6 Fakta Siswa SD yang Meninggal Dunia Usai Alami Perundungan oleh Kakak Kelas, Kisah yang Berujung Duka

Seorang siswa kelas 3 SD di Subang meninggal dunia setelah menjadi korban perundungan oleh kakak kelasnya. Simak kronologi, respons pemerintah, dan langkah pencegahan bullying di sekolah.

oleh Nurul Diva diperbarui 26 Nov 2024, 10:05 WIB
Ilustrasi orang yang di bully. (Foto: Unsplash/Ilayza)

Liputan6.com, Jakarta Perundungan di lingkungan sekolah kembali menelan korban. Kali ini, seorang siswa kelas 3 SD di Kabupaten Subang, Jawa Barat, berinisial ARO (9), meninggal dunia setelah sempat mengalami koma akibat dugaan kekerasan fisik oleh kakak kelasnya. Peristiwa ini menjadi pengingat pahit akan bahaya bullying yang masih terjadi di dunia pendidikan.

Korban diketahui mengalami serangkaian tindakan kekerasan, termasuk dipukul, dijedotkan ke tembok, dan ditendang. Kondisinya terus memburuk hingga harus dilarikan ke rumah sakit. Setelah menjalani perawatan intensif selama tiga hari di ICU RSUD Subang, nyawa korban tidak tertolong.

Kejadian tragis ini menyoroti pentingnya pencegahan dan penanganan kasus perundungan di sekolah. Polisi dan pemerintah setempat telah mengambil langkah untuk mengusut kasus ini sekaligus meningkatkan sosialisasi anti-bullying. Berikut 6 faktanya, dirangkum Liputan6 dari berbagai sumber, Selasa (26/11).


Awalnya Korban Mengaku Sakit Kepala ke Keluarga

Kasus ini bermula dari pengakuan korban kepada keluarganya tentang tindak kekerasan yang dialaminya di sekolah. ARO mengeluh sakit kepala hebat dan muntah-muntah selama beberapa hari sebelum kondisinya memburuk. Ia bahkan kesulitan membuka mata dan harus merangkak untuk berjalan.

Menurut keterangan keluarga, ARO sempat menyebut bahwa ia menjadi korban kekerasan oleh tiga kakak kelasnya di sekolah. Perundungan tersebut melibatkan tindakan fisik seperti dipukul, dijedotkan ke tembok, dan ditendang.

Ketika kondisinya semakin kritis, korban dibawa ke RSUD Subang. Sayangnya, upaya medis selama tiga hari tidak membuahkan hasil, dan korban dinyatakan meninggal dunia pada Senin, 25 November 2024, pukul 16.10 WIB.


Perundungan Timbulkan Pendarahan Otak

Setelah tiba di RSUD Subang, korban langsung dirawat di ruang ICU dalam kondisi koma. Dokter menemukan adanya gejala pendarahan di otak yang diduga akibat benturan keras.

Selama perawatan, kondisi ARO terus menurun, sehingga pemeriksaan menyeluruh sulit dilakukan. Menurut Wakil Direktur RSUD Subang, dr. Syamsul Riza, pasien menunjukkan tanda-tanda mati batang otak sejak awal dirawat.

Hasil autopsi masih diperlukan untuk memastikan penyebab pasti kematian, meskipun dugaan awal mengarah pada cedera fisik akibat kekerasan. Proses ini diharapkan dapat memberikan kejelasan dalam penyelidikan kasus.


Kepala Sekolah Dinonaktifkan

Peristiwa ini mendapat perhatian langsung dari PJ Bupati Subang, Imran. Ia menyatakan bahwa pemerintah daerah berkomitmen untuk memberantas perundungan di sekolah melalui sosialisasi dan penegakan hukum.

Sebagai langkah tegas, kepala sekolah tempat korban bersekolah dinonaktifkan sementara hingga penyelidikan selesai. Langkah ini diambil untuk menunjukkan bahwa pemerintah tidak akan mentoleransi kasus bullying dalam bentuk apa pun.

Imran juga mengumumkan rencana apel di sekolah korban untuk mengumpulkan wali murid dan kepala sekolah dari seluruh wilayah Subang. Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran kolektif akan pentingnya pencegahan perundungan.


Pelaku Perundungan Berada di Bawah Pengawasan Polisi

Polres Subang telah memulai penyelidikan intensif dengan memeriksa saksi-saksi, termasuk keluarga korban, teman sekolah, dan pihak sekolah. Autopsi jenazah korban dilakukan di RS Bhayangkara Indramayu untuk memastikan penyebab kematian.

Menurut Kasatreskrim AKP Gilang Indra Friyana, hasil autopsi akan menjadi bukti penting untuk mengungkap fakta sebenarnya. Polisi juga menegaskan komitmennya untuk menuntaskan kasus ini secara transparan.

Selain itu, para pelaku perundungan, yang merupakan kakak kelas korban, berada dalam pengawasan polisi. Langkah hukum akan diambil sesuai dengan temuan penyelidikan dan bukti yang tersedia.


Peran Keluarga dalam Mengungkap Kasus Ini

Keluarga korban mengungkapkan bahwa ARO awalnya enggan menceritakan kekerasan yang dialaminya. Rasa takut terhadap pelaku membuat korban memilih untuk diam, meskipun ia menunjukkan gejala fisik yang mengkhawatirkan.

Saat kondisi memburuk, keluarga akhirnya membawa ARO ke rumah sakit dan melaporkan kejadian tersebut ke polisi. Dukungan keluarga menjadi kunci dalam memulai proses hukum atas kasus ini.

Tragedi ini menjadi pengingat bahwa komunikasi antara anak dan keluarga sangat penting untuk mendeteksi tanda-tanda kekerasan sejak dini.


Pentingnya Pencegahan Perundungan di Lingkungan Sekolah

Perundungan di sekolah tidak hanya berdampak fisik, tetapi juga psikologis, bahkan bisa berujung fatal. Kasus ini menunjukkan bahwa masih ada celah dalam sistem pengawasan sekolah terhadap perilaku siswa.

Pihak berwenang dan sekolah harus meningkatkan upaya pencegahan melalui program sosialisasi anti-bullying yang efektif. Keterlibatan guru, orang tua, dan siswa dalam menciptakan lingkungan yang aman menjadi solusi jangka panjang.

Selain itu, hukuman tegas terhadap pelaku dan pihak yang lalai dapat memberikan efek jera dan mencegah kasus serupa terjadi di masa depan.


Apa yang dimaksud dengan perundungan di sekolah?

Perundungan adalah tindakan kekerasan fisik atau verbal yang dilakukan oleh siswa terhadap siswa lain, baik secara individu maupun kelompok.


Apa dampak perundungan bagi anak?

Perundungan dapat menyebabkan trauma fisik, gangguan mental, penurunan prestasi, dan dalam kasus ekstrem, kematian.


Bagaimana cara mencegah perundungan di sekolah?

Pencegahan dapat dilakukan melalui pendidikan karakter, pengawasan guru, dan sosialisasi anti-bullying di lingkungan sekolah dan keluarga.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya