Liputan6.com, Jakarta Hasil Survei Indikator Politik mencatat elektabilitas calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi-Erwan Setiawan paling tinggi di antara paslon lain dengan perolehan 71,5 persen.
Namun, Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi mengungkapkan bahwa Dedi-Erwan mengalami tren penurunan.
Advertisement
Sementara, pasangan Ahmad Syaikhu-Ilham Habibie mengalami tren peningkatan popularitas, setelah masa kampanye berlangsung selama dua bulan lebih.
"Misalnya pada simulasi top of mind, pemilih yang tidak tahu tinggal 10,3 persen dan tidak terbagi disproporsional tapi menyebar. Ahmad Syaikhu naik cukup tinggi dari 9,2 persen menjadi 12,1 persen. Nama lain terlihat cukup stabil, ada juga yang menyebut Ilham Habibie tapi di bawah 1 persen," kata Burhan, secara virtual, Kamis (21/11/2024).
Dua pasangan yang lain, dalam survei Indikator Politik mengantongi elektabilitas di bawah 5 persen yakni Jeje-Ronal 4 persen dan Acep-Gita 4,4 persen. Masih ada pemilih yang tidak tahu atau tidak menjawab sebesar 3,7 persen.
Burhan mengatakan, peningkatan elektabilitas yang masih landai tersebut jadi kendala untuk paslon Ahmad Syaikhu-Ilham Habibie memenangkan Pilkada Jawa Barat 2024.
Dia menyebut, satu-satunya cara yang bisa dilakukan dengan maksimal ialah mengerahkan pemilih militannya untuk hadir di TPS dan mencoblos keduanya.
"Tapi kan targetnya Syaikhu ini harus menyalip Dedi Mulyadi. Di tanggal 27 nanti, sepertinya sangat berat buat Syaikhu. Kecuali adanya tingkat partisipasi yang sangat timpang. Kalau pendukungnya datang ke TPS jauh lebih banyak ketimbang pendukung Dedi, bisa jadi hasil pemilu lebih ketat dari yang diduga," ucap Burhan.
Manfaatkan Waktu Tersisa Sebelum Pencoblosan
Selain itu, kedua paslon juga harus bisa memanfaatkan waktu yang tersisa tinggal beberapa hari lagi. Sebab, ketimpangan popularitas menjadi penghalang buat keduanya.
Akan tetapi, Burhan mengingatkan, masih ada undecided voters sebesar 27 persen orang yang masih bisa berubah pilihan.
"Bisa saja pemilih Dedi karena musim hujan, lalu enggak datang. Basis PKS kan biasanya juga militan, mungkin nyoblos dianggap jihad, bisa saja itu terjadi," kata Burhanuddin.
"Tapi karena pemilu dilakukan secara serentak, bisa mengurangi potensi untuk warga tidak menggunakan hak suaranya. Peluang Dedi Mulyadi sangat besar, kecuali ada blunder luar biasa atau gempa tektonik elektoral yang tak bisa diprediksi," kata dia.
Reporter: Alma Fikhasari
Sumber: Merdeka.com
Advertisement