PPN 12% Berlaku pada 2025, Saham-Saham Ini Bakal Kena Getahnya

Berikut saham-saham yang terkena dampak dari rencana penerapan PPN 12 persen pada 2025.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 18 Nov 2024, 16:34 WIB
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% tetap berlaku sesuai amanat Undang-Undang (UU). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% tetap berlaku sesuai amanat Undang-Undang (UU). Artinya, PPN 12 persen akan berlaku mulai 1 Januari 2025.

Diketahui, ketentuan itu tertuang dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Maka, per 1 Januari 2025, tarif PPN naik dari 11 persen menjadi 12 persen. Pungutan wajib itu menuai reaksi negatif masyarakat karena dikhawatirkan bisa mengakibatkan efek turunan di tengah daya beli masyarakat yang melemah.

Menurut Tim Analis Bareksa, kenaikan PPN berpotensi menekan sektor riil karena pertumbuhan ekonomi masih belum pulih sepenuhnya. Sejak akhir 2023 hingga awal 2024, daya beli masyarakat tertekan akibat beragam faktor mulai kenaikan harga pangan menyusul lonjakan inflasi dan lesunya bisnis akibat pandemi Covid-19.

Selain itu, tingginya suku bunga kredit juga turut menekan pertumbuhan ekonomi. Tim Analis Bareksa melihat sektor yang berpotensi paling terdampak akibat kebijakan kenaikan PPN jadi 12% di antaranya ritel, akibat kenaikan harga.

"Utamanya untuk peritel barang-barang tersier seperti PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) sebagai distributor dan ponsel dan tablet, PT Aspirasi Hidup Indonesia Tbk (ACES) merupakan peritel perkakas dan alat rumah tangga dan PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI), emiten peritel yang menjual produk-produk gaya hidup," mengutip ulasan Tim Riset Bareksa, Senin (18/11/2024).

Selain itu, Tim Analis Bareksa juga menyarankan investor bisa mencermati sektor yang lebih defensif, seperti saham-saham konsumer non siklikal. Sebab sektor ini dinilai lebih tahan banting, karena merupakan produsen kebutuhan pokok. Emiten itu seperti PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) yang merupakan peternak unggas, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICB) dan PT Mayora Indah Tbk (MYOR), produsen makanan olahan.

Berdasarkan penutupan sesi I perdagangan Senin, 18 November 2024, Tim Analis Bareksa membeberkan rekomendasi untuk sejumlah saham yang berpotensi terimbas kebijakan PPN 12%. JPFA Buy dengan TP 1.950, ICBP Buy dengan TP 13.500, dan MYOR Buy dengan TP 3.400. Kemudian Buy CMRY dengan TP 6.200, Buy INDF dengan TP 9.500, serta Buy HMSP dengan TP 950.

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.


Catat, PPN 12% Tetap Berlaku pada 2025

Ilustrasi Pajak (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen tetap berlaku sesuai amanat Undang-Undang (UU). Artinya, PPN 12 persen akan berlaku mulai 1 Januari 2025.

Diketahui, ketentuan itu tertuang dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Maka, per 1 Januari 2025, tarif PPN naik dari 11 persen menjadi 12 persen.

"Jadi di sini kami sudah membahas bersama bapak ibu sekalian itu sudah ada Undang-Undangnya, kita perlu menyiapkan agar itu bisa dijalankan," ujar Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, dikutip Kamis (14/11/2024).

Pada kesempatan itu, dia menjelaskan ada beberapa golongan yang memang bisa mendapatkan PPN lebih rendah dari 12 persen. Bahkan, ada beberapa yang bisa dibebaskan tarif PPN-nya.

"Yang PPN 12 persen dengan pada saat yang sama ada tarif pajak yang boleh mendapatkan 5 (persen), 7 (persen), apalagi bisa dibebaskan atau dinol-kan," ungkapnya.

Dengan adanya kenaikan tarif PPN jadi 12 persen, Bendahara Negara itu melihat perlu dijaganya kesehatan APBN. Termasuk berfungsi untuk menjadi bantalan saat adanya krisis finansial global.

"Tapi dengan tadi penjelasan yang baik sehingga tadi kita tetap bisa, bukannya membabi buta tapi APBN memang harus terus dijaga kesehatannya," kata dia.

"Namun pada saat yang lain APBN itu harus berfungsi dan harus merespons seperti yang kita lihat dalam episode-seperti global financial crisis, seperti terjadinya pandemi itu kita gunakan APBN," sambung Sri Mulyani.

 


Dibahas Pemerintah

Massa melakukan aksi simbolik 'Koin Peduli untuk Ditjen Pajak' di depan Kantor Di depan Kantor Direktorat Jendral Pajak, Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (3/3/2023). Aksi koin peduli ini digelar sebagai wujud kekecewaan karena bobroknya birokrasi lembaga keuangan dan perpajakan saat ini. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Sebelumnya, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan, Pemerintah masih menggodok rencana kenaikan Pajak Penambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen untuk 2025.

Sejalan dengan hal itu, Pemerintah akan mempertimbangkan berbagai program untuk mendukung daya beli masyarakat terkait rencana penerapan PPN 12 persen.

"Terkait PPN-12 nanti kita masih akan bahas dan pemerintah tentu akan mempertimbangkan beberapa program yang bisa menunjang daya beli," kata Airlangga Hartarto dalam konferensi pers pertumbuhan ekonomi kuartal III-2024, di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (5/11/2024).

Selain itu, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Lembaga terkait juga akan menindaklanjuti arahan Presiden Prabowo Subianto mengenai subsidi BBM yang dianggap tidak tepat sasaran.

"Terutama juga arahan Bapak Presiden subsidi BBM yang tidak tepat sasaran. Di mana akan dialihkan untuk menjadi subsidi yang tepat sasaran. Nah ini masih digodok dalam beberapa minggu ke depan," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan, sekitar 20-30 persen subsidi energi yaitu BBM dan listrik pada 2024 berpotensi tidak tepat sasaran, dengan nilai mencapai Rp100 triliun.

Presiden Prabowo Subianto pun telah menugaskan Bahlil sebagai Menteri ESDM untuk menyusun skema subsidi yang lebih tepat sasaran bagi BBM, LPG, dan listrik. Salah satu opsi yang dipertimbangkan adalah mengubah skema subsidi menjadi bantuan langsung tunai (BLT) agar bantuan ini sampai kepada mereka yang benar-benar membutuhkan.

 

Infografis Jurus Pemerintahan Prabowo - Gibran Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya