Liputan6.com, Jakarta Serangan fajar atau politik uang menjadi salah satu tantangan besar dalam penyelenggaraan Pilkada 2024. Praktik ini tidak hanya mencederai nilai-nilai demokrasi, tetapi juga membawa risiko hukum yang serius bagi pelaku maupun penerima. Meski sudah sering diperingatkan, serangan fajar masih terjadi, terutama di wilayah dengan kesadaran hukum yang rendah.
Politik uang tidak terbatas pada pemberian uang tunai, tetapi juga dalam bentuk barang seperti sembako, voucher pulsa, hingga fasilitas lainnya. Semua bentuk imbalan yang diberikan untuk memengaruhi pilihan politik seseorang tergolong sebagai pelanggaran hukum.
Advertisement
Selain ancaman pidana, serangan fajar juga merusak integritas demokrasi dengan menghasilkan pemimpin yang lebih fokus "mengembalikan modal" daripada melayani rakyat. Inilah sebabnya mengapa pemerintah, penyelenggara pemilu, dan masyarakat harus bersama-sama menolak praktik ini. Berikut fakta hukuman pidana bagi pemberi dan penerima serangan fajar, dirangkum Liputan6 dari berbagai sumber, Selasa (26/11).
Apa Itu Serangan Fajar dan Bentuk-Bentuknya?
Serangan fajar adalah istilah untuk praktik politik uang yang dilakukan menjelang pemungutan suara. Biasanya, pemberian dilakukan secara langsung untuk memengaruhi pilihan pemilih. Praktik ini sering terjadi di pagi hari sebelum TPS dibuka, sehingga dikenal sebagai "serangan fajar."
Bentuk serangan fajar tidak hanya berupa uang tunai. Barang seperti sembako, voucer pulsa, bahan bakar, atau barang lain yang memiliki nilai ekonomi juga termasuk dalam kategori politik uang. Hal ini diatur dalam Pasal 30 ayat (2) dan Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2018, yang menjelaskan perbedaan antara bahan kampanye yang diperbolehkan dan yang melanggar aturan.
Meski sering dianggap hal kecil, serangan fajar mencerminkan pelanggaran serius terhadap prinsip demokrasi. Pemilih diimbau untuk waspada dan melaporkan tindakan serupa kepada pihak berwenang.
Advertisement
Sanksi Hukum untuk Pemberi dan Penerima Serangan Fajar
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menetapkan sanksi berat bagi pelaku politik uang. Pemberi maupun penerima dapat dikenai pidana penjara dan denda yang besar.
Sanksi pidana untuk pemberi politik uang meliputi penjara selama 36 hingga 72 bulan, serta denda mulai dari Rp200 juta hingga Rp1 miliar. Sedangkan penerima juga tidak luput dari ancaman hukum, sesuai Pasal 515 dan Pasal 523 Ayat (3) UU Pemilu.
Dalam masa tenang, pelaku politik uang bisa dijerat pidana penjara hingga empat tahun dan denda maksimal Rp48 juta. Regulasi ini bertujuan untuk menekan praktik politik uang yang merusak nilai demokrasi.
Mengapa Serangan Fajar Merusak Demokrasi?
Praktik serangan fajar merusak integritas demokrasi dengan mengubah pemilihan yang seharusnya berdasarkan integritas dan kompetensi menjadi transaksi ekonomi. Pemilih yang tergiur iming-iming uang atau barang cenderung memilih tanpa mempertimbangkan kualitas calon pemimpin.
Akibatnya, pemimpin yang terpilih melalui praktik ini sering kali tidak fokus pada pelayanan masyarakat, tetapi lebih pada mengembalikan "modal" kampanye. Hal ini menciptakan pola pemerintahan yang korup dan tidak transparan.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga menegaskan bahwa serangan fajar adalah tindakan yang haram. Memilih pemimpin harus didasarkan pada kompetensi dan amanah, bukan karena uang atau barang.
Advertisement
Peran Masyarakat dalam Mencegah Politik Uang
Pengawasan oleh Bawaslu saja tidak cukup untuk memberantas serangan fajar. Masyarakat memiliki peran penting sebagai garda terdepan dalam mencegah praktik politik uang. Dengan meningkatkan kesadaran hukum dan menolak segala bentuk imbalan, masyarakat dapat membantu menciptakan pemilu yang bersih.
Masyarakat juga harus lebih kritis terhadap iming-iming pemberian dari pihak tertentu. Melaporkan dugaan politik uang kepada Bawaslu atau pihak berwenang menjadi langkah penting untuk menindak pelaku.
Selain itu, edukasi tentang pentingnya integritas dalam pemilu perlu ditanamkan sejak dini, terutama kepada generasi muda yang akan menjadi pemilih pertama kali.
Langkah-Langkah Penegakan Hukum oleh Bawaslu
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memiliki wewenang untuk menindak pelaku serangan fajar. Patroli intensif selama masa tenang hingga hari pemungutan suara menjadi salah satu strategi untuk mencegah praktik ini.
Selain itu, pelaporan dari masyarakat akan ditindaklanjuti dengan proses investigasi. Jika terbukti, pelaku akan diproses secara hukum sesuai regulasi yang berlaku. Bawaslu juga bekerja sama dengan kepolisian untuk mengawal proses hukum agar berjalan transparan.
Penyelenggara pemilu, bersama dengan pemerintah daerah, terus melakukan sosialisasi mengenai dampak politik uang untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Harapannya, Pilkada 2024 bisa menjadi momentum untuk menegakkan pemilu yang jujur dan adil.
Advertisement
Apa yang dimaksud dengan serangan fajar dalam konteks pemilu?
Serangan fajar adalah praktik politik uang berupa pemberian uang atau barang kepada pemilih untuk memengaruhi pilihannya, biasanya dilakukan menjelang hari pemungutan suara.
Apa saja sanksi untuk pelaku serangan fajar?
Pemberi dan penerima serangan fajar bisa dikenai pidana penjara hingga 72 bulan dan denda hingga Rp1 miliar, sesuai UU Pilkada dan Pemilu.
Advertisement
Bagaimana cara melaporkan dugaan serangan fajar?
Anda bisa melaporkan dugaan praktik politik uang kepada Bawaslu atau aparat penegak hukum dengan menyertakan bukti pendukung.
Apakah penerima serangan fajar juga bisa dipidana?
Ya, penerima juga dapat dikenai sanksi pidana sesuai regulasi yang berlaku.
Advertisement