Liputan6.com, Jakarta Duduk bersila di tengah dipan, seorang lelaki tua memancarkan kebahagiaan dari wajahnya. Matanya berbinar penuh semangat, sementara senyum lebar terus menghiasi wajahnya, menarik kulit kendur dan keriput yang merata di di sepanjang pipinya.
Namanya Pekak Widnyana, begitu orang-orang memanggilnya. Selama lebih dari setengah abad, ia telah menjalani kerasnya kehidupan di dunia ini. Hari-harinya dipenuhi perjuangan tanpa henti, meskipun tubuhnya tak lagi sekuat dulu. Namun, siang itu menjadi momen istimewa bagi I Ketut Widnyana—nama lengkapnya.
Advertisement
Kakek asal Gianyar, Bali ini kini dipenuhi motivasi tinggi untuk pulih dari penyakit yang telah lama membebani tubuhnya. Kondisinya perlahan membaik, setelah rutin menjalani pengobatan. Senyum yang terukir di wajahnya merupakan simbol harapan dan kebahagiaan yang baru ditemukan.
Semua itu bisa terjadi berkat Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Widnyana salah satu pesertanya. Ia hanya berbekal JKN yang menurutnya telah banyak membantu pembiayaan pengobatannya hingga ia merasakan kondisi yang stabil seperti saat ini.
"Jika tidak ada JKN ini, dapat dipastikan saya tidak akan bisa menjalani pengobatan, saya tidak memiliki biaya untuk membayarnya sendiri, apalagi saya menderita banyak penyakit yang mengharuskan saya rutin berobat, bahkan diantaranya saya juga menjalani rawat inap," ungkap Widnyana.
Faktor usia menyebabkan terjadi komplikasi penyakit yang menggerogoti tubuhnya. Kini ia juga menderita gangguan mata, saraf dan yang baru-baru ini menyebabkan ia sampai rawat inap adalah infeksi paru-paru. Kakek yang dulunya berprofesi sebagai pematung itu tak risau saat dihadapi masalah penyakitnya. Ia justru dapat fokus menjalani pengobatan karena mempercayakan petugas medis yang merawatnya, serta JKN sebagai penjaminnya.
Selama menjalani pengobatan ia merasakan hal-hal sangat positif. Mulai dari kemudian pengurusan administrasi kepesertaan JKN, penanganan medis, baik yang rawat jalan maupun rawat inap. Layanan dari petugas medis pun sangat sigap, sehingga ia tidak pernah menunggu lama. Hal terakhir yang sangat membuatnya tenang adalah tidak pernah ada biaya tambahan yang harus dikeluarkan ketika selesai mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan. Pengobatan tersebut juga memberikannya kekuatan untuk dapat sembuh sampai saat ini.
"Saya menyaksikan sendiri prosesnya sangat cepat sepanjang berobat pakai JKN ini. Bahkan sebagai lansia saya mendapatkan prioritas didahului ketika berobat," tuturnya.
Di usia yang sudah semakin bertambah, memiliki jaminan kesehatan dirasa sangat penting untuk melindungi tubuh dari penyakit. Selain Widnyana, hal itu juga yang dirasakan Sri Megawati.
Sri Megawati, Lansia dari Kota Langsa
Memasuki usia ke-62, warga Desa Timbang Langsa, Kota Langsa, Sri Megawati mengaku usia senja membuatnya harus sering ke dokter untuk kontrol kesehatan. Sri yang terdaftar sebagai peserta JKN pada segmen Penerima Bantuan Iuran (PBI) bayarkan Pemerintah Aceh, kini menderita penyakit Herniasi Nucleus Pulposus (HNP).
"Syukurlah saya terdaftar di Program JKN, saya tidak tahu pasti penyebab kenapa bisa menderita saraf kejepit karena penyakitnya datang secara tiba-tiba. Mungkin saja faktor usia saya yang sudah lanjut juga, soalnya saya menjalani aktivitas seperti biasa tanpa ada kendala di rumah," ujar Sri.
Sri mengaku pengobatannya dapat terlewati dengan baik, selama menjalani pengobatan ia terus berkonsultasi dengan dokter saraf dan mendapat obat-obatan secara gratis. Dirinya tidak khawatir mengenai masalah biaya, sebab seluruh biaya pengobatannya ditanggung penuh BPJS Kesehatan selaku pengelola Program JKN.
Pasangan Manula Ruslan dan Siti dari Bima
Pengalaman serupa juga dirasakan pasangan manula suami-istri, Ruslan (58) dan Siti (52). Keduanya peserta JKN yang terdaftar sebagai segmen Pekerja Penerima Upah (PPU). Ruslan berasal dari Desa Tangga, Kecamatan Monta, Kabupaten Bima.
Pasangan ini sangat bersyukur menjadi peserta JKN, karena semua biaya pengobatan, termasuk obat-obatan, ditanggung sepenuhnya. Proses administrasi yang cepat dan mudah juga membuatnya merasa sangat terbantu.
"Program JKN benar-benar meringankan beban saya dan istri saya. Bayangkan saja, kalau saya harus bayar semua biaya pengobatan sendiri, pasti kami akan kesulitan," ujar Ruslan.
Dengan adanya Program JKN, semua manfaat layanan kesehatan dapat diperoleh dengan baik, mudah, cepat dan bisa dijangkau oleh semua orang, termasuk lansia.
Satu Dekade Perjalanan Membangun Indonesia Sehat
Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola BPJS Kesehatan telah menjadi salah satu kebijakan paling signifikan dalam sektor kesehatan di Indonesia. Tercatat, sejumlah pencapaian penting selama 10 tahun penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Mengutip data BPJS kesehatan, Per 1 September 2024, lebih dari 277 juta jiwa atau 98,67 persen penduduk Indonesia telah terdaftar sebagai peserta JKN. Capaian ini sekaligus mengukuhkan Indonesia sebagai negara dengan cakupan Universal Health Coverage (UHC) tercepat di dunia, dalam satu dekade. Jika dibandingkan dengan capaian UHC di negara lain, seperti Korea Selatan, memerlukan 12 tahun untuk mencapainya.
Dalam upaya menjaga keberlanjutan Program JKN, BPJS Kesehatan terus memperkuat kemitraan dengan 23.294 fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dan 3.140 fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut (FKRTL). BPJS Kesehatan juga memperluas layanan kesehatan di Daerah Belum Tersedia Fasilitas Kesehatan Memenuhi Syarat (DBTFMS) di wilayah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar.
"Pada 2014, tercatat 92,3 juta pemanfaatan per tahun, dan pada 2023 jumlahnya meningkat menjadi 606,7 juta pemanfaatan per tahun, atau sekitar 1,7 juta pemanfaatan setiap hari. Hal ini membuktikan masyarakat semakin memanfaatkan akses kesehatan yang disediakan oleh JKN," ujar Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti.
Keberhasilan Program JKN menarik minat banyak negara untuk mempelajari sistem penyelenggaraan Program JKN. Negara-negara seperti Inggris, Korea Selatan, dan Malaysia. Tak hanya itu, organisasi internasional seperti World Bank, Joint Learning Network (JLN), dan International Social Security Association (ISSA) telah menjadikan BPJS Kesehatan sebagai model dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan di kancah global.
Pada Maret 2024, ISSA bahkan menggelar The 17th ISSA International Conference on ICT in Social Security di Bali, dengan BPJS Kesehatan sebagai tuan rumah. Dari data pencapaian tersebut, tak dipungkiri jaminan kesehatan masyarakat sejak zaman Presiden Jokowi telah banyak membantu warga tidak mampu.
Bahkan negara-negara besar lainnya sudah mengakui keunggulan tersebut. Dan kini pemerintahan Prabowo akan melanjutkan dengan jangkauan lebih luas berupa Kartu Indonesia Sehat Lansia.
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi menyatakan bahwa capaian Universal Health Coverage (UHC) melalui Program JKN di Indonesia ini terbilang sangat cepat dibandingkan dengan negara maju sekali pun.
Menyambut pemerintahan baru, dirinya mengatakan Program JKN akan tetap menjadi prioritas, lalu diperbaiki serta disempurnakan agar penerima manfaat tetap sasaran dan memperluas jangkauan.
"Kesehatan adalah hak setiap warga negara, dan pastinya pemerintahan baru nantinya berkomitmen untuk terus meneruskan Program JKN sebagai salah satu program strategis negara. Kami juga mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk senantiasa mendukung dan menyukseskan penyelenggaraan Program JKN," ucap Hasan.
Menyoal KIS Lansia, Dirjen Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata menilai program KIS saat ini sudah cukup membantu masyarakat. Apabila ada sebagian keluarga yang belum terbantu, maka perbaikan pendataan perlu dilakukan.
Isa menjelaskan, para lansia dari keluarga tidak mampu sudah masuk dalam data program keluarga harapan (PKH) atau data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) Kementerian Sosial (Kemensos). Sehingga, mereka sudah otomatis terdaftar sebagai penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan.
Advertisement
Prabowo-Gibran Lanjutkan Program Bansos untuk Lansia dan Penerima PKH
Tak hanya untuk kesehatan khusus lansia, pemerintahan Prabowo-Gibran juga melanjutkan program bantuan sosial (bansos) milik Presiden ketujuh Joko Widodo (Jokowi), bahkan mereka mengeluarkan program sosial khusus lansia.
Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan, Budiman Sudjatmiko memastikan, beberapa bansos tetap akan berlanjut dan cair pada November 2024, salah satunya adalah Program Keluarga Harapan (PKH).
Pada skema itu, setiap penerima PKH yang masuk kategori ibu hamil, ibu dengan anak bayi, anak sekolah, penyandang disabilitas, dan lansia akan mendapatkan dana bansos. Dalam PKH terdapat beberapa kelompok masyarakat yang diberi bantuan sebagai bagian dari perlindungan dan jaminan sosial. Untuk ibu hamil dan bayi usia 0-11 bulan, diberikan Rp750.000 per 3 bulan atau Rp3 juta dalam setahun.
Kemudian diberikan bansos berupa uang tunai kepada masing-masing anak sesuai jenjang pendidikan. Untuk SD diberikan Rp225.000 per 3 bulan, SMP diberikan Rp375.000 per 3 bulan dan SMA Rp500.000 per 3 bulan. Tidak hanya itu, jika di dalam keluarga ada seorang disabilitas dan lansia diberikan masing-masing Rp600.000 per 3 bulan untuk pemeriksaan kesehatan.
"Jika ada keluarga yang disabilitas, berarti dalam keluarga itu mendapatkan Rp600 ribu per 3 bulan, lansia dalam keluarga Rp600 ribu per 3 bulan untuk keperluan pemeriksaaan kesehatan dan lain sebagainya," beber Menteri Sosial Saifullah Yusuf.
PKH adalah program pemberian bantuan tunai bersyarat yang diberikan kepada keluarga penerima manfaat (KPM) dengan tujuan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Program ini menyasar 10 juta kartu keluarga (KK) di seluruh Indonesia, yang didampingi 34.000 pendamping. Pencairan PKH berlangsung selama 4 tahap dalam satu tahun. Sesuai jadwal, pencairan PKH tahap keempat akan cair pada November 2024. Artinya, bagi KPM yang belum menerima PKH pada bulan Oktober, kemungkinan akan mendapatkannya pada November atau Desember.
(*)