Liputan6.com, Jakarta - Pada 22 November 1990, perdana menteri wanita pertama dalam sejarah Inggris, Margaret Thatcher, mengumumkan pengunduran dirinya setelah 11 tahun menduduki jabatan tertinggi di Inggris.
Dilansir dari History.com pada Jumat (21/11/2024), wanita ini terlahir di Grantham, Inggris, pada tahun 1925, dengan nama panjang Margaret Hilda Roberts. Pada tahun 1959, setelah menikah dengan pengusaha Denis Thatcher dan dikaruniai anak kembar, ia terpilih menjadi anggota Parlemen sebagai anggota Konservatif untuk Finchley, sebuah distrik di London utara.
Advertisement
Selama tahun 1960-an, ia naik dengan cepat di jajaran Partai Konservatif dan pada tahun 1967, ia bergabung dengan kabinet bayangan yang beroposisi dengan kabinet Partai Buruh yang berkuasa di bawah pimpinan Harold Wilson.
Dengan kemenangan Partai Konservatif di bawah kepemimpinan Edward Heath pada tahun 1970, Thatcher menjadi menteri negara untuk pendidikan dan ilmu pengetahuan.
Pada tahun 1974, Partai Buruh kembali berkuasa, dan Thatcher menjabat sebagai kanselir bayangan sebelum menggantikan Edward Heath sebagai pemimpin Partai Konservatif pada bulan Februari 1975. Dia adalah wanita pertama yang memimpin Partai Konservatif.
Di bawah kepemimpinannya, politik Partai Konservatif bergeser lebih jauh ke kanan, menyerukan privatisasi industri dan utilitas nasional dan menjanjikan pertahanan yang tegas terhadap kepentingan Inggris di luar negeri.
Dia juga mengkritik tajam Perdana Menteri James Callaghan yang tidak efektif dalam menangani pemogokan buruh yang kacau pada tahun 1978 dan 1979.
Pada bulan Maret 1979, Callaghan dikalahkan oleh mosi tidak percaya, dan pada tanggal 3 Mei, pemilihan umum memberi Partai Konservatif Thatcher mayoritas 44 kursi di Parlemen.
Setelah dilantik keesokan harinya, Perdana Menteri Thatcher segera mulai membongkar sosialisme di Inggris. Dia memprivatisasi banyak industri, mengurangi pengeluaran pemerintah, dan secara bertahap mengurangi hak-hak serikat pekerja.
Pada tahun 1983, meskipun pengangguran mencapai angka terburuk selama setengah dekade, Thatcher terpilih kembali untuk masa jabatan kedua, sebagian besar berkat kemenangan Inggris dalam Perang Falklands 1982 dengan Argentina.
Dalam urusan luar negeri lainnya, “Wanita Besi” ini memimpin pendirian Zimbabwe (sebelumnya Rhodesia) yang merdeka pada tahun 1980 dan mengambil sikap keras terhadap separatis Irlandia di Irlandia Utara. Pada bulan Oktober 1984, sebuah bom milik Tentara Republik Irlandia (IRA) meledak di konferensi Partai Konservatif di Brighton. Namun, sang Perdana Menteri lolos dari bahaya.
Pada tahun 1987, peningkatan ekonomi membuat Thatcher terpilih untuk masa jabatan ketiga, tetapi ia segera dikucilkan oleh beberapa anggota partainya sendiri karena kebijakan poll-tax miliknya dan penentangannya terhadap integrasi Inggris secara lebih lanjut ke dalam komunitas Eropa.
Pada bulan November 1990, ia gagal mendapatkan suara mayoritas dalam pemungutan suara tahunan Partai Konservatif untuk memilih pemimpin. Dia mundur dari pencalonannya, dan Kanselir Keuangan Negara sejak 1989, John Major, terpilih sebagai pemimpin Konservatif.
Pada 22 November, Thatcher mengumumkan pengunduran dirinya dan enam hari kemudian digantikan oleh Major. Tiga masa jabatan berturut-turut Thatcher merupakan masa jabatan terpanjang bagi seorang perdana menteri Inggris sejak tahun 1827. Pada tahun 1992, ia diangkat menjadi baroness dan duduk di House of Lords atau Dewan Bangsawan Britania Raya.
Pada tahun 2011, mantan perdana menteri ini menjadi subjek film biografi yang kontroversial dan memenangkan penghargaan, “The Iron Lady,” yang menceritakan kebangkitan dan kejatuhan politik Thatcher. Margaret Thatcher meninggal pada tanggal 8 April 2013, di usia 87 tahun, setelah terkena serangan stroke.