Bukan Maneken, Toko Busana Pajang Model Jalan di Treadmill untuk Promosi Bikin Pembeli Kaget

"Maneken" manusia ini bermaksud membuat "pelanggan melihat bagaimana pakaian tersebut pas pada tubuh seseorang, termasuk saat ia bergerak."

oleh Asnida Riani diperbarui 13 Nov 2024, 04:00 WIB
Toko baju pajang model jalan di treadmill untuk promosi bikin pembeli kaget. (dok. tangkapan layar video @chinainsider X @gunsnrosesgirl3/https://x.com/gunsnrosesgirl3/status/1855535439936950517)

Liputan6.com, Jakarta - Para pembeli di China terkejut setelah melihat "maneken" manusia yang sedang mempromosikan pakaian sambil berjalan di atas treadmill. Setidaknya itulah yang terlihat dalam video yang viral di X, dulunya Twitter, dan telah ditonton hingga delapan juta kali saat artikel ini ditulis.

"Sebuah jaringan ritel Tiongkok telah mengganti maneken tradisional dengan wanita sungguhan yang berjalan di atas treadmill, mengenakan pakaian mereka," demikian bunyi keterangan pada klip tersebut, seperti dirangkum NY Post, Selasa, 12 November 2024.

Disebutkan bahwa menggunakan model manusia daripada maneken membantu "pelanggan melihat bagaimana pakaian tersebut pas pada tubuh seseorang, termasuk saat ia bergerak." Dalam rekaman tersebut, dua model terlihat berjalan di atas "catwalk bergerak," yang diposisikan di luar toko pakaian desainer ITIB di sebuah mal yang tidak disebutkan namanya di China, News18 melaporkan.

Sementara itu, para pengunjung terlihat berhenti di dekat model-model tersebut, tercengang melihat keramaian yang menyerupai roda hamster. Para komentator memberi beragam reaksi terhadap model landasan pacu otomatis, dengan beberapa mengklaim berjalan tanpa henti membantu mereka tetap bugar sebagai bonus.

"Bukan keramaian yang buruk jika Anda mencari uang tambahan … dan itu juga membuat Anda bugar!" tulis seorang pendukung di X. "Dapatkan bayaran untuk berjalan dan memamerkan gaya terbaru!" "Itu gila. Saya kira itu adalah jaminan kerja dan membantu mereka melangkah sepanjang hari," kata yang lain.

Yang lain merasa pekerjaan model itu cukup berlebihan. "Lol … itu tidak terdengar seperti pekerjaan aneh yang tidak membutuhkan keterampilan dan tidak manusiawi, bukan?" kata seorang penentang sambil mengecam pekerjaan yang tampak monoton itu.

 


Tren Tidak Biasa Lainnya

Ilustrasi tren pakai outfit jelek ke kantor di kalangan anak muda China. Credit: pexels.com/Artem

Selain itu, banyak komentator yang menganggap hal itu justru cukup retro. Mereka merujuk ke awal abad ini di AS saat pakaian dimodelkan orang sungguhan.

"Pada tahun 30-an, 40-an, dan 50-an, department store seperti Bloomingdales meminta karyawannya berkeliling mempromosikan pakaian yang dijual sehingga klien dapat melihat berbagai gaya dan mengetahui seperti apa pakaian itu jika dikenakan seseorang," kata seorang pengguna.

Masih dari China, awal tahun ini, anak muda di negara itu dilaporkan berlomba-lomba mengenakan outfit jelek ke kantor. Mereka mengombinasikan celana piyama terburuk dan sandal paling berbulu sebagai bentuk pemberontakan terhadap kultur kerja di negara itu, mulai dari bos dan kondisi kerja yang buruk, hingga gaji rendah dan jam kerja yang panjang.

Kreasi outfit kantor tidak biasa ini dengan bangga dipamerkan secara online, rangkum CNN, dikutip Selasa, 23 April 2024. Selama berbulan-bulan, pengguna media sosial di Negeri Tirai Bambu telah mengunggahnya dengan tagar, seperti #grossoutfitforwork dan #uglyclothesshouldbeforwork.


Awal Tren Pakaian Jelek

Ilustrasi tren pakai outfit jelek ke kantor di kalangan anak muda China. © (Ron Lach/pexels.com)

Mereka meminta orang lain membagikan pendapat mereka, sehingga memicu persaingan siapa yang mengenakan pakaian terjelek. Tagar #grossoutfitforwork telah menarik lebih dari 140 juta penayangan dan puluhan ribu diskusi di Weibo, mirip X di China.

Pada akhir Februari 2024, sebuah unggahan pengguna Douyin, TikTok versi Tiongkok, Kendou S, yang mengklaim bahwa dia dimarahi atasannya karena pakaiannya yang jelek, jadi viral. Menanggapi unggahan serupa, seorang perempuan mengunggah foto dirinya mengenakan rompi kuning neon dan celana pendek longgar selutut saat ke kantor.

Ia menulis, "Rekan kerja saya mengatakan saya berpakaian seperti pria liar." Anak muda lain memamerkan jaket kuning dan biru yang kotor, mengungkap, "Bos saya memberi saya 50 yuan (sekitar Rp112 ribu) untuk mencuci pakaian dan saya dilarang berjabat tangan dengan klien lagi."

"Mendapatkan gaji yang sangat kecil, dengan rekan kerja yang buruk, apa lagi yang Anda harapkan dari pakaian saya?" tulis keterangan unggahan lainnya. Setelah menganut "tang ping" atau "berbaring," sebuah filosofi yang menolak konsumerisme demi kehidupan yang tidak terlalu penuh tekanan, generasi muda China telah mengadakan "pesta pengunduran diri," bahkan dibayar untuk jadi "anak-anak penuh waktu."


Mengadopsi Boneka Orangutan

Fenomena anak muda di China mengadopsi boneka orangutan, diperlakukan bak anak sendiri. (dok. Instagram @radii_media/https://www.instagram.com/p/CveBXLrM97P/)

Tahun lalu, ada satu lagi tren media sosial di China yang sukses membuat dahi banyak orang mengernyit. Setelah memelihara biji mangga, "mengadopsi" boneka orangutan jadi fenomena yang digilai milenial dan gen Z di Negeri Tirai Bambu.

Mengutip Strait Times, Sabtu, 5 Agustus 2023, mendadak banyak "orangtua" muncul di aplikasi media sosial China Xiaohongshu, yang mirip seperti Instagram, tapi mereka tidak menikah atau hamil. Alih-alih, kelompok anak muda China ini adalah "orangtua angkat" dari boneka orangutan rilisan raksasa perabotan Swedia, IKEA.

Kejadian "aneh" ini dilaporkan Radii, outlet media independen yang didirikan pada 2017 yang berfokus pada budaya anak muda Tiongkok. Sekilas, mainan yang harganya 19,9 dolar AS (sekitar Rp301 ribu) ini terlihat lucu dan menggemaskan.

Selain menampilkan "aktivitas" harian boneka orangutan, beberapa pengguna berusia 20-an dan 30-an mengambilnya lebih jauh dengan mengedit gambar USG untuk berpura-pura mengandung orangutan di dalam rahim mereka. Ada pula yang mengadakan pesta ulang tahun untuk boneka binatang tersebut.

 

Infografis Kenaikan Jumlah Pengguna Media Sosial di Indonesia. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya