Liputan6.com, Jakarta - Masih banyak pandangan di Indonesia yang menganggap rambut bukan termasuk aurat bagi perempuan. Hal ini menjadi perhatian KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang akrab disapa Gus Baha, seorang ulama yang dikenal dengan pemahaman mendalamnya terhadap ajaran Islam, dan Al Qur'an.
Dalam ceramahnya, Gus Baha menegaskan bahwa pandangan yang membolehkan perempuan tidak berjilbab karena rambut dianggap bukan aurat adalah pandangan yang kurang tepat menurut konsensus ulama.
Menurut Gus Baha, salah satu alasan pandangan ini muncul adalah karena pengaruh sekuler yang berkembang di masyarakat.
"Karena ada juga tiang-tiang sekuler Indonesia yang berpendapat rambut itu tidak aurat, jadi akhirnya terus mengatakan enggak perlu jilbaban," kata Gus Baha. Pandangan semacam ini dianggapnya sebagai sebuah pendapat yang tidak memiliki dasar kuat dalam ajaran Islam.
Gus Baha mengkritik pandangan sebagian pakar yang membolehkan perempuan tidak mengenakan jilbab karena rambut dianggap bukan aurat.
"Kan lebih parah lagi, pernah dengar toh? Sebagian pakar Indonesia kan nganggap rambut itu mboten aurat, akhirnya membolehkan tidak jilbaban," ujarnya dalam video ceramah yang dikutip dari kanal YouTube @Pengaosangusbaha.
Baca Juga
Advertisement
Tak Ada Satu Ulamapun Sebut Rambut Bukan Aurat
Gus Baha menilai, pandangan ini merupakan bentuk pemahaman yang berlebihan dan kurang selaras dengan pandangan mayoritas ulama. "Nah cara kulo, itu berlebihan, karena dalam konsensus ulama dulu itu yang diperkhilafkan itu hanya wajah dengan telapak tangan," jelasnya.
Menurut Gus Baha, perbedaan pendapat atau ikhtilaf ulama hanya terjadi pada wajah dan telapak tangan, sementara rambut tidak termasuk dalam hal yang diperbolehkan untuk ditampakkan.
“Kalau sampai rambut itu nggak ada satupun ulama yang yang membolehkan,” tambah Gus Baha dengan tegas. Menurutnya, rambut secara mutlak dianggap sebagai aurat oleh seluruh mazhab utama dalam Islam, sehingga pendapat yang membolehkan wanita memperlihatkan rambut tidak memiliki dasar yang kuat di kalangan ulama.
Namun, Gus Baha juga mengingatkan bahwa fenomena ini tidak perlu dihadapi dengan sikap yang berlebihan. "Loh soal sekarang terjadi di Indonesia begitu ya biarkan saja wong kiaine kadang seneng si Ruhin (santri Gus Baha) yo seneng barang," ungkapnya sambil tertawa. Gus Baha menggunakan contoh humoris untuk menekankan bahwa perbedaan antara suka dan hukum adalah sesuatu yang penting dipahami oleh umat.
Menurutnya, perasaan suka atau tidak suka terhadap sesuatu tidak bisa menjadi dasar untuk menentukan hukum dalam agama.
Advertisement
Identitas dan Aturan Islam
"Tapi ojo ngukum oleh, seneng ngukum oleh. Benten hukum nggih hukum, seneng nggih seneng-seneng urusan nafsu,” jelas Gus Baha. Baginya, umat perlu memahami bahwa perasaan suka adalah bagian dari nafsu, sementara hukum dalam Islam harus didasarkan pada dalil yang kuat.
Gus Baha menegaskan bahwa perbedaan antara suka dan boleh adalah prinsip dasar dalam beragama. “Jadi beda antara suka dan boleh, kalau suka urusan nafsu,” katanya. Menurutnya, umat Islam tidak boleh mencampuradukkan perasaan pribadi dengan ketentuan hukum yang sudah disepakati dalam agama.
Pandangan Gus Baha ini mencerminkan pentingnya pemahaman mendalam terhadap aturan dalam Islam. Dalam pandangannya, hukum aurat tidak bisa diubah hanya karena alasan pribadi atau pengaruh budaya. Meskipun ada perubahan pandangan di sebagian masyarakat, hukum Islam tetap harus dijaga berdasarkan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan.
Masyarakat, menurut Gus Baha, harus tetap menghormati aturan tentang aurat tanpa terpengaruh oleh tren atau pandangan yang kurang berdasar. Gus Baha berharap umat Islam tetap menjaga prinsip syariah yang telah disepakati oleh para ulama terdahulu, khususnya dalam hal menutup aurat.
Ia juga mengingatkan, bahwa meskipun masyarakat berkembang, ketetapan hukum syariah tetap bersifat universal dan tidak berubah. Gus Baha menekankan bahwa aturan tentang aurat adalah bagian dari identitas Islam yang seharusnya dihormati tanpa alasan lain yang bisa menguranginya.
Melalui ceramahnya, Gus Baha berharap umat dapat menjaga identitas dan aturan Islam secara konsisten. Pandangan bahwa rambut bukan aurat, menurutnya, adalah sebuah pandangan yang keluar dari konsensus para ulama dan berpotensi melemahkan nilai-nilai syariah yang seharusnya dijaga.
Gus Baha mengingatkan bahwa umat Islam perlu membedakan antara pandangan pribadi dan hukum yang telah ditetapkan oleh agama. Perasaan suka tidak boleh mengubah hukum yang sudah jelas. Dengan kata lain, umat Islam tidak boleh mengikuti pandangan yang mengabaikan ketetapan tentang aurat yang telah disepakati sejak lama oleh ulama.
Hal seperti ini bisa menjadi pengingat bagi umat bahwa hukum dalam Islam adalah ketetapan yang seharusnya dijaga dan dihormati, bukan untuk diubah-ubah berdasarkan kehendak pribadi atau pengaruh budaya sekuler.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul