Liputan6.com, Jakarta - Insiden polisi tembak polisi kembali terjadi di institusi Polri. Kali ini terjadi di Solok Selatan Sumatera Barat, yang diduga kuat karena persoalan tambang ilegal. Korban penembakan adalah Kasat Reskrim Polres Solok Selatan, AKP Ryanto Ulil Anshar.
Dirinya tewas ditembak pada Jumat (22/11/2024) dini hari oleh koleganya, Kabag Ops Polres Solok Selatan, AKP Dadang Iskandar. AKP Ryanto ditembak dua kali pada bagian wajah dan diduga dilakukan pada jarak dekat yang membuatnya meninggal dunia.
Advertisement
Peristiwa penembakan sesama anggota polisi bukan kali pertama terjadi di Indonesia. Kasus serupa pernah terjadi yakni penembakan Brigadir J di tahun 2023 yang sempat menjadi perhatian publik. Peristiwa yang sama juga terjadi di Lampung (2022) dan Depok (2019).
Ahli Hukum Pidana Universitas Bina Nusantara (Binus), Ahmad Sofian, mengatakan, kasus di Solok berbeda dengan yang lain, karena di sini ada kepentingan yang hendak dilindungi, dan kepentingan yang hendak dibebaskan dari perbuatan melawan hukum yang dalam hal ini adalah tambang ilegal.
"Jadi memang tambang ilegal ini kan banyak dapat beking penegak hukum. Tapi sebetulnya ada juga membeking itu bukan penegak hukum dengan terang-benderang, dalam artian pelaku tindak pidana tambang ilegal ini memberikan setoran sedemikian rupa untuk melindungi tindak pidana yang dilakukannya sebagai tambang ilegal tadi," kata Ahmad kepada Liputan6.com, Senin (25/11/2024).
Tambang ilegal ini, kata dia, bisa jadi tambang tidak ada izin, atau izinnya sudah dicabut, atau sebetulnya orang-orangnya tidak memiliki kompetensi untuk melakukan tambang di wilayah Solok.
"Karena ini ada perputaran uang yang cukup tinggi, dan karena mereka tahu ini adalah ilegal, maka ada sejumlah setoran dan itu sudah dinikmati sejak lama oleh penegak hukum dan mereka ada di zona yang nyaman dengan upeti atau setoran atau pendapatan dari pelaku tindak pidana."
"Nah ketika ada seorang polisi yang ingin menuntaskan masalah itu, menegakan norma tempat itu, maka polisi-polisi lain atau penegak hukum lain merasa terganggu kepentingannya. Itu satu analisanya."
Analisa kedua, kata Ahmad, bisa jadi ini adalah pertarungan antara penambang ilegal yang bekingnya beda-beda.
"Jadi dua analisis tersebut tinggal dibuktikan saja. Tapi secara kriminologi ini sering terjadi dalam konteks perebutan 'kue' yang haram. Yang ini juga harus dituntaskan oleh Mabes Polri. Kalau tidak dituntaskan, perbuatan seperti ini akan terjadi lagi di masa depan."
Ahmad mengatakan, bukan rahasia umum lagi bahwa ada oknum yang membeking pelaku, seperti pengedar narkoba sebagian ditangkap, sebagian dilepas untuk membongkar sindikasi tertentu, karena pesanan sindikasi yang lain.
"Jadi saling melindungi mafia kejahatan yang terorganisir itu adalah sesuatu yang bukan rahasia umum lagi yang masyarakat yang ada di area tersebut sudah paham, sehingga ini memang harus dituntaskan di masa Presiden Prabowo. Jadi tidak boleh lagi, tidak dibenarkan lagi penegak hukum melakukan beking atau melindungi pelaku kejahatan atau sindikat kejahatan, sementara berpotensi untuk diadu domba oleh sindikat itu," pungkasnya.
Penggunaan Senpi Harus Dievaluasi
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho, mengatakan polri harus membongkar akar masalahnya. Apakah penembakan karena hubungan personal polisi antara polisi, atau karena masalah tambang dan rebutan proyek.
"Dari obyek perkara, subyek pelaku apakah si pelaku masih mampu menggunakan senjata, sejauh mana kepribadiannya? Ini harus dievaluasi sehingga ini menjadi atensi setiap polisi di Indonesia bahwa seseorang itu sebenarnya masih mampu atau tidak, karena sangat berbahaya ketika seseorang memegang senjata, tapi tidak mampu mengendalikan diri," kata Hibnu kepada Liputan6.com, Senin (25/11/2024).
"Kalau kita membaca fenomena seperti itu (beking aparat) bisa dimengerti apalagi kalau daerah-daerah tambang, daerah wilayah itu bisa dimengerti, bisa dipahami. Tapi itu kan bukan suatu hal yang menjadikan alasan pembenar."
Karena namanya polisi bawa senjata, kata Hibnu, kemampuannya mengendalikan diri sangat penting.
"Itu yang saya kira Polri harus mengevaluasi, semua yang membawa senjata dievaluasi. Itu penting. Masalah rebutan proyek itu sudah sering terjadi, tapi ketika mampu membawa senjata (tapi tidak mampu mengendalikan diri), saya kira jadi seperti itu," ucap Hibnu.
Sementara Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai fenomena beking-bekingan memang masih hidup di kalangan aparatur negara, tidak hanya di kepolisian saja.
Satu pihak tugasnya memberantas, satu pihak lagi mengambil keuntungan dengan melindungi. Praktik ini, kata Fickar, tidak jauh beda dengan judi online.
"Ya (seperti puncak gunung es), di belakang peristiwa ini ada beking-bekingan. Begitulah rumus lama. Bersama kekuasaan atau kewenangan, di situ ada potensi korupsinya," kata Fickar kepada Liputan6.com, Senin (25/11/2024).
Ia mendorong Polri untuk melakukan evaluasi. Salah satunya melalui transparansi pada semua level program.
"Sebaik apapun pendidikan dan pelatihan kepada SDM-nya akan selalu ada penyimpangan, karena itu butuh ketegasan tindakan disiplin, sekaligus penegakan hukum. Pecat saja jika terbukti," lanjutnya.
Polri Tegaskan Telah Terapkan SOP soal Senpi Personel
Polri menegaskan telah menerapkan standar operasional prosedur (SOP) terkait penggunaan senjata api (senpi) pada personel kepolisian.
“Tentu saja setiap SOP sudah dibuat dan sudah dilaksanakan oleh kepolisian di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, baik itu terkait dengan masalah administrasi maupun tes psikologinya,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Pol. Sandi Nugroho di Gedung Rupatama Mabes Polri, Jakarta, Senin (25/11/2024) seperti dilansir Antara.
Pernyataan itu merupakan tanggapan atas terjadinya kasus penembakan oleh Kabag Ops Polres Solok Selatan AKP Dadang Iskandar yang menyebabkan tewasnya rekan seprofesinya, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Solok Selatan AKP Ryanto Ulil Anshar pada Jumat (22/11).
Irjen Pol. Sandi mengatakan bahwa kepolisian telah melaksanakan pemeriksaan secara berkala pada personel yang menggunakan senpi dalam bertugas.
“(SOP) ini update dilaksanakan oleh kepolisian, baik itu di tingkat pusat dan di tingkat wilayah. Tergantung dari kebutuhan pemeriksaannya,” ujarnya.
Atas perkara yang terjadi Polres Solok Selatan, dirinya mengatakan peristiwa tersebut akan menjadi evaluasi bagi Polri dalam hal penggunaan senpi oleh personelnya.
“Apa pun (informasi) yang diberikan oleh masyarakat, ini menjadi suatu masukan dan menjadi penguat bagi kami semua agar ke depan, tidak ada lagi atau mengurangi pelanggaran terutama yang berkaitan dengan senpi,” ucapnya.
Irjen Pol. Sandi menjelaskan, asistensi tersebut diberikan untuk mengawasi apakah penanganan perkara tersebut telah dilakukan secara benar atau tidak.
“Kemudian, dari sisi pengawasan dari Propam dan Itwasum akan melihat bagaimana sisi manajerial, profesi, maupun kode etik yang dijalankan,” ucapnya.
AKP Dadang Bawa 2 Magazine Peluru
Diketahui, Polda Sumatera Barat telah menjerat Kabag Ops Kepolisian Resor Solok Selatan AKP Dadang Iskandar dengan pasal pembunuhan berencana.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumatera Barat Kombes Pol. Andri dalam jumpa pers pada hari Sabtu (23/11) mengatakan bahwa pembunuhan berencana dipakai oleh pihaknya setelah mendalami kronologis serta keterangan para saksi.
Salah satunya adalah jumlah peluru yang dibawa oleh tersangka ketika mendatangi korban AKP Riyanto Ulil Anshari di Kantor Polres Solok Selatan, Jumat (22/11).
"Ada dua magazine yang dibawa oleh pelaku, satu magazine berisi 15 butir peluru, dan satu lainnya berisi 16 butir, sedangkan di kantong celananya juga terdapat 11 butir," ungkapnya.
Jumlah butir peluru yang begitu banyak itu, kata dia, kemudian menjadi indikasi bagi penyidik bahwa tersangka AKP Dadang Iskandar sudah mempersiapkannya dari awal.
Advertisement
Kronologi Penembakan
Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Barat, Irjen Pol Suharyono mengatakan peristiwa polisi tembak polisi ini terjadi pada Jumat (22/11/2024) pukul 00.15 WIB.
"Korban sempat dibawa ke puskesmas, namun nyawanya tak tertolong," katanya.
Berawal saat Sat Reskrim Polres Solok Selatan AKP Ryanto mengamankan pelaku tambang galian C. Saat menuju Polres, Kasat Reskrim mendapat telepon dari Kabag Ops AKP Dadang Iskandar, terkait adanya penangkapan terhadap pelaku tambang galian C yang telah diamankan oleh personel Sat Reskrim Polres Solok Selatan.
Sesampainya di polres, tersangka kemudian diamankan di ruang Reskrim Polres Solok Selatan untuk dilakukan pemeriksaan.
Saat personel berada dalam ruangan, terdengar bunyi tembakan dari luar, dan saat diperiksa keluar, Kasat Reskrim AKP Ryanto sudah terkena tembakan dan tidak bergerak.
Personel melihat mobil yang dikendarai Kabag Ops AKP Dadang Iskandar meninggalkan TKP. Mobil yang dikendarainya jenis Dinas Isuzu Dmax dengan nomor plat 3-46.
AKP Ryanto terkena dua kali tembakan pada bagian wajah, yakni pada pelipis sebelah kanan dan pipi kanan. Kabag Ops melakukan tembakan diduga menggunakan senjata api pendek jenis pistol HS : 260139. Saat terjadi penembakan hanya terdapat Kabag Ops dan Kasat Reskrim di TKP.
Dugaan awal disebut, AKP Dadang Iskandar tidak senang dengan penangkapan yang dilakukan oleh Sat Reskrim Polres Solok Selatan Akp Ryanto, sehingga terjadi penembakan.
Motif Penembakan
Motif dari peristiwa itu lantaran Kabag Ops AKP Dadang Iskandar tidak senang rekannya ditangkap terkait kasus dugaan tambang pasir dan batu (sirtu) ilegal.
"Motif yang bersangkutan melakukan adalah rasa tidak senang, di mana rekanan pelaku ini dilakukan penegakan hukum oleh korban di Polres Solok Selatan, sehingga yang bersangkutan mencoba meminta tolong," ujar Direktur Reskrimum Polda Sumbar Kombes Andry Kurniawan, Minggu (24/11/2024).
"Kemudian tidak ada respons, selanjutnya yang bersangkutan melakukan penembakan. Jadi sementara keterangan dari tersangka kami dapatkan. Tentu kami penyidik akan mendalami," sambungnya.
Menurut Andry, penyidik masih mendalami terkait peran Kabag Ops AKP Dadang Iskandar di kasus dugaan tambang sirtu ilegal tersebut. Termasuk siapa pemilik dari proyek galian mineral itu di kasus polisi tembak polisi.
"Sedang kita dalami," terang dia.
Adapun tersangka yang ditangkap oleh Kasat Reskrim Ulil Ryanto Anshari, disebutnya berprofesi sebagai sopir dari tambang sirtu. Sementara soal kedekatan dengan Kabag Ops AKP Dadang Iskandar juga masih dalam penelusuran penyidik.
"Yang bersangkutan minta tolong ke Pak Kabag Ops untuk bisa membantu," Andry menandaskan.
Tembaki Rumah Dinas Kapolres Solok Selatan
Sekretaris Kompolnas Irjen Polisi (Purn) Arief Wicaksono Sudiutomo mendapati sejumlah fakta, di antaranya AKP Dadang Iskandar juga menembak rumah dinas Kapolres Solok Selatan dengan ditemukannya beberapa bekas tembakan maupun selongsong peluru.
"Pelaku juga sempat menembak ke arah ajudan Kapolres namun berhasil menghindar," katanya.
Setelah kejadian itu, Dadang Iskandar langsung menyerahkan diri ke Mapolda Sumbar dengan menyerahkan senjata api beserta magazine yang digunakan untuk menembak Ryanto Ulil Anshar.
Ia mengatakan, jajaran Polda Sumbar yang dipimpin Irjen Pol Suharyono harus bekerja dengan baik dan transparan dalam mengungkap penembakan Kasat Reskrim Kompol Anumerta Ryanto Ulil Anshar oleh Kabag Ops Polres Solok Selatan AKP Dadang Iskandar.
Untuk memastikan Polda Sumbar bekerja secara profesional, Arief Wicaksono juga akan menghadiri langsung sidang pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) terhadap Dadang Iskandar.
"Nantinya detail dari sidang kode etik akan saya sampaikan kepada Bapak Kapolri," kata Arief yang juga Ketua Harian Kompolnas tersebut.
Diduga karena Berebut Cuan
Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil sangat menyayangkan soal kasus polisi tembak polisi yang terjadi di Solok, Sumatera Barat. Kassus penembakan ini diduga dilakukan oleh Perwira polisi terhadap rekannya.
"Sangat disayangkan bahwa polisi tembak polisi hanya karena soal tambang galian C. Patut diduga karena berebut cuan dari galian C," kata Nasir, Jumat (22/11/2024).
Menurut Politikus Partai Keadilan Sosial (PKS) ini, dengan adanya kejadian itu seperti peristiwa gunung es yang tidak pernah diselesaikan.
"Sangat memalukan dan melenceng dari polisi Presisi. Ini seperti gunung es yang tidak pernah diselesaikan," tegasnya.
Ia memandang tragedi polisi menembak polisi di Solok Selatan, Sumatera Barat, sebagai momentum penting untuk mengevaluasi penggunaan senjata api di kalangan aparat penegak hukum.
“Harus ada tes berkala untuk memastikan kesehatan fisik dan mental aparat yang diberi kewenangan membawa senjata api. Senjata tidak boleh digunakan sembarangan, apalagi untuk konflik pribadi,” kata Nasir.
Nasir menegaskan, kasus ini menjadi pengingat bagi institusi kepolisian untuk memperketat pengawasan terhadap penggunaan senjata api. Ia juga menyerukan agar pelaku diproses hukum secara adil dan dijatuhi sanksi tegas.
Penggunaan senjata api oleh anggota kepolisian kerap menjadi sorotan, terutama karena berbagai insiden penembakan antarpolisi. Padahal, prosedur penggunaannya telah diatur dengan jelas dalam Perkapolri Nomor 8 Tahun 2009, terutama Pasal 47 ayat (1), yang mengatur implementasi prinsip dan standar hak asasi manusia dalam tugas kepolisian.
Cederai Marwah Kepolisian
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Edi Hasibuan menilai perbuatan Kabag Operasi Polres Solok Selatan AKP Dadang Iskandar yang menembak mati Kasatreskrim AKP Ryanto Ulil Anshar merupakan tindakan yang bisa menurunkan marwah Kepolisian.
"Perbuatan oknum ini sangat tidak terpuji lantaran perilakunya jelas telah menurunkan marwah, harkat dan juga martabat Kepolisian di tengah masyarakat," kata Edi di Jakarta, Sabtu (23/11/2024).
Menurut Edi, perbuatan oknum ini masuk kategori pelanggaran dan harus ada hukuman berat kepada yang bersangkutan untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap Polri.
Karena itu, dia mendukung upaya Polri yang bakal memberikan sanksi tegas berupa sanksi etik, pemecatan dan pidana sekaligus.
"Kami melihat sanksi berupa pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) dan proses pidana dengan hukuman dengan ancaman hukuman paling berat terhadap pelaku sangat pantas diberikan," kata dosen pascasarjana Universitas Bhayangkara Jakarta ini.
Dia berharap pemecatan dan pemidanaan itu harus dilakukan agar kasus serupa tidak terulang di tempat lain dan bisa membuat membuat efek jera.
Penembakan dengan motif yang diduga berlatar belakang tambang ilegal itu hingga kini masih terus didalami tim pemeriksa dari Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) dan Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Mabes Polri.
Edi minta semua pihak yang selama ini ikut menikmati usaha tambang ilegal di Solok Selatan agar menjadi fokus perhatian pemeriksaan Bareskrim dan Propam Polri.
"Kalau ada pejabat Polres dan Polda Sumbar ikut menikmati tambang ilegal di Solok Selatan, kami minta kinerjanya dievaluasi oleh Kapolri," ujarnya.
Advertisement
Kapolri Kerahkan Propam dan Irwasum Asistensi Kasus Penembakan
Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo mengerahkan Kadiv Propam Polri Irjen Pol. Abdul Karim dan Irwasum Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo untuk memberikan asistensi dalam penanganan perkara polisi tembak polisi di Polres Solok Selatan.
"Hari ini Bapak Kapolri sudah memerintahkan Kadiv Propam dan Pak Irwasum untuk turun ke Sumatera Barat dalam langkah mengecek dan mengasistensi semua kegiatan kepolisian yang dilaksanakan oleh polres maupun dari polda," kata Kadiv Humas Polri Irjen Pol. Sandi Nugroho di Gedung Rupatama Mabes Polri, Jakarta, Senin (25/11/2024) seperti dilansir Antara.
Irjen Pol. Sandi menjelaskan bahwa asistensi tersebut untuk mengawasi apakah penanganan perkara tersebut secara benar atau tidak.
"Dari sisi pengawasan dari Propam, sementara Itwasum akan melihat bagaimana sisi manajerial, profesi, maupun kode etik yang dijalankan,” ucapnya.
Kadiv Humas Polri berjanji hasil asistensi tersebut akan segera memublikasikan kepada publik, dan berharap hasil tersebut dapat memberikan gambaran yang jelas kepada masyarakat.
Irjen Pol. Sandi juga mengatakan bahwa Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo telah secara tegas akan menindak pelaku sesuai dengan aturan yang berlaku, baik terkait pidana maupun terkait dengan masalah etik.
Kenaikan Pangkat Anumerta ke Almarhum AKPB Ulil Ryanto
Polri menyampaikan rasa duka mendalam atas insiden penembakan yang menewaskan Kasat Reskrim Polres Solok Selatan AKP Ulil Ryanto Anshari. Korban meninggal dunia usai ditembus peluru yang dilepaskan oleh rekannya, Kabag Ops AKP Dadang Iskandar.
Sebagai bentuk penghormatan kepada korban, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memberikan kenaikan pangkat luar biasa anumerta. Almarhum menerima kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi, yakni dari Ajun Komisaris Polisi (AKP) menjadi Komisaris Polisi (kompol).
"Ya benar, Bapak Kapolri memberikan KPLB pada korban yang gugur saat bertugas," tutur Irwasum Polri Irjen Dedi Prasetyo kepada wartawan, Sabtu (23/11/2024).
Kompol Anumerta Ulil dinyatakan gugur saat melaksanakan tugas. Kenaikan pangkat luar biasa itu diberikan berdasarkan Keputusan Kapolri Nomor Kep/1926/XI/2024 tentang Kenaikan Pangkat Luar Biasa Anumerta bagi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Keputusan itu diteken langsung oleh Kabag Pangkat Biro Pembinaan Karier Staf Sumber Daya Manusia (SSDM) Polri, Kombes Fadly Samad atas nama Kapolri.
Infografis 4 Kasus Polisi Tembak Polisi
Advertisement