Liputan6.com, Yogyakarta - Kepala Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan (PSPK) UGM, Bambang Hudayana, menyebut program pemerintah yang menghapus utang pelaku UMKM atau Usaha Kecil, Mikro, dan Menengah bidang pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan kelautan, serta UMKM lainnya melalui Peraturan Presiden (PP) ini akan bermanfaat.
Namun, ia menyoroti masalah lain yang dihadapi petani dan UMKM sesuai dengan realita di lapangan.
“Keputusan ini hanya memotong salah satu rantai permasalahan, belum seluruhnya. Pemerintah juga perlu menyelesaikan dari root cause secara struktural,” katanya, Kamis 14 November 2024.
Bambang mengatakan, mayoritas usaha tani di Pulau Jawa berada dalam skala kecil atau disebut dengan petani gurem biasanya memiliki utang tidak sampai menyentuh angka ratusan juta. Namun jumlah petani ini jumlahnya sangat banyak hingga jutaan orang namun justru jarang tersentuh tangan pemerintah.
Baca Juga
Advertisement
“Susah bagi pemerintah untuk menyasar mereka dengan jumlah yang begitu banyak dan tidak terdata. Susah pula bagi golongan itu karena tidak mendapat keadilan,” tandasnya.
Bambang menjelaskan menghapus utang pelaku UMKM yang sebagian besar utang petani dan nelayan ini sementara petani, pelaku UMKM utang di lembaga-lembaga informal. Menurut hasil studinya, para pelaku usaha kecil justru lebih patuh membayar utang dengan kredit jangka pendek.
Contohnya, sebagian dari mereka memilih berutang barang seperti pupuk dan saat musim panen akan diangsur. Mayoritas dari mereka melakukan utang pada kelompok usaha tani atau koperasi.
“Sangat sedikit yang berutang di lembaga resmi dalam jumlah besar untuk pertanian dengan skala sekecil itu,” ungkapnya.
Menurut Bambang pemerintah harus mendorong akses dukungan pendanaan para petani kecil ini yang jumlahnya sangat banyak dan rentan menghadapi masalah kesejahteraan. Bambang menyebut ujung tombak pertanian berada pada irigasi yang dijamin bagus, pupuk murah dan aksesibel, serta bibit yang mudah.
Simak Video Pilihan Ini:
Sentuh Golongan Lemah
Menurutnya bantuan itu dan penambahan subsidi justru sangat membantu yang mampu menyentuh golongan kecil. Agar program ini maksimal maka pemerintah harus segera mendata secara menyeluruh dan memanfaatkan hasil riset kalangan akademisi agar termonitor dan terfasilitasi keberlanjutan usahanya.
“Penyelamatan petani, nelayan, dan UMKM lain bukan hanya perihal hapus utang, lebih kompleks dan perlu dituntaskan dari dasar.”
Menurutnya bantuan yang tepat sasaran akan sangat berguna bagi penerima bantuan yang layak seperti yang terkena musibah, contohnya pengepul susu sapi di Boyolali bernama UD Pramono dengan tunggakan pajak sebesar Rp 671 juta akibat pandemi Covid-19. Apabila gulung tikar, para peternak sapi perah akan kehilangan tempat untuk memasok hasil susunya.
“Yang demikian ini perlu dibantu. Akan tetapi itu bukan peternaknya. Peternak sebagai golongan kecil mungkin lebih menjerit. Maka dari itu, perlu diselesaikan dari akarnya,” ungkapnya.
Bambang mengimbau agar praktik rencana ini juga harus dikawal karena bantuan sangat rentan dengan fenomena salah sasaran dan menjadi sarang korupsi. Selain itu kalau melihat dari sisi penerima, implikasi yang ditimbulkan dapat berupa kecanduan dan ketergantungan.
“Proyek ini cukup sekali saja, tidak perlu dirutinkan berulang-ulang untuk menghindari terciptanya mental mengemis ke pemerintah,” tambahnya.
Ia menegaskan kembali, usaha yang paling tepat adalah menciptakan iklim usaha yang baik dan menjangkau pelaku usaha sektor kecil seperti akses modal mudah hingga pemasaran mudah. Sehingga program menghapus utang pelaku UMKM ini tepat sasaran.
“Pemerintah harus segera merambah dan berubah arah. Jangan charity approach (Pendekatan berdasarkan belas kasihan), tetapi lebih kepada penguatan infrastruktur dan kelembagaan bisnis sehingga memperkuat usaha,” ujarnya.
Advertisement