Pakar UGM Buka Suara soal Efek Kebijakan Impor Susu bagi Peternak Sapi Lokal

Pemerintah yang membuka keran impor susu membuat puluhan peternak sapi di Boyolali dan Pasuruan melakukan aksi membuang susu di Tempat Pembuang Akhir (TPA) dan di pinggir jalan lantaran Industri Pengolahan Susu (IPS) tidak mampu menyerap susu yang dihasilkan dari banyak peternakan susu.

oleh Yanuar H diperbarui 18 Nov 2024, 01:00 WIB
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan telah melakukan pengamanan atas produk hewan olahan asal impor (susu skim bubuk, keju, whey protein, dll) sebanyak 2.735,3 ton dengan nilai sekitar Rp120,5 miliar.

Liputan6.com, Yogyakarta - Kurangnya penyerapan produk susu dari peternak lokal oleh Industri Pengolahan Susu (IPS) dan pemerintah membuka keran impor susu sangat disesalkan Dosen Fakultas Peternakan UGM Widodo. Kualitas susu lokal yang kurang baik menjadi alasan dibukanya keran impor susu lebar-lebar sehingga memungkinkan IPS dapat melakukan impor produk susu secara besar-besaran dari luar negeri.

“Jangan terulang lagi dan itu harus dikawal supaya produsen pangan, saya selalu bicara produsen pangan itu yo peternak, petani lebih luas. Itu mereka bisa hidup dari situ,” ujarnya.

Memang, menurutnya tingkat daya saing produk susu dalam negeri masih kurang dari produk susu luar negeri yang memiliki harga murah dengan kualitas tinggi. Contohnya produsen dari luar negeri seperti Australia dan Selandia Baru mendapat subsidi dan dukungan fasilitas pemerintah mereka ditambah jumlah susu yang surplus melebihi kebutuhan negara-negara asing tersebut, memengaruhi harga susu.

“Hambatan utama bagi peternak sapi perah dan produsen susu adalah daya saing kompetisi dengan produk susu luar negeri yang memiliki kualitas baik dan harga yang relatif lebih murah. Di banyak negara maju produksi bahan pangan termasuk susu lebih efisien, mendapatkan berbagi subsidi dari pemerintahnya, baik subsidi produksi maupun subsidi untuk ekspor," jelasnya.

Menurutnya impor susu dari luar negeri terlihat seperti langkah yang baik karena menghadirkan kualitas susu yang bagus dengan biaya operasional yang murah untuk pengusaha. Namun jika melihat lebih dalam, langkah ini bisa menghancurkan mata pencaharian para peternak sapi di Indonesia dengan banjirnya susu impor.

“Masalahnya kalau itu tidak dilindungi Petani dan peternak kita suruh kemana? Lama-lama kita jadi negara konsumen. Kalau sudah ketergantungan akan sulit, bayangkan tiba-tiba mereka stop ekspornya,” paparnya.

Widodo mengatakan pemerintah seharusnya tidak hanya memerhatikan industri susu dari sisi pengusaha, namun juga dari sisi peternak sapi lokal. Terlebih, menurutnya kualitas produk susu di Indonesia sebenarnya mayoritas sudah bagus, dan kualitas susu di Indonesia tidak bisa dijadikan alasan untuk membuka keran impor secara besar-besaran.

“Secara umum kualitas bukan masalah. Masalahnya ada di tata kelola susu nasional yang membiarkan susu impor mendominasi pasar domestik,” ungkapnya.

Menurutnya ada beberapa opsi yang dapat dilaksanakan pemerintah untuk melindungi produsen susu lokal, yaitu pertama, meningkatkan tarif untuk produk impor susu. Kedua, menaruh batas minimum penyerapan susu lokal yang harus dipenuhi IPS, dengan begitu produk susu lokal akan dapat terserap dengan lebih baik dan lebih merata di Indonesia.

“Makanya harusnya bentuk perlindungan praksis pemerintah itu membuat aturan bagi mereka yang diberi lisensi untuk mengimpor, harusnya diberi kewajiban membeli dari peternak lokal,” katanya.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya