Liputan6.com, Jakarta - Generasi muda Indonesia tampil percaya diri di ajang Konferensi Perubahan Iklim (COP 29) yang berlangsung di Baku, Azerbaijan.
Melalui acara yang digelar di Paviliun Indonesia pada Kamis (14/11/2024), dua gerakan pemuda Indonesia, Desa Bumi dan Society of Renewable Energy (SRE), menegaskan komitmen mereka untuk mempercepat transisi energi bersih sebagai bagian dari aksi pengendalian perubahan iklim.
Advertisement
Acara ini menghadirkan dua tokoh dari gerakan energi terbarukan, Gamma A. Thohir (pendiri Desa Bumi) dan Zagy Y. Berian (pendiri SRE).
Kegiatan ini merupakan kegiatan lanjutan dari komitmen kedua belah pihak yang telah dilaksanakan pada COP 28 di Dubai tahun lalu. Dalam komitmen tersebut, kedua belah pihak bersepakat dalam membangun ekonomi desa melalui pemanfaatan energi bersih.
“Generasi muda sudah saatnya memimpin percepatan proses transisi energi, pendekatan evidence-based policy menjadi kunci anak muda dalam menarik minat banyak pihak dalam melakukan kolaborasi. Kami hadir untuk memberi bukti, tidak hanya sekedar komitmen diatas kertas, melainkan bukti nyata dari kolaborasi kami bersama SRE dalam membangun desa bumi," ujar Gamma saat presentasi, di Jakarta (14/11/2024).
Desa Bumi, dimulai sejak tahun 2015 dengan program Mikrohidro dengan kapasitas sekitar 40 kW di daerah Sukabumi. Program itu menghasilkan listrik yang disalurkan kepada 75 rumah tangga serta pusat pembelajaran pemuda didaerah tersebut.
Itulah proyek pertama yang dibuat saat pemuda dengan jas cokelat tersebut berusia 15 tahun. Namun, kegiatan itu sempat ditunda saat dia melanjutkan kuliah dan kembali dimulai setelah meraih gelar sarjana di Amerika Serikat. Dua desa lainnya dibangun pada tahun 2022 dan 2023 di desa Liyu dan Bangkiling di Pulau Kalimantan berbasis energi surya.
Program Mikrohidro dan Energi Surya untuk Desa Terpencil
Desa keempat, yang sedang dalam proses pembangunan dan direncanakan selesai akhir tahun 2024 merupakan program kolaborasi bersama SRE.
“Saya melihat, Desa Bumi dan SRE memiliki kesamaan cara pandang dalam transisi energi. Kita memiliki dua hal yang bisa saling melengkapi. SRE fokus dalam operasional sistem sementara Desa Bumi dapat fokus dalam pengembangan bisnis. Kami setuju, melalui bukti nyata, kami dapat membangun gerakan yang lebih masif lagi," ucap Zagy---yang dikenal sebagai pelopor komunitas energi bersih di Indonesia dengan ekosistem anak mudanya.
SRE didirkan tahun 2019 saat Zagy masih duduk di bangku tingkat 3 kuliah Teknis Mesin ITB. Dalam 5 tahun perjalanan, SRE telah ada di 50 kampus di Indonesia, Zagy berpendapat, karakteristik kepulauan Indonesia mempunyai tantangan beragam terutama logistik untuk mencapai daerah terluar. Diperlukan komunitas yang terdesentralisasi untuk dapat menjangkau dengan mudah tidak hanya mengandalkan dari pusat.
“Permasalahanya kan ada di biaya yang tinggi dalam penyediaan akses energi bersih di Indonesia, nah, SRE punya solusi untuk menurunkan biaya dengan memiliki produk yang didapat dari tangan pertama serta Pembangunan yang dilakukan oleh komunitas daerah," sambung Zagy.
Lebih lanjut ia mengatakan, "Dengan jejaring kita, cukup 1 orang dari pusat dan sisanya dari lokal. Biayanya bisa lebih murah setengah dari pasar."
Advertisement
Proyek Energi Bersih untuk Meningkatkan Ekonomi Desa
Sudah ada lebih dari 100 lokasi yang dibangun oleh SRE, dengan model bisnis sebagai mitra pelaksana dari program CSR dan program pemerintah yang dilaksanakan sejak 3 tahun lalu.
SRE meyakini pengalaman yang dimiliki, ditambah dengan keahlian Desa Bumi, kedua belah pihak dapat membangun program yang bermanfaat buat masyarakat.
Kelompok Tani Hutan (KTH) Sukobubuk, Pati, menjadi mitra pertama kolaborator dengan Pembangunan sarana air bersih untuk wilayah produktif mereka dengan total luas yang disasar 20 hektar menggunakan pompa air tenaga surya.
“Energi dan Air, merupakan dua aspek fundamental ekonomi masyarakat. Desa Bumi melihat isu ini dapat menarik perhatian publik dalam melihat kepentingan Pembangunan transisi energi kedepannya dalam menyasar keadilan di daerah-daerah terpencil,” jelas Gamma.
Proyek ini diharapkan membantu produksi buah-buahan serta penyimpanan buah-buahan tersebut sebelum diolah lebih lanjut. Pemilihan lokasi ini, hasil diskusi bersama direktorat perhutanan sosial. KTH Sukobubuk merupakan binaan Kementerian kehutanan dengan kategori platinum yang artinya sudah memiliki kegiatan ekonomi.
“Kami memilih desa yang memiliki kegiatan ekonomi, karena pesan khusus yang ingin kami sampaikan adalah kegiatan aplikatif dari pemanfaatan energi bersih untuk ekonomi masyarakat,” tambah Gamma.
Mendorong Partisipasi Generasi Muda
Desa Bumi dan SRE telah menyiapkan peningkatan kapasitas bagi para kelompok yang nantinya akan mengelola proyek ini. Adapun sisi ekonominya, para petani yang ingin mendapatkan air dan fasilitas penyimpanan harus berlangganan pada layanan yang disediakan oleh mereka.
Tanpa adanya sistem ini, petani hanya mampu melakukan budidaya dan memanen pada musim hujan saja. Sistem ini akan meningkatkan siklus budidaya dan panen mereka.
“SRE menghitung, sekitar 8-13 juta sektor pekerjaan green jobs yang harus dikejar oleh Indonesia untuk mencapai Indonesia Emas 2045. Program partisipasi nyata secara kolaboratif ini kunci keberhasilan Indonesia,” tutup Zagy.
Program ini tidak menawarkan akses listrik secara langsung, namun jasa penyediaan air dan penyimpanan buah menjadi keunikan model kegiatan mereka. Desa Bumi dan SRE membuka peluang sebesar-besarnya bagi generasi muda yang ingin kontribusi langsung dan ingin join dalam kegiatan ini.
Advertisement