Menopause, Tabu Lainnya yang Dihadapi Perempuan India

Sulit menemukan informasi tentang menopause apalagi layanan yang menanganinya.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 15 Nov 2024, 14:02 WIB
Ilustrasi Menopause dini (Dok. Unsplash/Daria Nepriakhina)

Liputan6.com, New Delhi - Studi menunjukkan, rata-rata perempuan India mengalami menopause beberapa tahun lebih awal daripada perempuan di Barat. Sebuah makalah baru-baru ini menemukan bahwa perempuan yang mengalami menopause dini, khususnya pada kelompok usia 30–39 tahun, juga meningkat. Namun, hanya ada sedikit sumber daya untuk membantu mereka mengatasinya.

"Dalam beberapa studi, usia rata-rata menopause di India adalah 47 tahun - artinya beberapa perempuan dapat mengalaminya pada usia 44-45 tahun, sementara yang lain pada usia 50 tahun. Ini dianggap normal," kata Dr. Ruma Satwik, seorang ginekolog dan dokter kandungan di Rumah Sakit Sir Gangaram, New Delhi, seperti dikutip dari BBC, Jumat (15/11/2024).

Itu beberapa tahun lebih awal daripada, misalnya, AS yang usia rata-ratanya adalah 51 tahun.

Dokter mengatakan menopause lebih awal adalah akibat dari keadaan gizi dan lingkungan serta faktor genetik. Namun, di negara yang masih banyak stigma dan tabu tentang menstruasi, kesadaran akan menopause masih kurang.

Sangeeta kewalahan setiap hari saat dia harus bekerja, mengurus rumah tangga, dan mengasuh anak sambil menghadapi gejala-gejala seperti rasa panas berlebih, kelelahan, sulit tidur, nyeri punggung, dan sakit perut.

"Apa gunanya hidup seperti ini?" tanya perempuan berusia 43 tahun itu. "Terkadang saya merasa rasa sakit saya akan berakhir saat saya meninggal."

Berprofesi sebagai petugas kebersihan di Rumah Sakit Dr Ram Manohar Lohia, sebuah fasilitas yang dikelola pemerintah di New Delhi, Sangeeta mengalami menopause setahun lalu, namun tidak tahu sampai baru-baru ini rumah sakit tersebut memiliki klinik khusus untuk menangani masalah kesehatan yang ditimbulkannya.

Ratusan mil jauhnya di ibu kota keuangan, Mumbai, Mini Mathur mengatakan dia merasa seperti mengalami "setiap gejala yang mungkin" setelah dia berusia 50 tahun.

Pembawa acara TV itu menyebutkan dia tidak pernah memiliki masalah medis apa pun dan menjalani gaya hidup sehat. Serangan gejala tersebut mengingatkannya pada nasihat yang diberikan seorang teman kepadanya beberapa tahun yang lalu.

"Ini akan terjadi pada semua orang. Tolong segera bertindak," ungkap Mini.

Presiden Masyarakat Menopause India Dr. Anju Soni menyebutkan data sensus India tahun 2011 menunjukkan negara itu memiliki 96 juta perempuan berusia di atas 45 tahun. Pada tahun 2026, jumlahnya diproyeksikan mencapai 400 juta.

"Perempuan India menjalani sepertiga dari hidup mereka setelah menopause," ujarnya.

Perempuan dianggap telah memasuki masa menopause ketika mereka tidak mengalami menstruasi selama satu tahun. Namun, hal ini didahului oleh perimenopause, fase penurunan hormon reproduksi secara bertahap yang dapat berlangsung antara dua hingga 10 tahun.

Gejala-gejalanya sangat beragam, mulai dari memengaruhi suasana hati, ingatan, fokus, libido hingga efek pada tulang, otak, otot, kulit, dan rambut. Bergantung pada tingkat keparahannya, perempuan mungkin mengalami penurunan kualitas hidup.

Sebagian besar gejala, kata dokter, dapat ditangani dengan suplemen, perubahan pola makan, olahraga, dan, jika perlu, terapi penggantian hormon. Namun, tidak ada tes untuk menentukan kondisi tersebut.

Dokter mengatakan menopause dan perimenopause kurang diteliti di seluruh dunia dan sangat sedikit diajarkan tentang hal itu di sekolah kedokteran.

"Hal ini dapat membuat proses mendapatkan diagnosis menjadi sangat membuat frustrasi bagi perempuan," kata Dr. Ruma.

Mini mengisahkan butuh kunjungan ke beberapa pusat layanan kesehatan di seluruh negeri dan luar negeri selama dua tahun terakhir sebelum dia menerima perawatan yang dibutuhkannya.

Dia terkejut menemukan bahwa banyak gejalanya - yang meliputi kabut otak, suasana hati yang buruk, nyeri sendi, dan kecemasan - menjadi jauh lebih baik ketika dia mulai menggunakan krim progesteron secara topikal.

"Saya harus pergi ke Austria untuk mencari dokter yang tidak akan mengabaikan gejala dan perasaan saya serta bilang 'itu terjadi pada semua orang'," ungkap Mini.

Ucapan itu sangat familiar bagi aktivis berusia 60 tahun Atul Sharma yang begitu khawatir tentang perubahan yang dibawa menopause pada suasana hati dan gairah seksnya, sehingga dia menyembunyikan kondisi itu dari suaminya selama hampir enam tahun.

Atul, yang bekerja dengan perempuan di daerah pedesaan di bidang kesehatan dan pemberdayaan ekonomi di utara Negara Bagian Uttar Pradesh, menemukan bahwa hampir tidak ada layanan bagi perempuan menopause di klinik pemerintah di pedesaan. Petugas layanan kesehatan primer yang ingin membantu tidak memiliki pelatihan khusus.

"Bahkan perawat yang datang ke sini mengatakan, 'Tahan saja. Itu terjadi pada setiap perempuan'," kata Atul.

Pada tahun 2022-2024, Dr. Ruma menyurvei lebih dari 370 perempuan berusia antara 40 dan 60 tahun tentang gejala dan tingkat keparahannya.

"Sekitar 20 persen tidak mengalami apa pun. Sisanya mengalami satu atau lebih gejala ringan sementara 15-20 persen mengalaminya hingga tingkat parah," tutur Dr. Ruma.

 


Tuntutan Perluasan Layanan Perawatan

Ilustrasi perempuan India (Unsplash/Gene Brutty)

Meskipun informasi di India masih terbatas, banyak perempuan mengatakan mereka beralih ke media sosial dan sumber daya daring sering kali lebih mencerahkan daripada berbincang dengan dokter mereka.

Banyak yang mengikuti spesialis Amerika Serikat seperti Dr. Mary Claire Haver yang membagikan penelitian terbaru tentang media sosial dan selebritas seperti aktris Hollywood Naomi Watts dan Halle Berry yang telah mempromosikan film dokumenter "The M Factor: Shredding the Silence on Menopause".

Watts sendiri sedang menulis buku tentang menopause, sementara Berry mendorong undang-undang baru untuk mempromosikan penelitian, pelatihan, dan pendidikannya.

Mini mengungkapkan bahwa dia merasa beruntung karena bisa mendapatkan perawatan.

"Bagaimana perempuan yang membesarkan keluarga, anak-anak, pergi bekerja, bepergian dengan kereta api lokal yang padat menghadapinya?" tanya dia

Atul menuturkan, "Biaya perawatan tidak terjangkau bagi banyak perempuan miskin di India."

Sementara itu, Sangeeta mengaku pasrah hidup dengan rasa sakit.

Kesadaran yang lebih tinggi harus datang dari kalangan medis, sebut Dr. Ruma, seraya menambahkan bahwa perlu ada banyak pembicaraan tentang menopause atau perimenopause seperti halnya tentang kesuburan dan kesehatan remaja.

Dr. Soni menyatakan bahwa pemerintah sudah memiliki jaringan petugas kesehatan di daerah pedesaan dan terpencil.

"Mereka sudah memberikan suplemen dan menyediakan layanan perawatan kesehatan bagi perempuan hamil. Sekarang perluas itu untuk perempuan yang sudah menopause," imbuhnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya