Balita Bisa Alami Mata Minus, Ketahui Tanda-Tanda Anak Alami Rabun Jauh

Mengeluh bagian atas alis sakit hingga kerap melihat objek dengan jarak dekat? Segera periksakan ke dokter mata untuk tahu benar rabun jauh atau tidak.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 24 Nov 2024, 15:00 WIB
Ilustrasi anak alami rabun jauh atau mata minus atau miopi (Foto dok : Freepik/jcomp).

Liputan6.com, Jakarta Dokter spesialis mata Andreas Surya Anugrah mengatakan dalam praktik sehari-hari anak-anak juga sudah ada yang mengalami miopi atau gangguan penglihatan yang menyebabkan sulit melihat suatu objek dari jarak jauh.

Biasanya orang awam menyebut kondisi ini dengan rabun jauh atau mata minus.

"Kadang-kadang usia masih kecil sudah bisa terjadi rabun jauh di usia 5 tahun. Lalu, 6 tahun itu paling banyak, di bawah lima tahun juga ada tapi kasusnya tidak banyak," kata Andreas dalam wawancara bersama Kementerian Kesehatan beberapa waktu lalu.

Anak usia di bawah lima tahun (balita) bisa mengalami rabun jauh tapi kasusnya tidak banyak. Lalu, bagaimana cara orangtua tahu bahwa anak mengalami masalah pada penglihatan?

Andreas mengiyakan bahwa pada anak usia di bawah lima tahun mungkin belum terlalu bisa mengungkapkan apa yang dirasakan. Namun, ia merasa anak-anak generasi Alpha memiliki kemampuan lebih dalam mengekspresikan yang dirasakan.

"Gen Alpha, banyak yang sudah pintar kemampuan bahasanya, sudah ekspresif jadi makin mudah untuk mendeteksi bagi orangtua," kata edukator kesehatan mata itu.

Lalu, penting bagi orangtua untuk memperhatikan kebiasaan anak. Pada anak dengan gangguan penglihatan biasanya memiliki kebiasaan seperti berikut:

  • Kerap menyipitkan mata saat melihat sesuatu
  • Berkedip-kedip ketika melihat sesuatu
  • Melototkan mata
  • Melihat benda atau objek dengan jarak yang semakin dekat
  • Mengatur posisi kepala berulang kali saat melihat
  • Mengeluh sakit di bagian atas alis
  •  Mengeluh sakit di kepala

"Jika ada gejala itu, harus curiga," kata Andreas.

Langkah selanjutnya adalah dengan memeriksakan kondisi penglihatan anak ke dokter mata untuk mendiagnosis.

 


Tak Usah Takut dengan Memeriksakan Mata Anak

Andreas pun mengatakan bahwa pemeriksaan mata pada anak aman untuk dilakukan. Dimulai dari pemeriksaan fisik. Lalu, pemeriksaan dengan snellen chart.

"Pada anak balita yang belum tahu angka dan huruf lewat pemeriksaan gambar. Lalu, sekarang amat dibantu dengan alat digital," katanya.

"Papa mama enggak perlu takut ya," katanya.

 


Bila Anak Alami Miopi

Saat membelikan kacamata untuk anak, orangtua harus benar-benar memilih yang nyaman untuk digunakan dalam keseharian si kecil. (Foto: Dokumen/SATURDAYS)

Bila hasil pemeriksaan menunjukkan anak mengalami rabun jauh maka ia akan mengalami gangguan penglihatan.

"Dia waktu melihat objek, bayangan objek itu tidak jatuh tepat di penglihatan sehingga terlihat kabur," tutur Andreas.

Supaya bayangan jatuh di pusat penglihatan maka memanfaatkan prinsip fisika yakni menggunakan kaca untuk membelokkan cahaya.

"Bisa dengan kacamata, soft lens, atau lensa ditanam tapi harus ada pemeriksaan dan indikasi dulu ya," katanya.

Untuk menentukan penggunaan alat bantu penglihatan maka ada banyak pertimbangan. Mulai dari kepatuhan anak memakai kacamata, aktivitas anak, ketersediaan layanan dan lata, finansial.

"Tidak semua kasus bisa pakai kacamata, tidak semua kasus bisa lensa kontak, dan tidak selalu terpaksa tanam lensa. Ada banyak pertimbangan," katanya.

Bila anak memakai alat bantu, Andreas mengingatkan orangtua untuk tetap membawa anak ke dokter mata secara berkala untuk pemantauan.

"Jadi tidak hanya minus terus dibenerin, misalnya dengan kacamata, lalu sudah. Tidak begitu. Jadi tetap harus dipantau," katanya.

 


Ajak Anak untuk Kurangi Paparan Screen Time dan Perbanyak Aktivitas di Luar

Ilustrasi anak pakai kacamata. (dok. Pixabay.com/LichDinh)

Bila memang anak mengalami miopi maka hal yang perlu diusahakan adalah untuk terus menggunakan alat bantu agar anak bisa melihat dengan baik.

Lalu, upayakan untuk mengurangi paparan screen time dan memperbanyak aktivitas di luar ruangan. Hal itu untuk menimimalisasi agar minus tidak bertambah. 

"Screen time dan berada di dalam ruang itu melihat dekat. Melihat dekat itu meningkatkan risiko terjadinya rabun jauh," kata Andreas.

Aturan screen time pada anak di bawah dua tahun adalah nol jam alias tidak boleh kecuali video call dengan kerabat atau orang terkasih. Lalu, pada anak usia 2-5 boleh screen time maksimal 1 jam per hari.

Di atas usia lima tahun, Andreas menyarankan untuk tetap membatasi paparan layar. Bila misal anak sudah usia SD dimana banyak tugas sekolah menggunakan layar. Maka gunakan sejam lalu beri jeda panjang sejam lagi.

"Misal di pagi hari sejam, lalu sore hari sejam lagi screen time," katanya.

 


Beraktivitas di Luar Ruangan

Anak berolahraga di luar ruangan.

Kemudian ia juga meminta orangtua untuk aktif mengajak buah hati melihat sesuatu jauh. Misalnya dengan mengajak anak pagi-pagi keluar rumah sembari melihat pemandangan yang jauh. Bila tidak, buka jendela lalu ajak anak untuk melihat jauh.

"Jadi terus encourage atau dukung anak, bisa juga pakai sistem reward bila anak berhasil pakai kacamata secara patuh. Saya kira its okay ya kan tujuannya baik," kata Andreas.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya