Liputan6.com, Surabaya - Direktur Penghimpunan Dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Normansyah Hidayat Syahruddin angkat bicara soal pernyataan resmi Ombudsman yang menyebut tata kelola kelapa sawit di Indonesia buruk.
Normansyah mengungkapkan, pihaknya melihat industri kelapa sawit ini secara keseluruhan dari hulu ke hilir dan tata kelolanya menurut Ombudsman perlu diperbaiki.
Advertisement
"Ini yang perlu mungkin nanti akan kita koordinasikan dengan steakholder karena tata kelola dalam kelapa sawit itu banyak sekali yang terlibat," ujarnya usai acara sosialisasi pelaksanaan eksportasi dan pungutan ekspor kelapa sawit, CPO dan produk turunannya di Surabaya, Kamis (21/11/2024).
"Ada Kementerian Pertanian, Perdagangan, Perindustrian dan sebagainya. Potensi itu akan kami coba perbaiki tata kelolanya," imbuh Normansyah.
Normansyah mengatakan, pihaknya berada di sisi pembiayaan namun pihaknya juga terus berkoordinasi dengan Ditjen Perkebunan untuk terus dapat menyampaikan rekomendasi teknisnya.
"Karena sebenarnya potensi sangat besar hanya sajamungkin ditangkap oleh Ombudsman dari sisi teman-teman petani belum melengkapi data dan sebagainya," ucapnya.
"Kemudian itu yang memperlambat proses realisasi penyaluran dana. Tapi memang dengan adanya penambahan dana tersebut kita harapkan ke depannya akan bisa terealisasi dengan baik lagi," ucapnya.
Selain tata kelola sawit, lanjut Normansyah, pihaknya mensosialisasikan tentang pungutan ekspor kelapa sawit dan produk turunannya.
"Sosialisasi ini untuk memfasilitasi teman-teman eksportir dan juga teman-teman bea cukai untuk mengetahui mekanisme terkait dengan pungutan ekspor dan juga tata cara untuk pelaksanaan ekspor dari kelapa sawit itu sendiri," ujarnya.
Normansyah menyebut, pihaknya melakukan kegiatan ini dalam rangkah mensosialisasikan berbagai peraturan yang saat ini sudah ditentukan oleh pemerintah baik dari Kementerian Perdagangan, Perindustrian.
"Serta, PMK 62 terkait pungutan ini dan juga tentunya dari kami juga, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS)," ucapnya.
Ada Perubahan
Normansyah menyampaikan, pihaknya dan Kementerian terkait juga telah menerbitkan satu aturan tahun 2024, untuk menjelaskan bagaimana aturan pungutan ekspor untuk produk kelapa sawit tersebut.
"Sehingga teman-teman dari eksportir dan juga bea cukai paham eplementasi di lapangannya," ujarnya.
Normansyah berharap, acara ini bisa menjadi ranah teman-teman ataupun jalan bagi teman-teman eksportir untuk dapat memahami secara utuh peraturan tersebut.
"Sehingga tidak terjadi kesalahan di lapangannya," ucapnya.
Diketahui, Pemerintah melalui BPDPKS telah menyesuaikan proses bisnis mengenai pengenaan pungutan ekspor dan peningkatan pelayanan sesuai Peraturan Direktur Utama BPDPKS Nomor : 3 Tahun 2024 tentangTata Cara Pengenaan Pungutan Atas Ekspor Kelapa Sawit, Crude Palm Oil dan/Atau Produk Turunannya.
Penyesuaian proses bisnis dan peningkatan pelayanan tersebut merupakan upaya BPDPKS untuk meningkatkan pelayanan dan daya saing produk kelapa sawit indonesia.
Sesuai Peraturan Direktur Utama BPDPKS tersebut, terdapat beberapa perubahan yang diatur yaitu yang pertama Penyempurnaan Proses Bisnis mengenai Pengenaan Pungutan Ekspor yakni Penyesuaian Ketentuan Besaran Tarif Pungutan, Optimalisasi Penagihan melalui SP3ES Khusus dan Penagihan Piutang.
Yang kedua Meningkatkan Pelayanan kepada Eksportir berupa Layanan Penanganan Keberatan dan Layanan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pungutan (Restitusi).
Dan yang ketiga Menjamin Kepastian Hukum dan Manifestasi dari Asas Keadilan Bagi Eksportir berupa Penegasan norma waktu layanan penanganan Keberatan dan Restitusi dan Penyeragaman Format Permohonan Keberatan, Permohonan Restitusi dan lain-lain.
Advertisement
Pengaturan Besaran Tarif
1. Penambahan pengaturan terkait tarif spesifik dan tarif advalorem (persentase) untuk mengantisipasi dinamika ketentuan pengenaan besaran tarif
2. Menyesuaikan dengan perubahan PMK Tarif Layanan BLU BPDPKS (PMK Nomor 62/PMK.05/2024)
Cara Perhitungan Tarif Pungutan Ekspor untuk Kelompok II s.d. Kelompok V :
Tarif PE (US$) x Harga CPO Referensi Kemendag (US$) x Volume Ekspor (Ton) x Kurs (Rp)
Keterangan :Hasil dari perhitungan (dalam rupiah) dibulatkan ribuan ke atas.
Contoh Perhitungan :
Barang Ekspor : CPO
Volume : 1000 Ton
Tarif PE : 7,5%
Harga Referensi CPO : USD 839,53
Kurs : Rp15.427
Maka, perhitungan besarnya pungutan ekspor yang dibayarkan adalah :
1. 7,5% x USD 839,53 = USD 62,96475
2. USD 62,96475 x 1000 Ton x Rp 15.427 = Rp 971.357.198,25 dibulatkan ribuan ke atas menjadi Rp 971.358.000.
Pungutan Ekspor yang dibayarkan sebesar Rp971.358.000.
Peningkatan Layanan
Penyesuaian penyelesaian permohonan keberatan dimana Surat Keputusan Keberatan diterbitkan 15 hari kerja sejak surat konfirmasi diterima dari DJBC dan penyelesaian permohonan pengembalian (restitusi) menjadi 10 (sepuluh) hari kerja sejak surat konfirmasi diterima dari DJBC.
Percepatan pelayanan tersebut diharapkan dapat memberikan kepastian hukum serta meningkatkan roda perekonomian nasional
Pentingnya Dukungan Semua Pihak
Kebijakan penyesuaian proses bisnis mengenai pengenaan pungutan ekspor diambil sebagai komitmen Pemerintah untuk terus melakukan evaluasi dalam mewujudkan sustainability kelapa sawit mengingat peranan kelapa sawit yang sangat penting dalam perekonomian nasional.
Dukungan semua pihak sangat diharapkan untuk terus menjaga komoditas kelapa sawit tetap menjadi salah satu penyokong utama perekonomian Indonesia.
Advertisement