Tren Keuangan Anak Muda dan Tantangannya di Era Digital, BRI Hadirkan Solusi untuk Hindari Jebakan Pinjol

Menanggapi fenomena ini, BRI menghadirkan berbagai strategi untuk memberikan solusi keuangan yang berpihak pada nasabah sekaligus membantu mereka dalam mengelola keuangan.

oleh Wuri Anggarini pada 19 Nov 2024, 14:03 WIB
BRI hadirkan edukasi pengelolaan keuangan untuk generasi muda. (c) BRI

Liputan6.com, Jakarta Seiring berkembangnya tren gaya hidup kekinian, berbagai perubahan pun hadir dalam kehidupan masyarakat. Perbedaan kondisi dan kebutuhan yang dialami setiap generasi inilah yang kemudian memunculkan tren keuangan baru, terutama di kalangan anak muda.

Namun, pesatnya perkembangan ini tak hanya memiliki dampak positif saja. Muncul juga tantangan yang harus dihadapi anak muda dalam soal pengelolaan keuangan. Misalnya saja efek dari kemunculan pinjaman online atau pinjol. Menanggapi fenomena ini, BRI menghadirkan berbagai strategi untuk memberikan solusi keuangan yang berpihak pada nasabah sekaligus membantu mereka dalam mengelola keuangan.


Kurangnya Literasi Keuangan Membuat Anak Muda Rentan Terjebak Pemborosan

BRI hadirkan edukasi pengelolaan keuangan untuk generasi muda. (c) BRI

Direktur Bisnis Konsumer BRI Handayani mengungkapkan saat ini banyak anak muda yang terjebak dalam tren Latte Factor. “Istilah ini digunakan untuk menggambarkan pengeluaran kecil yang terlihat sepele seperti kopi, langganan streaming, atau makanan kekinian.  Meski terlihat sepele, jika dijumlahkan nilainya bisa bikin dompet jebol,” ungkapnya.

Akibat dari kurangnya literasi keuangan, generasi muda banyak yang terjebak pemborosan yang disadari atau tidak mempengaruhi kondisi keuangan secara keseluruhan. Jadi, meskipun memiliki gaji yang cukup, tapi ternyata masih banyak yang tidak memiliki tabungan, dana darurat, bahkan investasi. Di sinilah pentingnya mulai melakukan perencanaan keuangan sedini mungkin demi kondisi finansial yang lebih stabil di masa depan.

Handayani memberikan contoh bahwa perencanaan keuangan bisa dimulai dari hal yang sederhana, yaitu membedakan kebutuhan dan keinginan. “Kebutuhan adalah hal-hal mendasar yang penting untuk kelangsungan hidup. Jika tidak ada, tidak bisa menjalani kehidupan sehari-hari. Contohnya rumah, pakaian, makanan dan minuman, biaya kesehatan dan lain-lain. Sementara itu, keinginan adalah hal-hal yang masih bisa diganti dengan barang lainnya. Jika tidak ada, tidak mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Misalnya saja barang branded, gadget keluaran terbaru, dan sebagainya,” lanjutnya.

Ada juga fenomena maraknya pinjaman online yang jadi tren keuangan di era modern. “Saat ini cukup banyak generasi muda yang terjerat pinjol. Berdasarkan data OJK karyawan dan pelajar merupakan profesi yang banyak terjerat pinjol (12%), di mana didominasi oleh generasi muda.” jelas Handayani.

Menurutnya, ada beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat khususnya anak muda terjebak pinjol, salah satunya karena kemudahan akses teknologi dan internet.

“Pinjaman online biasanya menawarkan skema pengajuan yang praktis, syarat mudah, dan approval instan sehingga lebih banyak diminati. Selain itu, kondisi finansial yang tidak stabil membuat mereka tidak siap dengan adanya kebutuhan mendesak. Belum lagi gaya hidup konsumtif yang membuat pengaturan keuangan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Akses informasi terkait pinjaman formal dan edukasi keuangan yang kurang membuat mereka dengan mudah tergiur untuk mengajukan pinjol,” jelas Handayani.


Peluang dan Tantangan bagi Industri Perbankan

Direktur Bisnis Konsumer BRI Handayani. (c) BRI

Seiring dengan maraknya perkembangan pinjaman online, hal ini pun mengubah lanskap industri perbankan tanah air. Hal ini juga yang kemudian menjadi peluang untuk mempercepat transformasi digital di perbankan.

“Bank harus semakin gesit dalam mengembangkan produk digital untuk menyaingi platform pinjaman online yang menawarkan kemudahan akses dan kecepatan layanan. Hal ini mendorong bank untuk terus berinovasi dalam layanan fintech, seperti mobile banking atau pinjaman digital berbasis aplikasi,” tambah Handayani.

Tantangan inilah yang ingin dijawab BRI lewat berbagai strategi mereka yang berpihak pada masyarakat. Sebagai informasi, BRI telah meluncurkan BRIGuna Digital lewat platform BRImo sebagai bagian dari strategi untuk menarik kembali nasabah yang mungkin beralih ke pinjol.

BRImo merupakan super apps BRI yang memiliki lebih dari 100 fitur untuk memudahkan masyarakat memenuhi kebutuhan perbankannya. Nasabah tak hanya bisa menabung, tapi juga terintegrasi dengan ekosistem digital seperti belanja online, transportasi, dan hiburan sehingga menarik lebih banyak pengguna muda yang ingin solusi perbankan sekaligus gaya hidup hanya dalam satu aplikasi saja.

BRImo juga menghadirkan fasilitas kredit konsumtif dan produktif dengan sumber pembayaran dari penghasilan tetap atau fixed income. Lewat fitur ini, pengguna bisa mendapatkan akses pinjaman yang mudah sekaligus melakukan pengelolaan dengan bijak.

Pengajuan pinjaman di BRImo bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja (24/7), prosesnya dilakukan secara digital dengan cepat hanya sekitar 15 menit saja, bunga yang ditawarkan pun kompetitif.

Tak hanya sebatas itu, inovasi juga terus dihadirkan oleh BRI lewat program edukasi masyarakat yang mengingatkan pentingnya pengelolaan keuangan dengan baik.

“Tentu saja, BRI senantiasa memberikan literasi keuangan ke beragam segmen khususnya nasabah BRI mulai dari anak muda yang masih sekolah sampai dengan nasabah yang sudah pensiun. BRI juga rutin berkeliling universitas dalam rangka meningkatkan pemahaman anak muda dalam cara mengelola keuangan khususnya dalam memilih instrumen investasi dan menghindari pinjaman online,” pungkas Handayani.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya