Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) berkolaborasi dengan Perum Perumnas untuk tidak lanjut program 3 juta rumah.
Wakil Menteri PKP Fahri Hamzah mengatakan, dalam pembangunan dan penyediaan rumah rakyat diperlukan analisis lokasi yang cukup. Sehingga rumah yang sudah dibangun dipastikan terhuni.
Advertisement
"Tempatnya di mana, siapa yang paling cocok tinggal di situ, jika menjadi milik berarti konsepnya berbeda, sehingga perlu analisis untuk pengambilan keputusan. Karena di satu sisi ada banyak orang yang tidak memiliki rumah atau tidak layak, sedangkan terdapat rumah layak dengan lokasi yang bagus tapi tidak dihuni," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (20/11/2024).
Sebagai tidak lanjut, Kementerian PKP juga membahas alternatif groundbreaking dan peresmian Program 100 Hari. Rencananya dalam kurun waktu dua bulan ke depan terdapat 12 peresmian perumahan.
Rencana peresmian tersebut terbagi menjadi 6 peresmian di Desember 2024 yang berlokasi di Medan, Jakarta, Bogor, Palembang, Bandung, dan Tangerang Selatan. Lanjut 6 peresmian di Januari 2025 yang berlokasi di Jakarta, Medan, Palembang, Bogor, Karawang dan Depok.
"Lokasi-lokasi peresmian tersebut terdiri Kawasan Orientasi Transit (TOD), Perumahan Skala Besar, Hunian Berimbang, Urban Renewal, Hunian Transmigran, Green Housing serta Rent to Own," terang Fahri Hamzah.
Terkait ketersediaan lahan serta rumah siap huni, Dirut Perumnas Budi Saddewa Soediro menyampaikan, saat ini Perumnas memiliki sekitar 7.063 unit rumah siap huni yang tersebar di pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan NTT.
Selain itu, terdapat lahan yang siap dikerjasamakan (quick win) dengan total luas sekitar 344 Ha yang tersebar di 33 lokasi.
"Pada prinsipnya, Perumnas siap apapun yang tugaskan pada pemerintah" ujar Direktur Utama Perumnas dalam menanggapi tantangan program 3 Juta Rumah," kata Budi.
Anggaran Kementerian PU 2025 Bakal Dipangkas untuk Bangun Rumah
Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo melakukan pertemuan dengan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara di Kantor Kementerian PU, Jakarta, Senin (18/11/2024). Salah satu poin utama pembahasan terkait alokasi anggaran 2025.
Seperti diketahui, Kementerian PU mengantongi anggaran 2025 sebesar Rp 116,23 triliun saat masih berstatus sebagai Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Namun, alokasinya harus dibagi dengan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), yang juga instansi pecahan dari Kementerian PUPR.
"Jadi anggaran itu masih tetap sama dengan ketetapan yang sudah ada kemarin. PUPR Rp 116 (triliun), tapi kan dibagi jadi dua, PU dan PR. Tetap masih (sama), angkanya enggak berubah," kata Wakil Menteri PU Diana Kusumastuti seusai pertemuan dengan Wamenkeu dan jajarannya, Senin (18/11/2024).
Alokasi Anggaran
Adapun secara alokasi, Kementerian PKP mendapat jatah Rp Rp 5,078 triliun di 2025. Besaran pagu tersebut sempat dipertanyakan oleh Menteri PKP, Maruarar Sirait. Lantaran terlalu minim untuk bisa mendukung program 3 juta rumah.
Maruarar lantas meminta tambahan dana sebesar Rp 48,4 triliun. Merespons itu, Diana mempersilakan Kementerian PKP usul tambahan anggaran langsung kepada Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati.
"Kalau anggaran yang kemarin untuk Perumahan kan cuman Rp 5 triliun. Sisanya nanti minta sendiri. Proses, usulan mulai tanggal 2 Januari (2025), bukan sekarang," ujar Diana.
Advertisement
Sempat Dipertanyakan
Sebelumnya, Maruarar sempat mempertanyakan alokasi anggaran Kementerian PKP 2025 yang hanya sekitar Rp 5,1 triliun. Padahal, kebutuhan dana pembangunan rumah mencapai Rp 53,6 triliun.
"Saat ini jumlah anggaran yang tersedia untuk 2025 hanya Rp 5,1 Triliun. Sedangkan berdasarkan usulan Satgas Perumahan kebutuhan dana pembangunan rumah Rp 53,6 Triliun, sehingga ada kebutuhan tambahan anggaran sekitar Rp 48,4 triliun," ucap Maruarar Sirait, usai kunjungan ke Kementerian Keuangan beberapa waktu lalu.
"Kami berharap dukungan Kemenkeu dalam penganggaran Kementerian PKP," sambung pria yang akrab disapa Ara tersebut.
Ara menyatakan, Kementerian PKP juga akan mendorong skema pembiayaan perumahan yang mudah diakses oleh masyarakat. Dalam hal ini, koordinasi dengan sejumlah bank penyalur subsidi perumahan juga akan terus ditingkatkan. Sehingga target dan jumlah rumah bersubsidi bisa lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya.
Dia juga telah merencanakan peningkatan target dan perubahan proporsi dukungan pembiayaan perumahan. Hal itu diperlukan agar pembiayaan perumahan tidak selalu mengandalkan anggaran APBN tapi juga dari pendanaan perbankan.
"Kami menargetkan rumah subsidi dari sebelumnya 220.000 menjadi 800.000. Selain itu juga mendorong pendanaan KPR FLPP dan SBUM serta perubahan proporsi APBN dan Bank yang sebelumnya 75 : 50 menjadi 50:50. Sehingga akan menjangkau lebih banyak masyarakat untuk mengakses rumah subsidi," tutur Ara.