Liputan6.com, Jakarta Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Core Indonesia Mohammad Faisal membandingkan kebijakan ekonomi Donald Trump dan Joe Biden dampaknya terhadap perdagangan global.
Faisal mengatakan kebijakan ekonomi yang diambil oleh Presiden AS Donald Trump dan Joe Biden telah memiliki dampak yang signifikan terhadap perdagangan global. Hal itu ditunjukkan dengan perkembangan ekspor dan impor disaat mereka berdua menjabat sebagai Presiden AS.
Advertisement
Jika dilihat data ekspor dan impor, periode kepresidenan Biden menunjukkan kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan masa Trump pertama. Hal ini tercermin dari nilai ekspor dan impor yang lebih tinggi pada masa pemerintahan Biden, dengan pertumbuhan perdagangan global yang juga lebih tinggi.
"Kita bisa melihat bahwa nilai ekspor dan juga nilai impor pada masa Biden yang warna biru itu lebih tinggi. Signifikannya lebih tinggi dibandingkan pada era Trump yang pertama dulu. Begitu juga kalau kita lihat dari sisi pertumbuhan perdagangan global ya, pada masa Biden jauh lebih tinggi dibandingkan dengan masa Trump," kata Faisal dalam Gambir Trade Talk, di Jakarta, Selasa (19/11/2024).
Bahkan kata Faisal, pada masa Biden, pertumbuhan ekspor AS bahkan dua kali lipat lebih besar dibandingkan dengan periode pertama Trump. Di sisi lain, ada potensi dampak negatif terhadap perekonomian global yang perlu diwaspadai, terutama jika Trump kembali menerapkan kebijakan-kebijakan proteksionisnya jika terpilih kembali. Kebijakan-kebijakan ini bisa memperlambat pertumbuhan perdagangan global.
"Nah ini kurang lebih potensi dampaknya terhadap perekonomian global yang memang perlu diantisipasi, ada potensi perlambatan pertumbuhan global setelah nanti Trump mengenakan kebijakan-kebijakannya ketika sudah official nanti menjadi presiden," katanya.
Faisal bercerita, jika menengok ke belakang, pada awal masa kepresidenannya, Trump memfokuskan kebijakan ekonominya pada China, dengan tujuan mengurangi defisit perdagangan Amerika Serikatterhadap negara tersebut yang terus meningkat. Namun, setelah masa jabatan pertama Trump berakhir, kebijakan ini mulai mengalami perubahan.
Defisit Perdagangan AS
Defisit perdagangan AS terhadap China mulai menyempit, sementara defisit dengan negara-negara mitra AS seperti Meksiko, Vietnam, dan Kanada justru meningkat tajam.
"Nah tapi setelah itu, setelah Trump tidak terpilih lagi, atau setelah kita bisa melihat di sini 2018, sudah mulai ada perubahan. Jadi defisit Amerika terhadap China itu sudah mulai berubah arahnya. Bahkan di 2023 ini kembali menyempit," ujarnya.
Adapun strategi yang diterapkan Biden dalam bentuk 'friend-sharing' juga berkontribusi pada pergeseran ini. Di era Biden, impor terbesar AS tidak lagi didominasi oleh China, melainkan oleh Meksiko, yang menjadi negara penyumbang defisit terbesar, diikuti oleh China di urutan kedua.
Advertisement
Kebijakan Trump
Lebih lanjut, Faisal menyampaikan salah satu ciri khas kebijakan Trump adalah ketidakpastian ekonomi yang ditimbulkannya. Meskipun arah kebijakan Trump jelas, dampak dari kebijakan tersebut, baik dari sisi waktu implementasi maupun besarnya dampak terhadap ekonomi global, masih penuh ketidakpastian.
"Nah, kalau kita melihat tadi kebijakan secara umum, Trump ini sepertinya mendorong ketidakpastian ekonomi. Arah kebijakannya sebetulnya jelas. Yang tidak pasti itu adalah bagaimana dampaknya nanti ketika sudah benar-benar diterapkan. Dampak dari sisi kapan waktunya dan dampak dari sisi magnitude-nya. Nah, ini yang perlu diantisipasi," ujarnya.
Kendati demikian, satu hal yang jelas adalah kebijakan Trump cenderung lebih mengutamakan kepentingan domestik AS, dengan mengurangi intervensi dalam konflik geopolitik global. Seperti yang ia nyatakan dalam kampanye, Trump lebih mengutamakan "America First".