Liputan6.com, Jakarta Seluruh pejabat tinggi pemerintah Indonesia kini diinstruksikan menggunakan mobil produksi PT Pindad, perusahaan milik negara yang bergerak di bidang senjata. Kebijakan ini membangkitkan rasa bangga nasional. Namun para analis menilai masih ada banyak tantangan yang harus dihadapi dalam menjadikannya sebagai mobil nasional.
Ketika Prabowo Subianto tiba di Kompleks Parlemen Jakarta untuk pelantikannya pada 20 Oktober, ia tampak menggunakan Toyota Alphard putih. Namun, saat keluar sebagai Presiden Indonesia ke-8, kendaraan yang menantinya di lobi adalah Maung Garuda.
Advertisement
Dengan desain gagah dan bentuk kotak, mobil taktis SUV berwarna putih itu disebut RI1 lebih cocok untuk zona tempur daripada jalanan padat Jakarta. Hal ini wajar mengingat Maung Garuda adalah produksi PT Pindad, yang dikenal memproduksi senjata, kendaraan taktis, dan peralatan militer.
Dikutip melalui Channel News Asia, Senin (25/11/2024) Presiden Prabowo kini menjadikan Maung Garuda sebagai mobil kepresidenannya. Seminggu setelah dilantik, ia menginstruksikan menteri, wakil menteri, kepala lembaga, dan pejabat tinggi pemerintah lainnya untuk menggunakan SUV tersebut sebagai kendaraan resmi.
Kebijakan ini menjadi langkah berbeda dari tradisi sebelumnya, di mana presiden menggunakan limusin Mercedes-Benz dan para menteri memilih Toyota MPV atau SUV.
Kebijakan Prabowo
Juru bicara presiden, Hasan Nasbi, menyatakan pada 28 Oktober bahwa Presiden Prabowo ingin para anggota kabinet menggunakan kendaraan lokal sebagai bentuk dukungan terhadap industri dalam negeri.
Presiden juga menegaskan keinginannya untuk mendorong kemandirian Indonesia, termasuk dalam pengembangan industri otomotif nasional.
“Dalam hati saya, saya tidak bisa menerima bahwa negara keempat terbesar di dunia, yang diberkahi kekayaan alam melimpah, tidak bisa memproduksi mobil, motor, atau komputer sendiri,” ujar Prabowo dalam konvensi regional di Jakarta pada 7 November.
Dukungan untuk Industri Dalam Negeri
Salah satu janji kampanye Presiden Prabowo adalah menciptakan 19 juta lapangan kerja selama masa kepemimpinannya. Salah satu caranya adalah dengan mendorong sektor manufaktur.
Menurut Dr. Tauhid Ahmad dari INDEF, prioritas presiden menggunakan produk lokal adalah langkah positif.
“Ini bukan hanya tentang kebanggaan nasional. Memaksimalkan penggunaan produk lokal dapat mendorong industri domestik dan menciptakan efek berantai bagi pertumbuhan sektor lain,” katanya.
PT Pindad mengklaim 70% komponen Maung Garuda berasal dari dalam negeri. Sisanya, seperti sasis, mesin, dan rangka dasar, masih diimpor dari perusahaan asing seperti Ssangyong (Korea Selatan), Toyota (Jepang), dan Mercedes-Benz (Jerman).
Ahli otomotif Bebin Djuana menilai perusahaan lokal memerlukan dukungan penuh dari pemerintah. Negara lain, seperti Malaysia dengan Proton, memberikan insentif pajak, subsidi, dan akses pinjaman. Ini memungkinkan Proton menawarkan harga lebih murah dibanding pesaing.
“Jika pemerintah Indonesia tidak konsisten dalam mendukung perusahaan lokal, mereka akan sulit bersaing,” ujar Bebin.
Meski memiliki dukungan pemerintah, membangun mobil tetap memerlukan rantai pasok yang rumit, teknologi canggih, dan riset bertahun-tahun.
“Indonesia harus siap menghadapi risiko kehilangan uang jika ingin merealisasikan ambisi ini,” tambah Bebin.
Advertisement
Sejarah Panjang Kegagalan
Prabowo bukan presiden pertama yang bermimpi membangun merek mobil nasional. Presiden Sukarno mendirikan PT Industri Mobil Indonesia pada 1962, tetapi rencana produksi terhenti karena kerusuhan politik pada 1965.
Di era Suharto, upaya serupa dilakukan dengan memberikan insentif pajak untuk mobil produksi lokal. Namun, merek-merek yang menikmati insentif ini ternyata hanya versi rebranding dari model asing.
Setelah Suharto turun pada 1998, beberapa upaya lain dilakukan, tetapi sebagian besar berhenti di tahap prototipe.
Saat ini, hanya ada empat Maung Garuda yang digunakan secara resmi: dua oleh Presiden Prabowo dan dua oleh Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Mobil ini dilengkapi bodi antipeluru, ban antirusak, dan berbagai fasilitas mewah seperti televisi layar datar. Biaya produksinya diperkirakan mencapai Rp 1,2 miliar per unit.
Pindad telah menerima pesanan 10.000 unit dari pemerintah dan 4.600 unit dari Kementerian Pertahanan. Dengan kapasitas produksi saat ini, pesanan tersebut akan memakan waktu dua tahun untuk diselesaikan.
“Presiden Prabowo telah menunjukkan komitmennya pada industri lokal dengan memberikan peluang ini kepada Pindad,” kata Direktur Utama Pindad, Abraham Mose.
Untuk bisa bersaing di pasar umum, Pindad perlu meningkatkan kapasitas produksi dan terus memperbaiki produknya berdasarkan masukan pengguna.
“Dengan perbaikan dan konsistensi, Pindad bisa siap memasuki pasar publik,” kata Dr. Tauhid. Namun, pemerintah harus terus mendukung agar upaya ini tidak berhenti di tengah jalan.