Liputan6.com, Jakarta - Program Keluarga Siaga Dukung Kesehatan, Siap Hadapi Masa Depan (Keluarga SIGAP) yang berkolaborasi dengan Global Alliance for Vaccine and Immunization (GAVI), Unilever, dan The Power of Nutrition telah berhasil melakukan pilot proyek di dua wilayah Kapubaten Bajar, Kalimatan Selatan dan Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Dalam pelaksanaannya, program SIGAP berupayah untuk mengajak dan mengubah perilaku keluarga terutama orang tua yang memiliki anak usia 0-24 bulan untuk berfokus pada tiga perilaku penting.
Advertisement
Keluarga SIGAP mengajak para orang tua untuk menerapkan tiga perilaku penting yaitu imunisasi rutin, lengkap, dan sesuai jadwal. Kemudian, mencuci tangan dengan sabun dan memperhatikan kebutuhan pangan anak berupa makanan dan camilan sehat, bergizi, dan bernutrisi.
“Kami memiliki visi untuk mencapai 1 juta anak Indonesia yang berusia di bawah 2 tahun. Dan program ini disasarkan kepada orang tua yang memiliki anak berusia 0 sampai 24 bulan. Jadi istilahnya baduta,” ucap Ardi Prastowo, Team Leader Program Keluarga SIGAP pada acara Media Briefing Keluarga SIGAP: Penyampaian Hasil Edline, Kamis (21/11/2024).
Dari pilot proyek di dua wilayah Kabupaten Banjar dan Kabupaten Bogor, Keluarga SIGAP berhasil menjangkau 18.577 keluarga yang memiliki bayi di bawah dua tahun (baduta) dan melakukan pelatihan sebanyak 2.207 kader di dua wilayah tersebut dalam menerapan tiga perilaku penting.
Dalam penelitian hasil edline dikatakan bahwa kader berperan penting dalam menyampaikan sumber informasi tiga perilaku penting kepada para orang tua.
“Kami memberdayakan para kader dan mendidik mereka untuk bisa berkomunikasi dengan baik. Selain itu, kami juga melengkapi mereka dengan materi tentang komunikasi,” ucap Ardi.
Tidak hanya memberdayakan kader, Keluarga SIGAP juga memanfaatkan sosial media untuk berbagi infomasi seputaran tiga perilaku penting yang harus dilakukan keluarga yang memiliki baduta.
Keluarga SIGAP telah membuat WhatsApp Bot yang dikembangkan untuk berinteraksi dan mencari ilmu seputar anak baduta dengan cara yang moderen. Program ini berhasil dijangkau oleh 49 juta khalayak di dua wilayah yang dituju.
“Melalui WhatsApp Bot ini kami juga menemukan bahwa 50% dari pengguna itu digunakan bersama. Jadi ayah dan ibu menggunakan berbarengan. Ini menunjukan bahwa mengurus anak bukan hanya tugas ibu tetapi ada kemitraan ibu dan ayah,” ucap Ardi.
Hingga saat ini program Keluarga SIGAP telah mencapai tahapan pemaparan hasil studi edline berupa pilot proyek di dua wilayah dengan dukungan survei dari perwakilan Universitas Gajah Mada (UGM) Oleh Prof. dr. Mei Neni Sitaresmi, Sp. A(K)., Ph.D., selaku Pusat Tenaga Tropis UGM.
Hasil studi edline yang dilakukan menggunakan metode campuran berupa kuantitatif dan kualitatif. Selanjutnya, progam Keluarga SIGAP telah mempersipakan tahapan scale up dengan harapan program dapat terus berlanjut.
“Sebagian besar hampir semua responden menganggap bahwa program Keluarga SIGAP telah memengaruhi keputusan mereka untuk mengimunisasi anak mereka, disampaikain oleh 87%. Kemudian, program ini efektif untuk mempromosikan cuci tangan pakai sabun (CTPS) pada 99%,” jelas Prof. Mei.
Ke depannya program ini akan diselenggarakan di tiga wilayah lain diantaranya, Kabupaten Banjar, Sukabumi, dan Brebes. Sementara untuk Kabupaten Bogor telah melalui tahap penyelesaian program Keluarga SIGAP.
Hasil Edline Program Keluarga SIGAP dengan Menggunakan Metode Campuran
Dalam survei yang dilakukan oleh UGM di dua wilayah jangkauan Keluarga SIGAP hasilnya menunjukan bahwa hampir 96% menganggap program ini bermanfaat.
Para responden juga merekomendasikan program ini kepada orang lain dan membuat keputusan untuk ikut melaksanakan imunisasi anak sesuai dengan jadwal yang ditentukan.
Selain itu, pemaparan tiga perilaku penting terkait CTPA, imunisasi, dan kebutuhan nutrisi kepada masyarakat cukup efektif dalam peningkatan pengetahuan keluarga dan orang tua yang memiliki baduta.
Peran kader dalam program ini menjadi sarana dan instrumen untuk menyebarluarkan informasi seputar imunisasi dengan melakukan pendekatan kreatif yang telah dibekali oleh kemampuan komunikasi yang baik.
Responden juga teredukasi dengan memberikan vaksinasi kepada baduta di rumah untuk menjaga kesehatan dan mencegah penyakit berbahaya.
Advertisement
Hal–Hal yang menjadi Perhatian untuk Tahapan Scale Up
Pemanfaatan poster untuk peningkatan pasrtispasi orang tua membawa anaknya untuk ikut vaksinasi perlu ditingkatkan.
“Selain menekankan vaksin imunisasi dasar, kedepannya peting untuk memperkuat keluara melengkapi imunisasi,” ucap Prof. Mei.
Keluarga SIGAP juga dapat melakukan pendekatan ke rumah warga secara langsung dalam melakukan pendekatan secara khusus terkait memperkuat kesetaraan gender.
“Dalam beberapa kasus, suami tidak mengizinkan anak menerima vaksinasi. Kita harus memperkuat ibu, bahwa ibu juga memiliki tanggung jawab membuat keputusan terkait vaksinasi anak,” tegas Prof. Mei.
Kemudian, hal yang perlu dipersiapkan untuk tahapan scale up adalah dengan mendorong kader untuk mengajak keluarga lainnya yang belum mendatangkan posyandu terdekat untuk melakukan imunisasi, vaksinasi, dan penerapan tiga perilaku penting.
Diharapkan ke depannya dengan program keluarga SIGAP, ayah juga mengambil peran dalam membantu mengurus baduta di rumah dengan cara-cara yang dipaparkan keluarga SIGAP.
Penting Peran Kader di Dua Wilayah Program Keluarga SIGAP
Dalam pelaksanaan program kluarga SIGAP, Kabupaten Bogor melakukan piloting di berbagai puskesmas dan beberapa kader yang terlibat menjadi contoh bagi posyandu ditiap wilayah sebaran Bogor.
“Untuk kedepannya kami akan melakukan pelatihan ke seluruh kader. Sehingga, nantinya dapat menjadi narasumber dalam melakukan sosialisasi di puskesmas,” ucap dr. Intan Widayati, MA., Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kab. Bogor.
Di daerah Banjar sendiri peran kader juga sangat diibutuhkan dalam pelaksanaan program Keluarga SIGAP, dengan harapan kader lebih diperhatikan oleh kementerian negara atau desa.
“Di desa kami sangat bergantung dengan peran kader, karena mereka ada ditempat paling kecil. Mereka lebih tahu apa yang terjadi di desa dibandingkan dengan kita-kita yang ada di dinas kesehatan,” pungkas drg. Yasna Khairina, Kepala Dinas Kesehatan Kab. Banjar.
Advertisement