BI Tahan Suku Bunga di November 2024, Dana Asing Bakal Kabur?

BI rate di 6% ini tidak lantas menimbulkan shock capital flows yang lebih besar sehingga menimbulkan pressure yang lebih besar pula kepada nilai tukar rupiah.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 21 Nov 2024, 06:00 WIB
Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro dalam Mandiri Macro and Market Brief Road to Mandiri Investment Forum 2025 di Jakarta, Rabu (20/11/2024). (Pipit/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 19-20 November memutuskan untuk mempertahankan BI rate sebesar 6 persen, Deposit Facility tetap 5,25%, dan suku bunga Lending Facility tetap 6,75%. Keputusan ini konsisten dengan arah kebijakan moneter untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi pada sasaran 2,5±1% pada tahun 2024 dan 2025 serta untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro memandang keputusan tersebut sangat positif. Pertama, yakni lantaran adanya faktor uncertainty terkait arah inflasi terutama di Amerika Serikat yang semakin tidak menentu dengan terpilihnya Presiden Donald Trump.

Sebelum terpilihnya Presiden Donald Trump, Andry menyebut risikonya hanya dari sisi decoupling antara performa di sektor jasa dan industri manufaktur.

"Jadi biasanya kalau sektor jasanya menguat, kemudian ada ekspektasi, angka inflasinya juga akan relatif meningkat, dan sebaliknya. Kalau sekarang bertambah lagi dengan berbagai kebijakan, kenaikan tarif, produk-produk import dari China misalnya, tentu saja akan bisa membawa arah inflasi Amerika Serikat relatif lebih tinggi dibanding target yang sudah ditetapkan oleh The Fed," kata Andry dalam Mandiri Macro and Market Brief Road to Mandiri Investment Forum 2025 di Jakarta, dikutip Kamis (21/11/2024).

Selanjutnya, Andy mencermati ketidakpastian atau uncertainty itu menular ke nilai tukar global. Dengan perkembangan inflasi di Amerika Serikat yang masih agak tinggi, ada ekspektasi suku bunga acuan tidak dipangkas lebih agresif. "Ini kemudian membalikkan aliran modal dari emerging market kembali ke Amerika Serikat dan beberapa negara yang di advanced countries," imbuh Andry.

Selanjutnya adalah terkait dengan balancing. Di mana BI rate di 6% ini tidak lantas menimbulkan shock capital flows yang lebih besar sehingga menimbulkan pressure yang lebih besar pula kepada nilai tukar rupiah dan pada akhirnya akan berdampak kepada inflasi.

Walaupun memang proyeksi Bank Mandiri mungkin angka inflasi dalam negeri bisa berada di bawah 2,4% pada 2024.

"Tapi overall memang kita masih melihat ada ruang pemangkasan suku bunga acuan harusnya kalau memang awan kelabunya dari uncertainty policy tadi sudah mulai hilang. Nah kapan itu? Bayangan saya mungkin kalau policy-nya ini mungkin 1-2 bulan ini akan keluar satu persatu sambil menunggu dilantiknya Presiden Donald Trump," ulas Andry.


BI Tahan Suku Bunga 6% di November 2024

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dan Dewan Gubernur BI dalam konferensi pers RDG Oktober 2024, di Gedung BI, Jakarta, Rabu (20/11 /2024). (Tira/Liputan6.com)

Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuannya (BI rate) 6,00%, suku bunga Deposit Facility  5,25%, dan suku bunga Lending Facility  6,75% pada November 2024.

"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 19-20 November memutuskan untuk mempertahankan BI rate sebesar 6 persen, Deposit Facility  tetap 5,25%, dan suku bunga Lending Facility tetap 6,75%," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers RDG Oktober 2024, di Gedung BI, Jakarta, Rabu (20/11 /2024).

Keputusan ini konsisten dengan arah kebijakan moneter untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi pada sasaran 2,5±1% pada tahun 2024 dan 2025 serta untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

Perry menegaskan, fokus kebijakan moneter dalam jangka pendek ini diarahkan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak meningkatnya ketidakpasian pasar keuangan global dan perkembangan politik di Amerika Serikat.

"Ke depan Bank Indonesia terus mencermati ruang penurunan suku bunga kebijakan dengan tetap memperhatikan prospek inflasi, nilai tukar rupiah, dan pertumbuhan ekonomi," ujarnya.

 


Kebijakan Makroprudensial

Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia, Rabu, 20 November 2024. (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)

Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran juga terus diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor prioritas pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja, termasuk UMKM dan ekonomi hijau, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.

Dengan demikian, kebijakan sistem pembayaran diarahkan juga untuk turut mendorong pertumbuhan, khususnya sektor perdagangan baik besar maupun ritel maupun UMKM, memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran, serta memperluas akseptasi digitalisasi sistem pembayaran.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya