Liputan6.com, Jakarta - Jelang waktu pencoblosan Pilkada 2024 besok, atmosfer politik di daerah terasa dinamis, bahkan tak jarang terang terasa mencekam. Terakhir kasus kekerasan berakibat nyawa di Kabupaten Sampang.
Menanggapi hal itu, Ketua Umum Front Pemuda Madura (FPM), Muchlas Samorano menyampaikan alih-alih merepresentasikan politik riang gembira, justru sebaliknya politik menakutkan: kekerasan, agitasi, provokasi, dendam.
Advertisement
“Praktik politik inilah yang mesti diberangus. Tugas antisipasi ini tentu tidak hanya dilakukan penyelenggara, tetapi juga masyarakat umum, khususnya kalangan pemuda,” kata Muchlas dalam keterangan diterima, Selasa (26/11/2024).
Menurut dia, problemnya stereotype kekerasan Madura, pelan tapi pasti, diinternalisasi ke dalam kontestasi politik. Akibatnya, praksis politik di Madura belum keluar dari ‘kependekaran’ dengan mengandalkan urat dan pusaka.
“Pemuda Madura mesti paham situasi sosio-politik, ini persaingan antar kontestan dan pendukung tampak sengit, sehingga politik saling serang sangat kentara selama kampanye berlangsung,” nilai dia.
Muchlas mengamini, meski dinamika persaingan lazim dijumpai pada setiap helatan electoral vote, tetapi bagi kompetisi politik tak sehat yang lebih dominan mengandalkan permusuhan dan kekerasan sangatlah berbahaya.
“Kontestasi elektoral, utamanya di Madura, menimbulkan polarisasi ekstrem tidak sekadar di tingkat elit tetapi juga merasuk ke akar rumput, dan bahkan berlangsung cukup lama,” jelas Muchlas.
Muchlas tidak ingin, benih perpecahan dan disintegrasi akibat perbedaan pilihan politik dalam setiap helatan pemilihan terus berulang. Maka dari itu, pemuda mesti memiliki kepekaan politik untuk terlibat aktif-partisipatif dalam upaya menanggulangi praktik politik memecah-belah.
“Caranya, melalui penguatan pendidikan dan literasi politik mahasiswa, termasuk sosialisasi politik santun kepada jaringan dan kantong organisasi pemuda,” tambah Muchlas.
Muchlas juga menambah, masih tingginya angka pemilih emosional dengan mengandalkan politik identitas dan ras, menjadi alasan FPM menggelar kegiatan ilmiah demi menolak polarisasi politik dalam Pilkada Serentak 2024 di Madura.
“FPM bertanggungjawab untuk mendahulukan persaudaraan dan harmonisasi warga ketimbang praktis politik yang tak jarang justru memecah belah. Politik agitasi ini yang mesti diantisipasi pra dan pasca Pilkada,” dia menandasi.
Seminar
Sebagai informasi, peryataan Muchlas disampaikan saat opening speech pada kegiatan Seminar Kebangsaan bertajuk ‘Politik Santun: Upaya Pemuda Merawat Kohesi Sosial Menuju Pilkada 2024 Berintegritas’, Senin (25/11). Kegiatan digelar di Ballroom Lt. 3 Asmi Hotel Sumenep dengan menggandeng MPR Madura Raya dan dikemas dalam format dialog interaktif.
Hadir pada giat tersebut narasumber antara lain Komisioner Bawaslu Sumenep, Hosnan Hermawan, Kapolres Sumenep yang diwakili Kasat Intelkam Polres Sumenep, Amirul Mukminin, Rusydiyono, Ketua Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) Sumenep.
Kegiatan Seminar Kebangsaan ini diikuti oleh ratusan peserta dari dalam dan luar kampus di Madura. Setelah sesi dialog, kegiatan dilanjut dengan pembacaan deklarasi pemilu damai yang memuat empat poin komitmen. Deklarasi dipimpin oleh Ketua Umum FPM dan diikuti oleh semua peserta dan stakeholder yang hadir.
Advertisement