PP 47/2024 Dinilai Jadi Jalan Keluar Keberlanjutan UMKM dengan Piutang Macet

Terdapat sejumlah kriteria piutang macet yang ditetapkan untuk bisa dihapus tagih oleh bank.

oleh Tim Bisnis diperbarui 22 Nov 2024, 18:32 WIB
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Ja​sa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar. (Dok OJK)

Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 tentang Penghapusan Piutang Macet bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi solusi untuk keberlanjutan para pelaku UMKM dengan piutang macet.

Hadirnya PP 47/2024 merupakan tindak lanjut dari amanat Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menjelaskan, dalam PP 47/2024 terdapat sejumlah kriteria yang ditetapkan untuk bisa dihapus tagih oleh bank, antara lain, pada pasal 6 tertulis, kredit UMKM yang merupakan program pemerintah yang sumber dananya dari bank BUMN yang sudah selesai programnya.

“Artinya, kredit usaha rakyat (KUR) tidak termasuk kredit yang bisa dihapus tagih, karena merupakan kredit program yang masih berlangsung hingga saat ini,” jelas Mahendra melansir Antara di Jakarta.

Berikutnya, nilai pokok piutang macet paling banyak sebesar Rp500 juta per debitur, telah dihapusbukukan minimal lima tahun lalu pada saat PP ini mulai berlaku, bukan kredit yang dijamin dengan asuransi atau penjaminan kredit dan tidak terdapat agunan kredit namun dalam kondisi tidak memungkinkan untuk dijual atau agunan sudah habis terjual tetapi tidak dapat melunasi pinjaman nasabah.

Kemudian, pada pasal 19 tertulis bahwa kebijakan penghapusan piutang macet pada bank dan/atau lembaga keuangan non bank BUMN dan piutang negara macet kepada UMKM berlaku untuk jangka waktu selama enam bulan, terhitung sejak berlakunya PP ini. Adapun PP terbit pada 5 November 2024, artinya kebijakan ini hanya berlaku hingga 5 Mei 2025.

 


Amanat UU

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar dalam Konferensi Pers RDKB Oktober 2024, Jumat (1/11/2024). (Tira/Liputan6.com)

Lebih lanjut, Mahendra mengatakan bahwa PP tersebut merupakan turunan guna melaksanakan amanat dari Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).

Berkaitan dengan hal tersebut, OJK sebagai regulator dan pengawas perbankan memang sudah mengantisipasi hal ini bisa dilakukan dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Meskipun sebelumnya OJK turut mendorong dan mengkoordinasikan pada pemerintahan Joko Widodo (Jokowi), namun baru bisa tercapai di pemerintahan Prabowo Subianto.

Terkait dengan kriteria dan syarat kredit UMKM yang bisa dihapus tagih Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), Mahendra mendukung pemerintah yang telah memasukkannya dalam PP 47/2024.

“Mengenai kriteria dan syarat yang dipenuhi, secara umum kami sepakat, hal itu dimaksudkan agar tidak terjadinya moral hazard maupun free rider, karena betul-betul yang patut menerima yang dilakukan (hapus tagih),” tutur Mahendra.


Dampak Positif

Meningkatnya kualitas pasokan listrik di perbatasan Indonesia-Malaysia di Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat, disambut baik para pelaku UMKM. (Liputan6.com/ Aceng Mukaram)

Hadirnya PP 47/2024 juga sudah sangat jelas dan berdampak positif bagi keberlangsungan UMKM ke depan. Pasalnya, debitur yang masuk dalam daftar hitam (blacklist) Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) akan dianggap bersih kembali dan bisa mendapatkan akses keuangan ke depannya.

“Dalam hal itu, kami lihat PP ada proses hapus tagih setelah dihapus buku, dan proses itu dianggap sebagai pelunasan piutang dari bank BUMN kepada para debitur. Sehingga, dengan demikian pencatatan di SLIK dengan pelunasan tadi, bisa dihapus sama sekali. Ini sudah tepat sebenarnya dengan yang sudah dikoordinasikan namun belum diterbitkan dalam waktu yang lalu,” terang Mahendra.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya