Sejarah HUT PGRI 2024, Perjuangan Panjang Para Guru sejak Masa Penjajahan hingga Kemerdekaan

Sejarah PGRI dimulai sejak 1912 dengan nama PGHB hingga menjadi PGRI pada 25 November 1945. Hari lahir PGRI kini diperingati sebagai Hari Guru Nasional untuk menghormati perjuangan dan pengabdian para guru dalam memajukan pendidikan Indonesia.

oleh Rizka Muallifa diperbarui 25 Nov 2024, 09:47 WIB
Ribuan guru dari sejumlah daerah menghadiri peringatan HUT Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) ke-70 di SUGBK, Jakarta, Minggu (13/12/2015). Para guru kecewa karena Presiden jokowi tidak hadir di acara tersebut. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Hari Ulang Tahun Persatuan Guru Republik Indonesia (HUT PGRI) diperingati setiap 25 November, bertepatan dengan Hari Guru Nasional. Momen ini menjadi pengingat akan perjuangan panjang para guru Indonesia sejak masa penjajahan hingga kemerdekaan. PGRI tidak hanya mencerminkan semangat kebangsaan, tetapi juga menjadi tonggak sejarah dalam dunia pendidikan Indonesia.

Mengutip Liputan6.com, sejarah PGRI bermula dari berdirinya Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) pada tahun 1912, sebuah organisasi perjuangan yang menghimpun para guru pribumi. Perjalanan panjang organisasi ini menunjukkan tekad para guru dalam memperjuangkan hak dan posisi mereka di tengah penjajahan.

Hingga akhirnya, pada 25 November 1945, seratus hari setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, lahirlah PGRI dalam Kongres Guru Indonesia di Surakarta. Semangat "merdeka" yang menggema saat itu menjadi dasar bagi guru-guru untuk bersatu memperjuangkan pendidikan dan kemajuan bangsa.


Awal Perjuangan: Lahirnya PGHB di Era Kolonial

Pada tahun 1912, semangat kebangsaan mulai tumbuh di kalangan guru pribumi dengan berdirinya Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB). Organisasi ini bersifat unitaristik, menghimpun berbagai profesi guru, seperti Guru Bantu, Guru Desa, Kepala Sekolah, dan Penilik Sekolah, meskipun mereka memiliki latar belakang pendidikan yang beragam.

Mengutip situs resmi PGRI, guru-guru yang tergabung dalam PGHB bertugas di Sekolah Desa dan Sekolah Rakyat Angka Dua. Tantangan besar yang mereka hadapi adalah memperjuangkan nasib di tengah perbedaan pangkat, status sosial, dan pendidikan. Namun, semangat kolektif ini menjadi pondasi awal bagi perjuangan yang lebih besar di masa depan.


Transformasi ke PGI: Semangat Kebangsaan Makin Menguat

Ilustrasi guru, mengajar, anak sekolah. (Photo by Husniati Salma on Unsplash)

Pada tahun 1932, PGHB berubah nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Perubahan ini bukan sekadar nama, tetapi simbol perjuangan untuk menegaskan identitas kebangsaan. Kata "Indonesia" yang digunakan menjadi hal yang tidak disukai oleh Belanda, tetapi sangat didambakan oleh para guru pribumi.

Langkah ini menunjukkan keberanian guru-guru Indonesia dalam melawan diskriminasi dan memperjuangkan persamaan hak. Salah satu pencapaian besar adalah posisi Kepala HIS yang sebelumnya selalu dijabat oleh orang Belanda mulai beralih ke tangan pribumi.


Zaman Jepang: Tantangan Baru bagi Guru Indonesia

Pada masa pendudukan Jepang, segala organisasi, termasuk PGI, dilarang beraktivitas. Sekolah-sekolah ditutup, dan perjuangan guru sempat terhenti. Namun, semangat kebangsaan tidak pernah padam. Para guru tetap menyimpan harapan besar untuk memperjuangkan kemerdekaan melalui pendidikan.

Masa sulit ini menjadi ujian bagi tekad para guru untuk tetap berjuang, meskipun dalam situasi yang serba terbatas. Harapan tersebut kembali bangkit setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.


Lahirnya PGRI: Momentum Sejarah di Kongres Guru Indonesia

Ribuan guru dari sejumlah daerah menghadiri peringatan HUT Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) ke-70 di SUGBK, Jakarta, Minggu (13/12/2015). Para guru kecewa karena Presiden jokowi tidak hadir di acara tersebut. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Setelah proklamasi kemerdekaan, pada 24-25 November 1945, diselenggarakan Kongres Guru Indonesia di Surakarta. Kongres ini menjadi momen penting yang menyatukan seluruh kelompok guru tanpa memandang perbedaan tamatan, agama, daerah, atau politik.

Pada kongres tersebut, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) resmi didirikan pada 25 November 1945, seratus hari setelah kemerdekaan. Dengan semangat "merdeka" yang menggema di tengah situasi yang penuh tantangan, para guru menyatukan visi mereka dalam tiga tujuan utama:

  1. Mempertahankan dan menyempurnakan kemerdekaan Republik Indonesia.
  2. Meningkatkan pendidikan dan pengajaran berbasis kerakyatan.
  3. Membela hak-hak buruh, terutama guru.

Penetapan Hari Guru Nasional: Pengakuan untuk Pengabdian Guru

Untuk menghormati jasa guru dalam perjuangan bangsa, pemerintah melalui Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994 menetapkan tanggal 25 November sebagai Hari Guru Nasional. Penetapan ini bertepatan dengan hari lahir PGRI dan menjadi pengingat akan pengabdian guru sebagai ujung tombak pendidikan Indonesia.

Hingga saat ini, PGRI tetap setia menjalankan peran sebagai organisasi perjuangan, profesi, dan ketenagakerjaan yang independen. Guru tidak hanya menjadi pendidik, tetapi juga agen perubahan yang membentuk karakter bangsa.


Mengapa 25 November diperingati sebagai HUT PGRI dan Hari Guru Nasional?

Tanggal ini merupakan hari lahir PGRI yang didirikan pada 25 November 1945, bertepatan dengan seratus hari setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia.


Apa latar belakang berdirinya PGRI?

PGRI lahir dari Kongres Guru Indonesia di Surakarta sebagai upaya menyatukan berbagai kelompok guru untuk mendukung kemerdekaan dan memajukan pendidikan.


Apa tujuan utama PGRI saat didirikan?

Tiga tujuan utama PGRI adalah mempertahankan kemerdekaan, meningkatkan pendidikan berbasis kerakyatan, dan membela hak-hak guru.


Bagaimana PGRI berkembang dari era kolonial hingga sekarang?

Berawal dari PGHB di era Belanda, menjadi PGI pada 1932, hingga PGRI pada 1945, organisasi ini terus berkembang sebagai wadah perjuangan guru dalam memajukan pendidikan dan mempertahankan nilai-nilai kebangsaan.

 

 

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya