Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI, M. Nasir Djamil, memandang tragedi polisi menembak polisi di Solok Selatan, Sumatera Barat, sebagai momentum penting untuk mengevaluasi penggunaan senjata api di kalangan aparat penegak hukum.
“Harus ada tes berkala untuk memastikan kesehatan fisik dan mental aparat yang diberi kewenangan membawa senjata api. Senjata tidak boleh digunakan sembarangan, apalagi untuk konflik pribadi,” kata Nasir dalam keterangannya, dikutip dari Antara, Minggu (24/11/2024).
Advertisement
Nasir menegaskan, kasus ini menjadi pengingat bagi institusi kepolisian untuk memperketat pengawasan terhadap penggunaan senjata api. Ia juga menyerukan agar pelaku diproses hukum secara adil dan dijatuhi sanksi tegas.
Penggunaan senjata api oleh anggota kepolisian kerap menjadi sorotan, terutama karena berbagai insiden penembakan antarpolisi. Padahal, prosedur penggunaannya telah diatur dengan jelas dalam Perkapolri Nomor 8 Tahun 2009, terutama Pasal 47 ayat (1), yang mengatur implementasi prinsip dan standar hak asasi manusia dalam tugas kepolisian.
Sebelumnya, Kepala Bagian Operasi (Kabag Ops) Polres Solok Selatan, AKP Dadang Iskandar, menembak mati Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasatreskrim) Polres Solok Selatan, AKP Ryanto Ulil Anshar, di halaman Mapolres Solok Selatan, Sumatera Barat, pada Jumat (22/11) sekitar pukul 00.43 WIB.
Korban Tewas di Tempat
Korban tewas di tempat akibat dua luka tembakan di kepala, sementara Dadang langsung menyerahkan diri ke Polda Sumatera Barat. Peristiwa tragis ini diduga dipicu oleh tindakan Satreskrim dalam menangani aktivitas tambang ilegal.
Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo telah memerintahkan Polda Sumatera Barat untuk mengusut tuntas kasus ini. Ia juga menegaskan bahwa peristiwa di Polres Solok Selatan tersebut bukanlah persoalan konflik internal.
Advertisement