Turun Gunungnya Jokowi Disebut Ada Kaitannya untuk Kepentingan Politik di 2029

Kehadiran Presiden ketujuh RI Joko Widodo atau Jokowi dengan bertemu sejumlah pasangan calon yang berkontestasi di Pilkada 2024, bahkan sempat terang-terangan hadir di kampanye, menuai banyak sorotan.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 25 Nov 2024, 22:38 WIB
Calon Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ahmad Luthfi saat menyambut kepulangan Jokowi ke Solo. (Dok. Tangkapan Layar Instagram)

Liputan6.com, Jakarta Kehadiran Presiden ketujuh RI Joko Widodo atau Jokowi dengan bertemu sejumlah pasangan calon yang berkontestasi di Pilkada 2024, bahkan sempat terang-terangan hadir di kampanye, menuai banyak sorotan.

Peneliti senior Centra Initiative, Al Araf menduga, Langkah Jokowi ini bukan hanya berkaitan kontestasi Pilkada 2024 semata, tapi melainkan politik di 2029.

Adapun ini disampaikan dalam diskusi yang digelar Imparsial bersama koalisi masyarakat sipil kawal Pemilu Demokratis bertajuk 'Dinamika Politik dan Keamanan Jelang Pilkada: Bayang-Bayang Jokowi di Rezim Prabowo', di Jakarta, Senin (25/11/2024).

"Dalam konteks ini saya ingin bilang bahwa pilkada ini bukan hanya dilihat dalam konteks pilkada saat ini, tapi pilkada ini akan menjadi penyangga dalam pertarungan politik di 2029 nanti," kata dia.

Menurut Al Araf, hal ini diduga kuat membuat situasi politik ini memanas. "Itu yang kemudian membuat situasinya memanas dan seorang mantan presiden pun habis-habisan untuk turun," ungkap dia.

Meski demikian, Al Araf menyayangkan apa yang dilakukan Jokowi, karena disebutnya secara etika politik, hal yang cukup memalukan. Seharusnya, Jokowi bisa bersikap negarawan. "Secara etik, itu memalukan," kata dia.

"Artinya kan ada kegentingan, ada kedaruratan atau pertanyaannya ada kepentingan yang dibaca dalam lima tahun ke depan oleh dia, sehingga pilkada ini harus menang," sambungnya.


Belum Terbukti

Pengamat komunikasi politik, M Jamiluddin Ritonga menyoroti cawe-cawe yang dilakukan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) di Pilkada Serentak 2024.

Menurut dia, cawe-cawe Jokowi ini belum terbukti mampu mendongkrak elektabilitas paslon tertentu yang didukung.

“Cawe-cawe Jokowi masih belum dapat dikatakan mendongkrak elektabilitas paslon yang didukungnya. Sebab, sejak Jokowi cawe-cawe, elektabilitas paslon yang didukungnya belum mengalami kenaikan signifikan,” kata Jamiluddin saat dikonfirmasi, Senin (25/11/2024).

Jamiluddin mencontohkan cawe-cawe Jokowi di Pilkada Jakarta dan Jawa Tengah. Menurutnya, elektabilitas Ridwan Kamil-Suswono di Jakarta dan Ahmad Luthfi-Taj Yasin di Jateng yang didukung Jokowi hingga saat ini cenderung stagnan.

“Kalau pun ada kenaikan, hanya sekitar 1 hingga 2 persen. Kenaikan lebih besar justru diperoleh paslon yang bukan didukung Jokowi. Pramono-Rano di Jakarta dan Andika-Hendi di Jateng, justru elektabilitasnya mengalami kenaikan lebih tinggi daripada Ridwan-Suswono dan Luthfi-Yasin,” kata dia.


Berdampak Negatif pada Karier Politik Jokowi

Menurut Jamiluddin, kalaupun paslon yang didukungnya menang, bukan berarti itu kontribusi Jokowi. Begitu juga bila paslon yang didukungnya kalah.

“Seandainya jagoan Jokowi menang, itu bisa saja karena kerja keras si paslon dan tim pemenangannya. Kontribusi Jokowi dapat dikatakan tidak signifikan. Peluang menang paslon yang didukung Jokowi tentu tetap terbuka. Sebab, selisih elektabilitas paslon yang didukungnya dengan kompetitornya di Jakarta dan Jawa Tengah relatif tipis,” ucap Jamiluddin.

Sementara apabila paslon yang didukung Jokowi kalah, kata dia, maka justru akan berimplikasi pada karier politik mantan Wali Kota Solo tersebut.

“Pamor Jokowi akan dengan sedirinya meredup. Jadi, cawe-cawe yang dilakukan Jokowi di Pilkada 2024 sangat berisiko pada perjalanan politiknya. Jokowi sangat berpeluang akan dijauhi partai politik karena dinilai sudah tak layak jual lagi."

"Karena itu, pertaruhan politiknya sangat tinggi. Jokowi bisa saja akan tinggal kenangan dalam percaturan politik tanah air. Jokowi akan lapuk di makan waktu,” kata dia

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya