Liputan6.com, Jakarta - Goldman Sachs memprediksi indeks S&P 500 bakal sentuh 6.500 pada akhir 2025. Prediksi Goldman Sachs ini ikuti jejak Morgan Stanley. Sentimen itu didorong pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan laba perusahaan.
Mengutip Yahoo Finance, Rabu (20/11/2024), target Goldman Sachs itu menyiratkan kenaikan 10,3 persen dari penutupan terakhir di posisi 5.893,62.
Advertisement
Pada Senin, 18 November 2024, Morgan Stanley juga perkirakan indeks acuan akan mencapai 6.500 pada akhir tahun depan. Diperkirakan di tengah pertumbuhan indeks acuan ini, laba perusahaan di Amerika Serikat akan terus berlanjut pada 2025. Hal ini seiring bank sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed) memangkas suku bunga tahun depan dan indikator siklus bisnis semakin baik.
Goldman Sachs mengatakan, saham Amazon, Apple, Alphabet, Meta Platforms, Microsoft, Nvidia dan Tesla akan mengungguli 493 perusahaan lainnya pada 2025.
Namun, saham Magnificent 7 hanya akan ungguli sekitar 7 persen, margin paling tipis dalam tujuh tahun, demikian disebutkan Goldman dalam catatannya.
Goldman memperkirakan laba perusahaan tumbuh 11% dan pertumbuhan produk domestik bruto riil AS sebesar 2,5% pada 2025.
Goldman Sachs memperingatkan risiko tetap tinggi untuk pasar ekuitas AS yang lebih luas menjelang tahun 2025, karena potensi ancaman dari tarif dan imbal hasil obligasi yang lebih tinggi.
"Di sisi lain distribusi, campuran kebijakan fiskal yang lebih bersahabat atau Fed yang lebih dovish menghadirkan risiko kenaikan," tambah Goldman.
Kemenangan Donald Trump dalam pemilihan Presiden AS awal bulan ini telah memperjelas janji kampanyenya untuk menurunkan pajak dan mengenakan tarif yang lebih tinggi, langkah-langkah yang diharapkan dapat memacu inflasi dan mengurangi ruang lingkup Fed untuk melonggarkan suku bunga.
Perusahaan pialang tersebut juga memproyeksikan laba per saham perusahaan S&P 500 sebesar USD 268 pada 2025.
Wall Street Terbakar, Dow Jones Ditutup Anjlok 300 Poin
Sebelumnya, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street anjlok pada penutupan perdagangan pada Jumat dan gagal melanjutkan reli panjang pascapemilu. Selain itu, anjloknya Wall Street ini juga karena kekhawatiran investor akan arah suku bunga.
Mengutip CNBC, Sabtu (16/11/2024), indeks saham acuan Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 305,87 poin atau 0,70% dan ditutup pada 43.444,99. Indeks S&P 500 turun 1,32% dan ditutup pada 5.870,62. Sementara indeks Nasdaq Composite turun 2,24% menjadi 18.680,12.
Penurunan saham farmasi membebani Dow Jones dan &P 500 dengan saham Amgenturun sekitar 4,2% dan Moderna turun 7,3%.
Penurunan saham perusahaan-perusahaan farmasi ini terjadi usai Presiden terpilih Donald Trump mengatakan pada hari Kamis bahwa ia berencana untuk mencalonkan sosok yang skeptis terhadap vaksin yaitu Robert F Kennedy Jr untuk memimpin Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS.
ETF SPDR S&P Biotech (XBI) juga anjlok lebih dari 5% dan mencatat minggu terburuk sejak 2020.
Saham Teknologi
Sektor teknologi informasi S&P 500 merupakan sektor dengan kinerja terburuk di pasar, turun lebih dari 2%, karena Nvidia, Meta Platforms, Alphabet, dan Microsoft anjlok.
Tesla merupakan pengecualian langka di antara rekan-rekannya di "Magnificent Seven", karena saham raksasa kendaraan listrik dan yang disebut "Trump Trade" naik 3%.
"Meskipun kami pikir latar belakang makro masih menjadi pertanda baik bagi aset berisiko, dalam waktu dekat kita harus mengharapkan beberapa volatilitas mikro, terutama di sekitar potensi pergeseran kebijakan di bawah pemerintahan baru," kata analis BlackRock, Kristy Akullian.
"Kami memperkirakan pasar saham AS akan terus bergerak naik, tetapi jangan berharap kenaikan itu terjadi dalam garis lurus." tambah dia.
Advertisement
Kata Petinggi the Fed
Pelaku pasar juga bergulat dengan komentar terbaru dari Ketua Federal Reserve Jerome Powell, yang mengatakan pada hari Kamis bahwa bank sentral tidak terburu-buru untuk memangkas suku bunga.
Ia mencatat bahwa pertumbuhan ekonomi yang kuat akan memungkinkan para pembuat kebijakan untuk mengambil waktu saat mereka memutuskan sejauh mana mereka menurunkan suku bunga.
Presiden Fed Boston Susan Collins membawa sentimen hati-hati lebih jauh, mengatakan kepada The Wall Street Journal bahwa pemangkasan suku bunga bulan depan bukanlah suatu kepastian.
Data penjualan ritel Oktober pada hari Jumat menunjukkan peningkatan sebesar 0,4%, sedikit lebih baik dari perkiraan 0,3% dari para ekonom yang disurvei oleh Dow Jones. Temuan itu mengikuti laporan inflasi konsumen Oktober yang sejalan dengan proyeksi para ekonom.