Tekan Biaya Logistik, Indonesia Perlu Belajar dari China dan India

Indonesia terus berupaya mengurangi biaya logistik yang masih tinggi, meskipun terdapat beberapa tantangan besar yang harus dihadapi.

oleh Satrya Bima Pramudatama diperbarui 22 Nov 2024, 18:45 WIB
Peneliti Senior Tenggara Strategics, Eva Novi Karina pada Konferensi Pers Kebijakan Tinjauan Strategis Logistik Darat di Indonesia oleh Tenggara Strategics pada Jumat (22/11/2024).

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia terus berupaya mengurangi biaya logistik yang masih tinggi, meskipun terdapat beberapa tantangan besar yang harus dihadapi.

"Di tahun 2022, angka 14,1 persen ini baru mencakup biaya logistik domestik saja, dan belum mencakup biaya logistik ekspor yang mencapai 8,98 persen terhadap PDB," ujar Peneliti Senior Tenggara Strategics, Eva Novi Karina pada Konferensi Pers Kebijakan Tinjauan Strategis Logistik Darat di Indonesia oleh Tenggara Strategics pada Jumat (22/11/2024). 

Pemerintah telah menerapkan kebijakan insentif pajak seperti melalui PMK No. 71 Tahun 2022 yang menurunkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk beberapa jenis jasa, termasuk pengiriman paket dan pengiriman barang.

Hal ini memungkinkan perusahaan untuk menawarkan harga layanan yang lebih terjangkau. Di sisi lain, pemerintah juga telah menerapkan kebijakan National Logistic Ecosystem (NLE) yang dapat membantu mempercepat waktu bongkar muat di Pelabuhan.  

NLE memberikan dampak terhadap penurunan rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk bongkar muat dari 4 hari turun menjadi 2,6 hari. Meskipun berhasil mengurangi waktu dan biaya logistik di pelabuhan, tetapi implementasi dari kebijakan ini belum dapat mempengaruhi sektor logistik darat secara penuh.

Tarif tol yang dinilai tinggi oleh pelaku logistik membuat banyak yang memilih jalur konvensional seperti jalur pantura. "Salah satu tantangan pada kebijakan infrastruktur jalan tol ini adalah tarif tolnya masih sangat tinggi," tutur Eva.

Eva juga menambahkan,  Indonesia dapat belajar dari Tiongkok dan India yang telah menerapkan digitalisasi besar-besaran di sektor logistik. Digitalisasi dan pengembangan infrastruktur antarmoda dinilai penting untuk mempercepat pengiriman dan menurunkan biaya operasional, sehingga sektor logistik Indonesia dapat menjadi efisien dan mampu bersaing di tingkat internasional.

Melalui upaya-upaya ini, diharapkan biaya logistik di Indonesia terus menurun sehingga harga barang menjadi lebih terjangkau dan ekonomi Indonesia dapat semakin kuat.

 


Ini PR Prabowo-Gibran soal Logistik Indonesia

Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (29/10/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan neraca perdagangan Indonesia pada September 2021 mengalami surplus US$ 4,37 miliar karena ekspor lebih besar dari nilai impornya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Ketua Umum Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia (HPJI), Hedy Rahadian, memaparkan berbagai kendala penyaluran logistik yang perlu dibenahi oleh pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming.

Paparan itu disampaikan Hedy pada seminar publik bertajuk "Membedah Program Strategis Pemerintah Baru dan Solusi Tantangan Menuju Indonesia Emas 2045" yang digelar di Kampus Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta Pusat, Rabu (18/9/2024).

Masalah pertama adalah pada infrastruktur jalur logistik itu sendiri yang belum memadai di seluruh wilayah.

"Saat ini jalur logistik di Indonesia pada jalan nasional baru dimiliki oleh Pulau Sumatera dan Pulau Jawa," kata Hedy, Rabu (18/9/2024).

Masalah kedua adalah kemacetan, yang mempengaruhi waktu pengiriman, serta berimplikasi pada peningkatan biaya logistik. Kerugian yang disebabkan akibat kondisi ini, menurut Bank Dunia, mencapai 4 miliar Dolar AS, atau setara dengan 0,5 persen Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia

Selain itu, ada pula masalah pada banyaknya truk yang kelebihan dimensi dan muatan, alias Over Dimension Over Load (ODOL). Survei Ditjen Bina Marga 2017-2022, terdapat lebih dari 50 persen kendaraan ODOL.

"Banyak jalan kita dalam keadaan rusak ya, ini masalah ODOL ini sampai sekarang enggak selesai," kata Mantan Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR ini.

Dengan banyaknya berbagai masalah penyaluran logistik via jalan raya itu, Hedy pun mendorong pemerintahan Prabowo-Gibran mendatang untuk mengoptimalkan jalur lain, misalnya via kereta api atau jalur laut.

Ia mencontohkan penyaluran logistik di negara-negara maju di Eropa. Di sana, penyaluran logistik yang melalui jalan raya hanya 70 persen. Sisanya, 20 persen menggunakan kereta api dan 10 persen melalui laut.

 

 


Penyaluran Logistik

Aktivitas bongkar muat kontainer di dermaga ekspor impor Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (5/8/2020). Menurut BPS, pandemi COVID-19 mengkibatkan ekspor barang dan jasa kuartal II/2020 kontraksi 11,66 persen secara yoy dibandingkan kuartal II/2019 sebesar -1,73. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Di sisi lain, Indonesia 90 persen masih mengandalkan penyaluran logistik via jalan raya.

"Kalau jarak dekat itu jalan memang efisien, tapi kalau jarak menengah itu adalah kereta api yang lebih efisien. Kalau jarak jauh itu laut yang lebih efisien dengan angkutan masalahnya," kata Hedy.

Ia pun optimistis, pemerintahan Prabowo-Gibran yang punya visi melanjutkan pemerintahan Jokowi, dapat menciptakan berbagai perbaikan agar penyaluran logistik lebih optimal lagi demi mewujudkan Indonesia Emas 2045.

"Sekarang ini, sedang disiapkan Keppres tentang sistem logistik nasional nanti kita harapkan ini bahwa akan bisa dilanjutkan oleh pemerintahan yang baru ya," kata dia.

Dalam seminar itu, turut hadir pula sejumlah narasumber, antara lain Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparrno, Ketua Umum Masyarakat Energi Biomasa Indonesia Milton Pakpakhan, dan Direktur Eksekutif Pengurus Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia Yudha Permana Jayadikarta.


Target Pertumbuhan Ekonomi 5,2% pada 2025 Jadi PR Pertama Awal Pemerintahan Prabowo

Kendati perekonomian Indonesia relatif masih resilien, Menkeu tetap menyampaikan bahwa pemerintah tetap mewaspadai adanya turbulensi global yang terjadi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama Pemerintah resmi menyepakati asumsi makro ekonomi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.

Hal tersebut disampaikan Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah dalam Rapat Kerja dengan Pemerintah, di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (17/9/2024).  Dalam pembukaan, Said menyampaikan, berdasarkan kesepakatan hasil pembahasan asumsi dasar ekonomi makro pada 2025, pertumbuhan ekonomi ditargetkan sebesar 5,2 persen.

"Hasil pembahasan asumsi makro pertumbuhan 5,2 persen, laju inflasi 2,5 persen," kata Said.

Selanjutnya, nilai tukar rupiah terhadap US dolar Rp 16.000, tingkat suku bunga negara (SBN) 10 tahun 7 persen, harga minyak mentah USD82 per barel, lifting minyak bumi USD605.000 barel per hari, lifting gas bumi ribu setara minyak bumi 1,005 juta boepd.

Said menyampaikan, sesuai kesepakatan Pemerintah melalui Menteri Keuangan dan Komisi XI DPR RI, menyepakati bahwa Pemerintah akan melakukan upaya kebijakan dan program untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang inklusif, berkualitas, dan berkelanjutan, dengan menjaga daya beli masyarakat, meningkatkan pendapatan masyarakat.

Kemudian, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kualitas belanja Pemerintah, memperkuat dan memperluas hilirisasi, mempertajam kebijakan pemberian insentif fiskal untuk mendorong investasi, dan mempercepat transformasi ekonomi untuk produktivitas, daya saing dan penguatan industri strategis nasional.

Selanjutnya, Said pun bertanya kepada peserta rapat kerja bersama Pemerintah terkait kesepakatan asumsi makro ekonomi dalam Rancangan APBN 2025.

"Dari panja asumsi, panja TDD, panja belanja, sampai panja draf RUU dapat disetujui?," tanya Said.

Para peserta pun menjawab dengan kompak bahwa mereka menyetujui asumsi makro ekonomi dalam Rancangan APBN 2025 tersebut. "Setuju," jawab para peserta rapat yang hadir.

Alhasil Ketua Banggar pun akhirnya mengetok palu untuk mendakan asumsi makro ekonomi dalam Rancangan APBN 2025 sudah resmi akan dilaksanakan oleh Presiden Terpilih Prabowo Subianto pada tahun pertamanya menjabat.

 

Infografis Jurus Pemerintahan Prabowo - Gibran Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya