Liputan6.com, Cilacap - Ulama terkenal, KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau lebih populer dengan sebutan Gus Baha ini menceritakan pengalaman pribadinya melakukan sesuatu yang tak lazim dilakukan oleh pemuka agama. Siapa sangka, ternyata Gus Baha sering menonton sinetron.
“Saya itu termasuk kiai yang sering lihat sinetron, kadang ya lihat Mak Lampir ya sering,” kata Gus Baha dikutip tayangan YouTube @PiwelingYai, Selasa (12/11/2024).
Tentu saja, melakukan kebiasaan yang jarang atau bahkan tidak pernah dilakukan oleh ulama menimbulkan reaksi dari istrinya. Ning Winda menegur suaminya ini karena dirasa telah melakuka perbuatan yang aneh.
Baca Juga
Advertisement
“Sampai istri saya protes, “Gus, anda itu kata orang banyak orang alim kok sukanya lihat film Mak Lampir,” sambung Gus Baha mengungkapkan teguran istrinya.
Simak Video Pilihan Ini:
Alasan Gus Baha Sering Nonton Sinetron
Gus Baha sering melihat sinetron bukan tanpa sebab, melainkan ada hal yang sangat urgen dalam hidupnya. Bukannya ia sedang galau atau hal lain yang dirasakan anak zaman now yang kerap mengalihkan permasalahan hidupnya dengan hiburan.
Gus Baha hanya ingin mengalihkan fikirannya tentang Allah, sebab berfikir tentang dzat Allah SWT ini dilarang. Dalam kondisi seperti ini, Gus Baha lebih memilih melihat sinetron atau hal-hal lainnya yang positif.
Dengan cara ini tujuan utama Gus Baha ialah agar tidak tergoda dengan bujukan setan yang menghendaki dirinya berpikir tentang dzat Allah SWT yang sangat berbahaya bagi keimanan seorang muslim.
“Karena setan mau menggoda saya berfikir tentang Allah, jadi setan itu menunggu, kok malah mikir Mak Lampir?” ujarnya.
“Ha..ha..ha..,” sahut tawa hadirin
“Setelah melihat Mak Lampir, biasanya saya lapar lalu makan, habis makan tidur, setannya masih nunggu masih was-was, ternyata saya habis bangun ngopi lagi, kadang lihat berita ditangkap KPK,” terangnya.
Advertisement
Larangan Memikirkan Dzat Allah SWT
Mengutip alkhoirot.com, terdapat beberapa hadis yang melarang memikirkan dzat Allah SWT, di antaranya ialah sebagai berikut:
1. Hadis dari Ibnu Umar
تَفَكَّرُوا فِي آلَاءِ اللَّهِ ، وَلَا تَفَكَّرُوا فِي اللَّهِ
Artinya: Berfikirlah tentang nikmat-nikmat Allah dan jangan kalian berfikir tentang (zat) Allah.
Hadis di atas dari Sahabat Ibnu Umar diriwayatkan oleh Ibnu Hatim dalam Tafsirnya (12111); Tabrani dalam Al-Mu’jam Al-Ausat (6319); Al-Laka’i dalam Syarah Ushul I’tiqad Ahlissunnah Wal Jamaah (458); Al-Baihaqi dalam Sya’bul Iman (927).
2. Hadis dari Sahabat Abdullah bin Salam
خَرَجَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى نَاسٍ مِنْ أَصْحَابِهِ وَهُمْ يَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ اللهِ ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:” فِيمَ تَتَفَكَّرُون ” ، قَالُوا: نَتَفَكَّرُ فِي اللهِ قَالَ:” لَا تُفَكِّرُوا فِي اللهِ ، وَتَفَكَّرُوا فِي خَلْقِ اللهِ ؛ فَإِنَّ رَبَّنَا خَلَقَ مَلَكًا قَدَمَاهُ فِي الْأَرْضِ السَّابِعَةِ السُّفْلَى ، وَرَأْسُهُ قَدْ جَاوَزَ السَّمَاءَ الْعُلْيَا، مَا بَيْنَ قَدَمَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ مَسِيرَةُ سِتِّمِائَةِ عَامٍ، وَمَا بَيْنَ كَعْبَيْهِ إِلَى أَخْمَصِ قَدَمَيْهِ مَسِيرَةُ سِتِّمِائَةِ عَامٍ، وَالْخَالِقُ أَعْظَمُ مِنَ الْمَخْلُوقِ
Artinya: Nabi pernah keluar menemui para Sahabat yang sedang memikirkan tentang ciptaan Allah. Nabi bertanya pada mereka: Apa yang kalian pikirkan? Mereka menjawab: Kami berfikir tentang Allah. Nabi bersabda: Jangan memikirkan tentang Allah. Pikirkan ciptaanNya. Sesungguhnya Tuhan kita telah menciptakan malaikat yang kedua kakinya di bumi lapis ketujuh terbawah sedangkan kepalanya melewati langit yang tinggi. Di antara kedua kakinya sampai betisnya berjarak 600 tahun. Antara kedua telapak tangan sampai kaki paling bawah berjarak 600 tahun. Al-Khaliq (Allah) lebih agung dari makhluk.
Hadis ke-2 ini diriwayatkan oleh Abu Nuaim dalam Hilyatul Auliya (hlm. 6/66); Abul Qasim At-Tamimi dalam Al-Hujjah fi Bayanil Mahjah dan Qiwamus Sunnah dalam At-Targhib wat Tarhib (673).
3. Hadis dari Sahabat Ibnu Abbas dari jalur Said bin Jubair
تفكروا في كل شيء ، ولا تفكروا في ذات الله
Artinya: Berfikirlah tentang segala sesuatu tapi jangan berfikir (membayangkan) tentang zat Allah.
Hadis ini diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Al-Asma’ was Shifat (618, 887); Abus Syaikh dalam Al-Azhamah (1/212); Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Arasy (16).
Penulis: Khazim Mahrur/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul