Kebo Giro: Gending Sakral Warisan Sunan Kalijaga dalam Prosesi Temu Panggih

Keberadaan Gending Kebo Giro hingga saat ini menunjukkan bagaimana sebuah karya musik tradisional dapat bertahan melampaui zamannya, tetap relevan, dan terus menginspirasi generasi demi generasi.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 14 Nov 2024, 00:00 WIB
Sunan Kalijaga

Liputan6.com, Yogyakarta - Di tanah Jawa, musik tradisional bukan sekadar alunan nada yang menghibur, tetapi juga mengandung nilai-nilai luhur dan makna mendalam. Salah satu yang paling istimewa adalah Gending Kebo Giro, sebuah warisan musikal yang diciptakan oleh Sunan Kalijaga, salah satu anggota Walisongo yang terkenal dengan kebijaksanaannya dalam menyebarkan Islam melalui pendekatan budaya.

Dikutip dari akun Tiktok @seputarjawaa, Gending Kebo Giro mendapat julukan sebagai musik termahal di Pulau Jawa bukan karena nilai materinya, melainkan karena kesakralan dan momentumnya yang sangat khusus. Gending ini memiliki tempat istimewa dalam upacara pernikahan adat Jawa, khususnya pada prosesi temu panggih, sebuah momen sakral pertemuan kedua mempelai setelah akad nikah yang disaksikan oleh kedua orang tua.

Keindahan Gending Kebo Giro tidak hanya terletak pada melodi yang dilantunkan, tetapi juga pada makna filosofis yang terkandung di dalamnya. Dalam perspektif Islam, nama ini memiliki akar kata yang mendalam. 'Hubbu' yang berarti cinta dan kasih sayang, berpadu dengan 'ghirah' yang bermakna unsur jiwa yang menjaga kehidupan. 

Perpaduan kedua kata ini melambangkan pertemuan antara kasih sayang dan keinginan jiwa yang mendalam. Pemilihan Gending Kebo Giro dalam prosesi temu panggih bukanlah tanpa alasan. 

Alunan musiknya dipercaya mampu menciptakan suasana yang khidmat sekaligus menggambarkan harmonisasi antara dua jiwa yang bersatu dalam ikatan pernikahan. Momen ini menjadi sangat bermakna karena menandai awal perjalanan pasangan pengantin dalam membangun rumah tangga yang dilandasi cinta dan kasih sayang.

Warisan budaya dari Sunan Kalijaga ini menjadi bukti nyata bagaimana para Walisongo berhasil memadukan nilai-nilai Islam dengan kearifan lokal Jawa. Gending Kebo Giro tidak hanya menjadi pengiring prosesi adat, tetapi juga menjadi media pembelajaran tentang makna cinta dan pernikahan dalam konteks budaya Jawa dan Islam.

Keberadaan Gending Kebo Giro hingga saat ini menunjukkan bagaimana sebuah karya musik tradisional dapat bertahan melampaui zamannya, tetap relevan, dan terus menginspirasi generasi demi generasi. Melalui alunannya, kita diingatkan akan pentingnya menjaga keseimbangan antara cinta, kasih sayang, dan komitmen dalam membangun kehidupan berumah tangga. 

 

Penulis: Ade Yofi Faidzun

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya