Liputan6.com, Jakarta - Pertanyaan seputar moralitas sering kali menyentuh dilema yang tidak mudah dijawab memilih antara orang yang bodoh namun baik, atau orang yang pintar tetapi memiliki sifat jahat.
Dalam sebuah tausiahnya, Ustadz Adi Hidayat (UAH) mengulas isu ini dan memberikan perspektif yang menarik terkait perbandingan tersebut.
Dalam ceramahnya, Ustadz Adi Hidayat menjelaskan bahwa meskipun perbandingan ini tidak bisa disebut sebagai perbandingan "apple to apple", ada aspek nilai yang serupa yang dapat menjadi bahan pertimbangan. Pembahasan ini menarik perhatian karena menyoroti bagaimana karakter seseorang dapat berdampak pada lingkungan sekitar, meskipun ditinjau dari sudut kepintaran atau kebodohan.
Dikutip dari tayangan video di kanal YouTube @azzamfirmansyah18, Ustadz Adi Hidayat membahas dilema ini secara mendalam. Menurutnya, pilihan antara orang yang bodoh tetapi baik dan orang pintar namun jahat menyimpan makna yang lebih dalam ketika dilihat dari segi dampak sosial dan daya rusak yang bisa ditimbulkan.
Dalam penjelasannya, UAH menyarankan agar kita memahami dahulu apa yang dimaksud dengan kebodohan atau kepintaran dalam konteks ini. "Bodoh tapi baik itu kalaupun berbuat salah, salahnya muncul karena ketidaktahuannya," terang UAH.
Dalam artian, kesalahan yang dilakukan orang bodoh lebih sering disebabkan oleh ketidaktahuan, bukan niat buruk atau keinginan merugikan orang lain.
Sebaliknya, UAH menekankan bahwa orang pintar yang jahat memiliki risiko yang lebih besar untuk melakukan tindakan merugikan. "Kepintarannya digunakan untuk menipu," ungkapnya. Seseorang yang pintar dan memiliki niat jahat akan lebih berbahaya karena ia mampu merancang kejahatan dengan lebih sistematis dan sulit dideteksi.
Baca Juga
Advertisement
Simak Video Pilihan Ini:
Begini Perbandingannya
Ustadz Adi juga menegaskan bahwa ada potensi kerusakan yang jauh lebih besar ketika orang pintar memanfaatkan kemampuan intelektualnya untuk berbuat jahat. Menurutnya, “kalau orang pintar jahat, dampaknya itu pasti lebih berat, karena dia bisa menggunakan kecerdasannya untuk menciptakan kerusakan yang lebih besar.”
Kemudian, UAH memberikan contoh sederhana terkait pilihan ini. Seseorang yang bodoh tetapi baik mungkin saja berbuat salah karena tidak memahami situasi atau aturan tertentu, namun niatnya tetap positif. Kesalahan yang dibuatnya tidak akan menimbulkan dampak buruk yang besar karena tidak ada niatan atau kemampuan untuk menipu.
Di sisi lain, orang pintar yang jahat bisa merusak sistem atau masyarakat dengan cara yang lebih canggih dan terencana. Kepintarannya memampukan dia merancang skema untuk menipu atau menjerumuskan orang lain demi keuntungan pribadi. Inilah yang menurut UAH perlu diwaspadai, karena daya rusak yang timbul akan jauh lebih besar.
Dalam ceramah tersebut, UAH juga mengajak jamaah untuk lebih teliti dalam menilai orang berdasarkan sifat dasar mereka. Kebodohan dan kebaikan, kata dia, lebih mudah ditangani daripada kepintaran yang disertai kejahatan. "Orang bodoh itu gampang dinasehati selama dia masih baik," ujarnya, menyiratkan bahwa ada harapan untuk mengubah seseorang menjadi lebih baik.
Lebih lanjut, UAH menegaskan bahwa pada dasarnya, masyarakat sering kali tidak menyadari potensi ancaman dari orang pintar yang memiliki sifat jahat. "Sering kali kita terlalu kagum pada orang pintar tanpa melihat sisi moralnya," ungkapnya. Menurutnya, hal ini bisa menjadi sumber masalah yang serius jika dibiarkan tanpa pengawasan.
Advertisement
Kejahatan Orang Pintar Berdampak Luas
UAH juga mengingatkan bahwa meskipun kebodohan sering dipandang negatif, ada nilai positif yang bisa dimunculkan ketika disertai dengan kebaikan. Sebaliknya, kecerdasan tanpa moralitas hanya akan menciptakan kerusakan yang besar dan berjangka panjang.
Mengakhiri ceramahnya, Ustadz Adi Hidayat menekankan bahwa sifat dasar manusia perlu diperhatikan dalam setiap interaksi sosial. Menurutnya, penting untuk menilai seseorang dari segi moralitasnya sebelum melihat tingkat kecerdasannya, karena kejahatan yang dilakukan orang pintar sering kali berdampak lebih luas.
Ceramah Ustadz Adi Hidayat ini menyajikan perspektif yang mungkin jarang diperhatikan banyak orang, yaitu pentingnya menyeimbangkan kecerdasan dengan moralitas. Ia menekankan bahwa lebih baik dikelilingi oleh orang yang mungkin kurang cerdas tetapi berhati baik, daripada orang yang cerdas tetapi membawa niat buruk.
Pesan yang disampaikan dalam ceramah ini mendorong masyarakat untuk lebih kritis dalam memilih orang-orang di sekitarnya. Kecerdasan tanpa moral hanya akan merusak, sementara kebodohan yang disertai niat baik dapat membawa kebaikan walaupun sederhana.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul