KIP: Belum Ada Laporan Masyarakat Terkait PPN jadi 12%

Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP), Rospita Vici Paulyn mengaku pihak belum menerima keluhan dari masyarakat terkait rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang akan mulai diberlakukan pada 1 Januari 2025 mendatang.

oleh Septian Deny diperbarui 25 Nov 2024, 16:45 WIB
Berbagai sarana dan prasarana yang sudah disiapkan pihaknya untuk memfasilitasi penyandang disabilitas, mulai dari guiding block untuk memandu tuna netra, hingga ketersediaan kursi roda serta tongkat untuk membantu mereka yang kesulitan berjalan. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP), Rospita Vici Paulyn mengaku pihak belum menerima keluhan dari masyarakat terkait rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang akan mulai diberlakukan pada 1 Januari 2025 mendatang.

"Sejauh ini belum ada," ungkap Vici kepada media, Jakarta, Senin (25/11).

Masyarakat Diminta Ikuti Prosedur

Sebelum Mengadu ke Komisi InformasiVici menjelaskan prosedur yang harus diikuti masyarakat terkait PPN 12 persen adalah menyampaikan keluhan atau permohonan informasi terlebih dahulu kepada badan publik terkait melalui Sekretariat Negara.

Setelah itu, jika masyarakat tidak mendapatkan respons yang baik dari badan publik tersebut, barulah mereka dapat mengajukan pengaduan ke Komisi Informasi (KI).

Vici menegaskan prosedur ini wajib dilakukan karena sifat Komisi Informasi yang pasif, di mana mereka hanya dapat menangani pengaduan yang diajukan secara resmi dan tertulis oleh masyarakat.

"Nah, setelah itu baru, kalau tidak mendapat respon yang baik, baru bisa mengadu ke Komisi Informasi. Jadi prosedurnya harus seperti itu, karena tadi sekali lagi saya sampaikan, Komisi Informasi itu sifatnya pasif, kami harus menerima pengaduan dari masyarakat, dan pengaduan itu harus sifatnya tertulis dan resmi," terang dia.

Vici menerangkan sebenarnya tidak ada kendala spesifik terkait pelaporan, namun masyarakat tidak bisa langsung mengadu ke Komisi Informasi. Mereka harus terlebih dahulu mengajukan permohonan atau keluhan ke badan publik terkait. Jika badan publik tidak memberikan respons yang memadai, barulah pengaduan dapat diajukan ke Komisi Informasi.

"Sebenarnya kalau kita bicara kendala, nggak ada. Cuma prosedurnya itu, masyarakat harus, nggak bisa langsung ke Komisi Informasi. Jadi masyarakat harus ke badan publiknya dulu. Kalau badan publiknya tidak merespon dengan baik, baru bisa ke Komisi Informasi," bebernya.

 


Waktu Respon Badan Publik Diatur Undang-Undang, Dikeluhkan Terlalu Lama

Ilustrasi Pajak (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Ia menjelaskan lebih lanjut prosedur ini telah diatur oleh undang-undang dengan waktu yang cukup panjang. Menurut undang-undang KIP, badan publik memiliki waktu 10 hari kerja untuk merespons permohonan informasi. Hal ini terkadang membuat pemohon merasa waktu yang diberikan terlalu lama, terutama ketika mereka membutuhkan respons yang cepat.

"Nah itu prosedur seperti itu yang harus ditempuh oleh masyarakat, dan itu diatur dengan waktu. Waktunya itu yang menurut undang-undang KIP cukup panjang, 10 hari kerja masa respon dari badan publik. Sehingga kadang-kadang pemohon informasi merasa terlalu lama, terlalu panjang waktu itu, sementara dia butuh sesuatu yang direspon dengan cepat," tutupnya.


PPN Naik jadi 12%, Banyak Masyarakat Belum Tahu?

Ilustrasi pajak. (Photo by 8photo on Freepik)

Komisi Informasi Pusat (KIP) meminta pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), untuk memberikan informasi yang jelas dan rinci kepada masyarakat mengenai rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025.

Komisioner KIP, Rospita Vici Paulyn menilai pemerintah perlu secara terbuka menjelaskan alasan di balik kebijakan kenaikan PPN sebesar 1 persen dari tarif sebelumnya. Menurutnya, hingga saat ini pemerintah hanya menyebutkan langkah tersebut diambil untuk memenuhi kebutuhan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), tanpa menjelaskan detail pemanfaatannya kepada masyarakat.

"Kebijakan apa yang diambil, sehingga kemudian pemerintah menaikkan PPN 1 persen dari tahun sebelumnya, itu belum tersampaikan secara langsung karena pemerintah kan hanya bilang untuk kebutuhan APBN," kata Vici dalam konfrensi pers, Jakarta, Senin (25/11).

 


Detail Pemanfaatan APBN Perlu Dijelaskan

Petugas melayani wajib pajak di salah satu kantor pelayanan pajak pratama di Jakarta, Kamis (29/12/2022). Penerimaan pajak tercatat melampaui target 2022 meskipun tanpa pelaksanaan program pengungkapan sukarela atau PPS dan kenaikan tarif pertambahan nilai atau PPN menjadi 11%. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Vici menegaskan publik membutuhkan penjelasan yang lebih spesifik tentang kebutuhan dan alokasi tambahan anggaran tersebut.

"Kebutuhannya apa? Seperti apa? Bagian mana dari APBN yang perlu ditambah? Itu belum tersampaikan secara langsung kepada publik. Dan publik sebenarnya tidak terlalu penting terkait kebutuhan APBN-nya. Tapi pemanfaatannya untuk apa sih? Ini nambah 1 persen dari seluruh Indonesia itu kan banyak sekali jumlahnya," paparnya.

Menurutnya, masyarakat tidak terlalu peduli dengan rincian teknis kebutuhan APBN, tetapi lebih membutuhkan informasi konkret tentang manfaat yang akan dirasakan dari kenaikan PPN ini.

Pemerintah, katanya perlu menjelaskan secara rinci kepada masyarakat apa saja dampak positif yang akan diterima dari tambahan pajak tersebut.

"Pemanfaatannya saja yang harusnya disampaikan secara jelas kepada masyarakat. Anda akan dapat A,B,C,D,E,F. Anda akan dapat fasilitas kesehatan yang lebih baik," tegasny.

 

Infografis Hacker Bjorka Bobol Data Pajak Jokowi hingga Sri Mulyani. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya