Berutang dengan Jaminan Barang, Bagaimana Hukumnya dalam Islam?

Hukum mengenai utang dengan jaminan barang serta hal-hal yang perlu diperhatikan saat menggadaikan barang agar tidak termasuk dalam praktik riba.

oleh Putry Damayanty diperbarui 23 Nov 2024, 12:30 WIB
cara melunasi hutang pinjol ©Ilustrasi dibuat Stable Diffusion

Liputan6.com, Jakarta - Utang merupakan suatu hal yang diperbolehkan dalam Islam. Namun, kita juga tetap harus berhati-hati agar utang tidak menjadi suatu kebiasaan.

Sebaiknya upayakan untuk menghindari utang, kecuali dalam keadaan terdesak. Sebab tak jarang, utang menjadi salah satu sumber masalah hidup. 

Apalagi ketika utang terus menumpuk dan tak kunjung terselesaikan. Ada beberapa jenis utang, di antaranya utang berupa jaminan barang atau yang disebut dengan gadai.

Meskipun berutang tidak dilarang dalam Islam, namun apakah diperbolehkan berutang dengan menyertakan barang sebagai jaminan?

 

Saksikan Video Pilihan ini:


Hukum Berutang dengan Barang Jaminan

Ilustrasi Utang atau Pinjaman. Foto: Freepik

Dikutip dari laman islampos.com menjelaskan bahwa boleh melakukan transaksi hutang piutang atau jual beli dengan tidak tunai, disertai dengan menggadaikan barang tertentu sebagai jaminannya (rahn).

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun pernah melakukan transaksi tersebut dengan seorang Yahudi, beliau menggadaikan (menjaminkan) baju besinya sebagai jaminan.

Dalam sebuah hadis Allah berfirman:

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ اشْتَرَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ يَهُودِيٍّ طَعَامًا بِنَسِيئَةٍ فَأَعْطَاهُ دِرْعًا لَهُ رَهْنًا (رواه مسلم)

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah membeli makanan dari seorang Yahudi dengan cara pembayaran yang ditangguhkan. Dan beliau menggadaikan baju besinya sebagai jaminan.” (HR. Muslim, hadis no. 3007)

Bahwa dalam transaksi gadai (rahn), secara subtsansi sebenarnya terjadi multi akad (uqud murakkabah) yaitu antara akad qardh (hutang) dengan rahn (jaminan/gadai).

Ditambah lagi, dalam kasus hadis di atas bahwa qardh (hutang) dan rahn (gadai/jaminan) adalah terjadi akibat adanya akad bai’ (jual beli). Oleh karena itu pada dasarnya multi akad termasuk dalam transaksi yang boleh untuk dilakukan.

Namun yang perlu menjadi perhatian adalah bahwa rahn (gadai) sangat berpotensi menjadi riba, apabila tidak berhati-hati dalam menjalankannya.


Penyebab Gadai jadi Riba

Ilustrasi Stres karena terjerat utang | foto : istimewa

Di antara penyebab gadai bisa menjadi riba adalah sebagai berikut:

1) Utang dengan jaminan (gadai), yang hutangnya disertai dengan bunga.

Misalnya berhutang 1 juta rupiah dengan jaminan emas, namun pengembaliannya disyaratkan ada bunganya 10 persen, sehingga menjadi Rp. 1.100.000.

Tambahan Rp. 100.000 dalam hutang tersebut adalah riba, termasuk riba qardh atau riba nasi’ah.

2) Barang yang dijaminkan atas dasar hutang yang diberikan, dipergunakan atau dimanfaatkan atau diambil manfaatnya oleh si pemberi hutang, untuk kepentingannya sendiri.

Sebagai contoh seaeorang berhutang Rp5 juta rupiah dengan jaminan sepeda motor. Lalu sepeda motor tersebut dimanfaatkan oleh pemberi hutang, dengan digunakan setiap hari untuk pulang pergi kerja, jalan-jalan dan sebagai berukit.

Maka meskipun pinjamanannya tanpa bunga, namun tetap terdapat unsur ribanya. Karena pemanfaatan barang yang digadaikan adalah termasuk riba. Dalam hal ini juga masuk dalam riba nasi’ah.

3) Barang jaminan langsung menjadi milik si pemberi pinjaman ketika peminjam tidak mampu membayar utangnya dengan tanpa memperhitungkan harga barang jaminan dengan jumlah utangnya.

Jika ada selisih, seperti kasus di atas di mana sepeda motor dijadikan jaminan atas utang 5 juta rupiah, yang ketika ia tidak mampu bayar, lalu sepeda motor tersebut menjadi milik si pemberi pinjaman. Padahal sepeda motor tersebut nilainya adalah 8 juta rupiah. Ada selisih nilai antara hutang dengan barang jaminannya.

Maka seharusnya selisih tersebut dikembalikan kepada orang yang berhutang agar tidak ada unsur saling mendzalimi satu dengan yang lainnya dan terhindar dari riba. Wallahu A’lam.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya