Luba Laya, Lontong Khas Suku Dayak Lundayeh di Nunukan

Oleh sebab itu, masyarakat Dayak Lundayeh kerap membawanya sebagai bekal makan siang, terutama untuk ke ladang atau hutan.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 19 Nov 2024, 12:00 WIB
Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerima anugerah gelar adat Dayak Lundayeh dalam kunjungan kerja ke Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, Kamis (19/12/2019). (Biro Pers Sekretariat Presiden)

Liputan6.com, Nunukan - Suku Dayak Lundayeh merupakan suku yang tinggal di Kecamatan Krayan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Masyarakat setempat memiliki kuliner unik yang disebut luba laya.

Secara tampilan, luba laya mirip dengan lontong. Tak heran jika makanan ini juga dijuluki sebagai lontong khas Suku Lundayeh.

Luba laya yang artinya nasi lembek ini dibuat dari beras. Sebagai pembungkus, luba laya menggunakan daun itip sejenis pisang hutan.

Tak kalah dengan daun pisang pada umumnya, daun ini juga mampu menambah aroma khas pada luba laya. Sama seperti lontong, makanan ini juga diolah dengan cara dikukus dalam guci atau kendi.

Terkait rasa, luba laya memiliki rasa yang lebih gurih dibanding lontong. Itu karena luba laya menggunakan bahan-bahan alami, termasuk garam yang merupakan garam gunung asli daerah Krayan. Beras yang digunakan pun adalah beras adan krayan yang memberikan cita rasa khas.

Tak ada yang tahu pasti kapan luba laya pertama kali dikenalkan ke masyarakat setempat. Namun dapat dipastikan bahwa makanan khas ini merupakan warisan nenek moyang Lundayeh.

Selain sebagai makanan khas, luba laya juga hadir sebagai salah satu identitas lokal masyarakat Suku Dayak Lundayeh. Makanan ini bisa bertahan sehari penuh jika dimasak sesuai dengan takaran dan aturan.

Oleh sebab itu, masyarakat Dayak Lundayeh kerap membawanya sebagai bekal makan siang, terutama untuk ke ladang atau hutan. Saat ini, luba laya juga bisa diburu oleh wisatawan yang ingin merasakan kuliner khas Suku Dayak Lundayeh ini.

 

Penulis: Resla

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya