Liputan6.com, Jakarta - Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) melalukan cawe-cawe hingga mengendorse paslon di berbagai pilkada. Politisi PDIP TB Hasanuddin menilai sikap Jokowi itu tidak mencerminkan sikap negarawan.
“Beliau itu mantan presiden dua priode, beliau itu negarawan harusnya sebagai negarawan harus menjadi bapak yang patut dicontoh. Saya melihat ada ketidakwajaran, ketika Pak Presiden Prabowo ada di luar negeri beliau naik mobil diarak, kemudian melempar-lempar kaos persis seperti saat beliau presiden dulu,” kata Hasanuddin saat dikonfirmasi, Selasa (26/11/2024).
Advertisement
Hasanuddin mengingatkan, Jokowi tak lagi menjabat sebagai presiden ataupun ketua umum parpol, sehingga tak perlu ikut campur di pilkada.
“Cobalah saling mengelus dada tolong Pak Jokowi beliau sudah tidak jadi presiden lagi, beliau juga bukan ketua umum parpol kenapa kok masih ikut terjun ke lapangan, ini tidak sesuai dengan janji beliau yang katanya pensiun akan ke kampung dan momong cucu, tidak aprak-aprakan di jalan,” kata dia.
Sementara itu, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto ditemani oleh FX Hadi Rudyatmo melakukan ziarah ke Makam Pangeran Sambernyawa.
Di sana Hasto mengadukan atas ambisi kekuasaan Jokowi yang sudah melewati batas.
“Bukannya puas dengan Gibran yang telah menjadi wakil presiden. Kini Pak Jokowi masih berusaha menjadikan Bobby Nasution menantunya menjadi Gubernur Sumatera Utara dengan segala cara. Titipan kekuasaannya pada Komjen Polisi (Purn) Ahmad Lutfi di Jawa Tengah; Ridwan Kamil di DKI; Khofifah di Jatim; dan begitu banyak calon kepala daerah lainnya yang dititipkan sebagai perpanjangan kekuasaan Pak Jokowi,” bebernya.
Jokowi Masih Cawe-cawe di Pilkada 2024, Pengaruhnya Masih Signifikan?
Presiden Ke-7 RI Joko Widodo atau Jokowi ikut turun gunung mempromosikan sejumlah calon gubernur atau pun kepala daerah yang maju dalam kontestasi Pilkada Serentak 2024.
Pengamat Politik Adi Prayitno memilih kata yang tepat untuk sikap Jokowi itu, yakni endorsement. Baginya, mantan presiden itu sudah lagi bukan pejabat negara alias sipil, sehingga penggunaan kata cawe-cawe di kasus Pilkada 2024 ini kurang tepat disematkan terhadapnya.
“Saya kira Jokowi tidak pas disebut cawe-cawe. Biasanya cawe-cawe itu adalah mereka yang saat ini pejabat publik dan turut aktif mengembangkan calon tertentu,” tutur Adi saat dihubungi Liputan6.com, Senin (25/11/2024).
“Saat ini Jokowi hanya mantan presiden, yang saya kira posisi politiknya hanya sebagai warga negara biasa dan juga berhak untuk mendukung salah satu paslon tertentu. Jadi Jokowi itu seperti kebanyakan orang, bukan elit dan hanya sebatas rakyat biasa,” sambungnya.
Apakah endorsement dan dukungan politik Jokowi ke paslon tertentu akan berdampak signifikan atau tidak, terang Adi, tentunya tidak bisa dipungkiri pengaruh itu ada. Hal itu sebagaimana yang dilakukan juga oleh Anies Baswedan, yang pengaruhnya dapat berdampak bagi sosok kepala daerah yang didukung.
“Harus diakui dalam pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota secara langsung, endorsement atau dukungan politik terbuka yang dilakukan oleh elit-elit kunci seperti Jokowi, mungkin juga seperti Anies Baswedan, dan bahkan dukungan seperti Prabowo Subianto pastinya akan berdampak ya. Terlepas apakah dampaknya signifikan atau tidak, itu tentu lain hal,” jelas dia.
Adi mengatakan, yang jelas endorsement dari Jokowi dapat memuaskan harapan terbesar orang-orang yang merasa puas dengannya di daerah tertentu, seperti misalnya Jakarta dan Jawa Tengah.
Masyarakat yang menyukai Jokowi tentu berkeinginan jagoannya di pilkada juga mendapatkan dukungan mantan presiden itu.
“Orang-orang yang merasa puas dengan genus Jokowi atau strong voter Jokowi diharapkan mendukung Luthfi-Taj Yasin di Jawa Tengah dan mendukung RK-Suswono di Jakarta. Apakah seberapa besar dampaknya dukungan Jokowi itu, ya tentu waktulah yang akan menjawab,” ujarnya.
Advertisement
Bisa Pengaruhi Elektabilitas
Namun begitu, endorsement Jokowi sedikit banyak akan lumayan menambah dukungan suara kepada paslon tertentu. Sebab pastinya masih ada orang yang suka dengan Jokowi, baik di Jawa Tengah, Jakarta atau pun wilayah lainnya.
“Begitu pun dukungan Anies Baswedan misalnya di Jakarta, pastinya juga berdampak untuk menambah suara Pram ya, Pram dan Rano Karno. Apalagi kalau yang dukung itu Prabowo, pasti juga akan berdampak secara signifikan,” ungkap dia.
Adi menyebut, jagoan Jokowi akan kandas atau pun menang tentu sangat bergantung pada kerja-kerja politik paslon dan tim sukses pemenangannya.
“Menurut saya, dukungan Jokowi itu atau dukungan elit-elit kunci yang lain, ya seperti Anies misalnya, hanya sebatas pelengkap, bukan yang utama. Yang utama dalam memenangkan pertarungan itu ya tetaplah calon yang maju. Misalnya di Jawa Tengah, ya sangat tergantung Luthfi dan Yasin, tergantung RK dan Suswono di Jakarta, gitu ya,” bebernya.
Tak Menentukan Segalanya
Bagi dia, endorsement tidak menentukan segalanya, baik dari Jokowi atau Anies Baswedan. Hal itu hanyalah dapat melengkapi dan menambah elektabilitas, yang sebenarnya sudah dimiliki oleh setiap calon.
Sosok yang memberikan endorsement bukanlah faktor yang menjadi kunci kemenangan. Apabila ke depan ternyata banyak paslon yang kalah meski telah mendapat dukungan Jokowi, maka dapat diartikan mantan presiden itu sudah tidak lagi memiliki pengaruh di mata rakyat.
“Ya kalau misalnya jagoan-jagoan Jokowi atau orang yang didukung Jokowi itu kandas, ya pastinya ada kesimpulan bahwa ya pengaruh Jokowi, endorsement Jokowi, udah nggak penting gitu ya, enggak ada artinya. Begitupun sebaliknya, kalau jagoan Jokowi menang pasti akan diklaim bahwa pengaruh Jokowi masih signifikan. Tapi ingat, endorsement Jokowi dan elit-elit yang lain itu hanya sebatas pelengkap, bukan yang utama,” tegasnya.
Ketika paslon memenangkan kontestasi pilkada, itu pun tidak bisa dianggap menjadi kemenangan Jokowi. Terlebih, para calon sebenarnya sudah memiliki elektabilitas sejak awal maju Pilkada Serentak 2024.
“Mestinya kalau ada orang yang dijagokan Jokowi menang, itu bukan kemenangan Jokowi, tapi kemenangan sang calon itu. Karena sebelum di-endorse Jokowi, orang seperti Luthfi dan Taj Yasin sudah kuat elektabilitasnya. Karena sebelum di-endorse Jokowi, RK dan Suswono juga punya basis suara yang relatif solid di Jakarta, itu saja,” Adi menandaskan.
Advertisement