Menghidupkan Semangat Kepahlawanan Lewat Seni di Pameran Indonesia Tanah Airku, Tanah Tumpah Darahku

Acara pembukaan yang bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan ini menghadirkan berbagai karya seni yang mengajak kita untuk merefleksikan arti kepahlawanan dalam konteks masa kini.

oleh Yulia Lisnawati diperbarui 12 Nov 2024, 18:36 WIB
dok: ist

Liputan6.com, Jakarta - Dalam rangka memperingati Hari Pahlawan Nasional pada pada 10 November, Ginting Institute bersama Galeri Zen 1 Jakarta menggelar pameran seni bertajuk “Indonesia Tanah Airku, Tanah Tumpah Darahku.”

Pameran ini resmi dibuka pada Minggu, 10 November 2024, oleh Maruarar Sirait, Menteri Perumahan dan Permukiman Republik Indonesia.

Acara pembukaan yang bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan ini menghadirkan berbagai karya seni yang mengajak kita untuk merefleksikan arti kepahlawanan dalam konteks masa kini.

Pameran ini mengusung judul yang sama dengan sketsa karya maestro seni lukis Indonesia, S. Sudjojono, yang dibuat pada tahun 1964. Sketsa tersebut diperkirakan menjadi inspirasi bagi salah satu lukisan legendaris Sudjojono, “Mengatur Siasat,” yang kini menjadi koleksi Istana Kepresidenan di Bogor.

Dengan karya-karya yang dipamerkan, para seniman diminta untuk menginterpretasikan makna kepahlawanan dan cinta tanah air melalui lensa zaman modern, menggali esensi perjuangan di tengah tantangan global saat ini.

Dikuratori oleh Rizki Zaelani, pameran di Galeri Zen 1 ini menghadirkan karya-karya dari sepuluh seniman terkemuka Indonesia, antara lain Andang Iskandar, Arafura, Chusin Setiadikara, Ida Bagus Purwa, Nuraeni Hendra Gunawan, Oco Santoso, Ronald Apriyan, S. Dwi Stya Acong, Teja Astawa, Toni Antonius, dan Ugo Untoro.

Setiap seniman diberi kebebasan untuk merespons sketsa Sudjojono dan menciptakan karya yang menggambarkan makna kepahlawanan dalam konteks kontemporer.

 

 


Beragam interpretasi seniman terhadap makna kepahlawanan

Salah satu hal yang menarik dalam pameran ini adalah beragamnya cara dan teknik yang digunakan oleh para seniman untuk menginterpretasikan karya Sudjojono.

Melalui lukisan, fotografi, dan instalasi video, pameran ini menampilkan variasi perspektif tentang kepahlawanan, dari perjuangan melawan ketidakadilan hingga aksi heroik melawan tantangan lingkungan, seperti isu sampah yang kini menjadi permasalahan global.

Selain lukisan, terdapat juga karya fotografi yang dicetak di atas aluminium, memperlihatkan bagaimana seniman menanggapi kepahlawanan dalam bentuk yang lebih kontemporer. Salah satunya adalah karya yang menyoroti masalah sampah sebagai tantangan global, yang tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga memiliki implikasi besar dalam geopolitik dunia.

Tak kalah menarik adalah instalasi video interaktif dari Arafura Media Design yang berjudul “45 Interpretasi,” yang memungkinkan pengunjung untuk merasakan pengalaman visual yang dinamis.

Setiap posisi pengunjung akan memberikan tampilan gambar yang berbeda, memberikan pengalaman yang personal dan unik dalam memahami makna sketsa Sudjojono.

Dalam sambutannya, Maruarar Sirait memberikan apresiasi tinggi terhadap penyelenggaraan pameran ini. Menurutnya, pameran seni tidak hanya berfungsi sebagai etalase bagi para seniman untuk memperkenalkan karya-karya mereka, tetapi juga sebagai upaya untuk meningkatkan apresiasi dan nilai ekonomi seni rupa Indonesia.

Maruarar juga menekankan pentingnya dukungan ekonomi bagi para seniman agar mereka dapat fokus berkarya tanpa terbebani masalah keuangan.

“Kondisi seperti itu, menjadi alasan utama mengapa seorang seniman harus memiliki support system yang bisa mengembangkan sisi ekonominya, entah itu pasangan, keluarga atau galeri, agar seniman bisa berfokus berkarya sebebasnya, sementara valuasi karyanya pun dapat terus meningkat di pasar seni,” kata Maruarar.

 


Membangun ekosistem seni yang sehat

Selain pameran, acara ini juga turut meresmikan Yayasan Nuraeni Hendra Gunawan, yang didirikan oleh Daniel Ginting, seorang kolektor seni terkemuka, sebagai bentuk penghargaan terhadap karya seni Hendra Gunawan yang banyak dikoleksinya.

Yayasan ini diharapkan dapat membantu seniman dalam mengembangkan karier mereka dan memberikan ruang untuk berbagi pengetahuan dalam dunia seni.

Daniel Ginting, yang telah lebih dari dua dekade menjadi kolektor seni, berbicara tentang pentingnya membangun ekosistem seni yang sehat di Indonesia. Melalui yayasan yang ia dirikan, Ginting berharap dapat memberi dukungan konkret bagi para seniman dan menghubungkan mereka dengan dunia kolektor serta pasar seni global.

Dalam perjalanannya, baik Daniel maupun istrinya, Quoriena, banyak belajar dan memahami dinamika dunia seni rupa Indonesia, serta berkomitmen untuk mendukung para seniman dalam mengejar potensi penuh mereka.

Infografis Kelompok Seni Teater Populer di Indonesia. (Dok: Tim Grafis/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya