Meroket 90%, Ekspor Sayuran Bubuk Indonesia Tembus Rp 219 Miliar

Selama periode Januari-September 2024, nilai ekspor sayuran bubuk mengalami peningkatan signifikan sebesar 90,74 persen menjadi USD 13,75 juta dari USD 7,21 juta pada periode yang sama tahun sebelumnya dengan volume yang juga meningkat 169,41 persen dari 1.610 ton menjadi 4.350 ton.

oleh Gagas Yoga Pratomo diperbarui 25 Nov 2024, 12:15 WIB
Sebuah kapal bersandar di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (26/5). Penyebab kinerja ekspor sedikit melambat karena dipengaruhi penurunan aktivitas manufaktur dan mitra dagang utama, seperti AS, China, dan Jepang. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Selama periode Januari-September 2024, nilai ekspor sayuran bubuk mengalami peningkatan signifikan sebesar 90,74 persen menjadi USD 13,75 juta dari USD 7,21 juta pada periode yang sama tahun sebelumnya dengan volume yang juga meningkat 169,41 persen dari 1.610 ton menjadi 4.350 ton. 

Sebagian besar produk yang diekspor adalah campuran sayuran yang mencakup sayuran bubuk kelor. Peningkatan kumulatif tertinggi nilai ekspor terjadi ke Tiongkok naik USD 7,39 juta, Thailand (naik USD 110,54 ribu), Arab Saudi (naik USD 71,01 ribu), Jepang (naik USD 46,09 ribu), dan Malaysia (naik USD 35,08 ribu); menunjukkan pasar untuk produk sayuran bubuk, termasuk produk berbasis kelor, memiliki prospek yang sangat cerah.

Tingginya permintaan pasar untuk produk berbasis kelor, mendorong Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) untuk mengembangkan potensi ekspor daun kelor, baik dalam bentuk Coaching Program for New Exporter (CPNE) dan Desa Devisa. Salah satu alumni CPNE yang berhasil mengekspor produk olahan kelor adalah PT Keloria Moringa Jaya.

Produk kelor yang dikenal sebagai superfood atau memiliki banyak manfaat kesehatan ini mampu menembus pasar internasional berkat bimbingan intensif dan pendampingan dari LPEI. Program CPNE LPEI berfokus pada pembekalan keterampilan ekspor, pemahaman tentang regulasi pasar global, dan strategi pemasaran yang tepat.

Fachrul Rozi Lubis, pemilik PT Keloria Moringa Jaya menyatakan, LPEI memberikan pelatihan yang sangat berharga, mulai dari cara mencari pembeli, menentukan kode HS produk, hingga menghitung biaya ekspor untuk menghindari kerugian. 

”Selain itu, kami diajari cara membuat company profile dan e-katalog yang efektif untuk menawarkan produk kami kepada pembeli di luar negeri,” kata Lubis dalam keterangan resmi, dikutip Minggu (24/11/2024)

 

 


Produk yang Diekspor

Aktivitas bongkar muat kontainer di dermaga ekspor impor Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (5/8/2020). Menurut BPS, pandemi COVID-19 mengkibatkan ekspor barang dan jasa kuartal II/2020 kontraksi 11,66 persen secara yoy dibandingkan kuartal II/2019 sebesar -1,73. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Produk pertama yang diekspor adalah tepung kelor, yang dikirimkan ke Australia pada awal tahun 2021. Pengiriman pertama tersebut seberat 20 kg dalam satu koli. 

Kini, mereka bisa mengirimkan hingga 300 kg dalam satu pengiriman, dengan frekuensi pengiriman antara satu hingga tiga kali dalam sebulan. Pendapatan yang diperoleh dari ekspor mencapai sekitar USD 5,400 per bulan.

Lebih dari 75 persen dari total penjualan produk Keloria Moringa saat ini berasal dari pasar ekspor, sementara sisanya 25 persen ditujukan untuk pasar lokal. Produk tepung kelor ini juga digunakan di luar negeri sebagai campuran jamu dan bumbu masakan.

LPEI juga membina Desa Devisa Daun Kelor yang turut mengembangkan produk kelor sebagai komoditas unggulan. 

Desa Devisa ini semakin maju berkat program pendampingan yang mencakup peningkatan kapasitas produksi dan pemasaran, yang menjadikan produk kelor lokal dikenal lebih luas di luar negeri. 

 


Ini Pesan Mendag Budi saat Lepas Ekspor Adonan Roti ke Uni Emirat Arab

Menteri Perdagangan, Budi Santoso melepas ekspor produk adonan roti produksi PT Juara Roti Indonesia ke Uni Emirat Arab di Klaten, Jawa Tengah, Jumat (22/11/2024). (Foto: Istimewa)

Menteri Perdagangan, Budi Santoso melepas ekspor produk adonan roti produksi PT Juara Roti Indonesia ke Uni Emirat Arab (UEA) di Klaten, Jawa Tengah pada Jumat (22/11/2024). Ekspor adonan roti dengan merek Roti Ropi tersebut tercatat sebagai ekspor kedelapan.

Mendag Budi mengatakan, produk UMKM Indonesia memiliki kualitas dan daya saing yang lebih baik dari negara lain. Namun demikian, menurutnya, juga diperlukan citra yang baik agar dapat menjual produk di luar negeri.

“Jadi, mari bangun citra produk Indonesia Indonesia dalam hal apa pun, meski memiliki kualitas dan daya saing mumpuni, beberapa negara masih menganggap produk Indonesia berbeda dan hal ini memengaruhi penjualan kita di pasar mancanegara,” katanya.

Mendag Budi menyebut, dari total jumlah UMKM saat ini, hanya sekitar 3,74% terus bertumbuh secara konsisten, salah satunya Roti Ropi.

“Jika ke depannya lebih banyak jumlah UMKM yang terus konsisten berkembang, maka kontribusi dan peran UMKM terhadap perekonomian Indonesia akan jauh lebih besar,” sebutnya.


Berikan Berbagai Fasilitas

Mendag Budi mengungkapkan, pihaknya telah memberikan berbagai fasilitas untuk mendukung pertumbuhan UMKM, termasuk Program UMKM Berani Inovasi, Siap Adaptasi Ekspor (UMKM BISA Ekspor). Ia menyebut, program itu menjadi salah satu program utama Kemendag, selain Program Pengamanan Pasar Dalam Negeri dan Perluasan Pasar Ekspor.

“Kemendag mempunyai tiga program, salah satunya UMKM BISA Ekspor dan melalui program ini, Kemendag menggelar pendampingan dan pelatihan," ungkapnya.

"Kemendag juga akan membantu pemasaran melalui lebih 40 perwakilan perdagangan dagang yang ada di negara mitra,” jelas Mendag Budi.

Sebagai informasi, pada periode Januari–September 2024, ekspor produk makanan olahan Indonesia ke pasar dunia mencapai USD4 miliar atau tumbuh 6,9% dari periode yang sama pada 2023. Sedangkan, selama lima tahun terakhir (2019-2023), tren ekspor produk makanan olahan Indonesia tumbuh sebesar 6,81%.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya