya. Orang tuanya menambahkan suplemen bening ke kotak jusnya, tetapi ia mulai menolaknya setelah beberapa saat. Sayangnya, tidak satu pun terobosan yang diharapkan ini dapat membantu memulihkan penglihatannya.

Dokter di Rumah Sakit Anak Boston mengatakan bahwa anak laki-laki tersebut memiliki gangguan asupan makanan yang menghindar/membatasi (ARFID), gangguan makan yang memengaruhi sekitar setengah dari anak autis dalam berbagai tingkatan. Ini adalah kasus yang ekstrem, tetapi jelas bukan kasus tunggal. Kasus serupa telah dilaporkan sebelumnya, di Inggris dan di Amerika Serikat

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya