Liputan6.com, Yogyakarta - Bahasa Jawa terkenal dengan kedalaman filosofinya, bahkan dalam hal yang tampak sederhana seperti penyebutan angka. Seperti postingan yang diunggah akun Tiktok @seputarjawaa, ada lima angka khusus dalam bahasa Jawa yang memiliki pola penyebutan berbeda, dan ternyata di baliknya tersimpan makna yang berkaitan erat dengan perjalanan hidup manusia.
Dimulai dari angka 11 yang disebut "sewelas". Kata ini berasal dari "ndue roso welas" yang bermakna memiliki rasa kasih sayang. Filosofinya menggambarkan fase kehidupan manusia di rentang usia 11-19 tahun, di mana seseorang mulai mengenal dan mengembangkan rasa kasih sayang, terutama ketertarikan kepada lawan jenis.
Berlanjut ke angka 21 atau "selikur" yang berasal dari kata "seneng linggih kursi". Istilah ini melambangkan masa di mana seseorang mulai memasuki dunia kerja dan mendapatkan kedudukan atau posisi dalam masyarakat. Ini menandai fase penting di mana manusia mulai membangun kariernya.
Baca Juga
Advertisement
"Selawe" atau angka 25 mengandung makna "seneng-senenge lanang lan wedok". Usia 25 tahun dianggap sebagai masa ideal untuk membangun rumah tangga, di mana kedewasaan fisik dan mental sudah cukup matang untuk menjalani kehidupan berkeluarga.
Memasuki paruh kedua kehidupan, angka 50 atau "seket" yang bermakna "seneng ketunan" menggambarkan fase di mana manusia mulai lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Di usia ini, kebanyakan orang sudah memiliki cucu dan mulai memikirkan hal-hal yang lebih spiritual.
Terakhir, angka 60 atau "sewidak" yang berasal dari "sejatining wis wayahe tindak" membawa pesan mendalam tentang kesiapan manusia menghadapi akhir kehidupan. Di usia ini, seseorang diingatkan bahwa waktu di dunia semakin terbatas dan sudah saatnya mempersiapkan diri untuk menghadap Sang Pencipta.
Pola penyebutan yang unik ini bukan sekadar kebetulan, melainkan warisan kebijaksanaan leluhur Jawa dalam memandang siklus kehidupan manusia. Setiap angka menjadi pengingat tentang fase-fase penting dalam perjalanan hidup, mulai dari masa muda hingga masa senja.
Filosofi ini menunjukkan bagaimana budaya Jawa memiliki cara yang mendalam dan bijak dalam memahami perjalanan hidup manusia, mengajarkan kita untuk menghargai setiap tahapan kehidupan dengan segala maknanya.
Penulis: Ade Yofi Faidzun