Mendag: Permendag No 27 Bisa Tekan Biaya Logistik hingga 46 Persen

Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso memperkenalkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 27 Tahun 2024 yang mengatur kebijakan distribusi barang antar-pulau.

oleh Tira Santia diperbarui 26 Nov 2024, 11:16 WIB
Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso (dok: Tira)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso memperkenalkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 27 Tahun 2024 yang mengatur kebijakan distribusi barang antar-pulau.

Regulasi ini merupakan revisi dari Permendag No. 92 Tahun 2020 dan bertujuan untuk meningkatkan efisiensi distribusi barang, sekaligus menekan disparitas harga di berbagai daerah.

Permendag baru ini dirancang agar distribusi barang menjadi lebih terintegrasi secara digital. Dengan demikian, pelaku usaha dapat melaporkan pergerakan barang antar-pulau secara lebih sederhana dan mudah.

"Melalui Permendag ini, kita ingin memastikan pengaturan distribusi barang antar-pulau menjadi lebih efisien. Kita dapat mengetahui mana daerah yang surplus dan mana yang kekurangan, sehingga disparitas harga bisa dikurangi," jelas Budi Santoso dalam acara sosialisasi Permendag No. 27 di Jakarta.

Digitalisasi Pelaporan Distribusi Barang

Mendag menekankan bahwa pelaporan distribusi barang kini dapat dilakukan secara digital dan terintegrasi. Langkah ini diharapkan dapat menyederhanakan proses bagi pelaku usaha.

"Sederhananya, regulasi ini memiliki dampak besar pada distribusi dan logistik antar-pulau. Biaya distribusi dapat ditekan sehingga lebih murah," ujar Budi.

Menurunkan Biaya Logistik hingga 46 Persen

Permendag ini juga diharapkan mampu mengurangi biaya logistik yang selama ini menjadi tantangan besar, terutama bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Saat ini, biaya logistik di Indonesia masih tergolong tinggi dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya.

"Dengan regulasi ini, biaya logistik diproyeksikan dapat turun hingga 46 persen. Hal ini penting untuk meningkatkan daya saing UMKM," imbuhnya.

Selain itu, distribusi yang lebih efisien memungkinkan barang surplus dari satu daerah didistribusikan ke daerah yang kekurangan. Dengan begitu, inflasi dapat ditekan dan distribusi barang menjadi lebih merata.

"Barang yang surplus di suatu daerah bisa dialihkan ke daerah yang minus. Regulasi ini benar-benar bertujuan untuk menciptakan distribusi yang optimal dan efisien," pungkas Mendag.


Tekan Biaya Logistik, Indonesia Perlu Belajar dari China dan India

Aktivitas bongkar muat kontainer di dermaga ekspor impor Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (5/8/2020). Menurut BPS, pandemi COVID-19 mengkibatkan ekspor barang dan jasa kuartal II/2020 kontraksi 11,66 persen secara yoy dibandingkan kuartal II/2019 sebesar -1,73. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Indonesia terus berupaya mengurangi biaya logistik yang masih tinggi, meskipun terdapat beberapa tantangan besar yang harus dihadapi.

"Di tahun 2022, angka 14,1 persen ini baru mencakup biaya logistik domestik saja, dan belum mencakup biaya logistik ekspor yang mencapai 8,98 persen terhadap PDB," ujar Peneliti Senior Tenggara Strategics, Eva Novi Karina pada Konferensi Pers Kebijakan Tinjauan Strategis Logistik Darat di Indonesia oleh Tenggara Strategics pada Jumat (22/11/2024). 

Pemerintah telah menerapkan kebijakan insentif pajak seperti melalui PMK No. 71 Tahun 2022 yang menurunkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk beberapa jenis jasa, termasuk pengiriman paket dan pengiriman barang.

Hal ini memungkinkan perusahaan untuk menawarkan harga layanan yang lebih terjangkau. Di sisi lain, pemerintah juga telah menerapkan kebijakan National Logistic Ecosystem (NLE) yang dapat membantu mempercepat waktu bongkar muat di Pelabuhan.  

NLE memberikan dampak terhadap penurunan rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk bongkar muat dari 4 hari turun menjadi 2,6 hari. Meskipun berhasil mengurangi waktu dan biaya logistik di pelabuhan, tetapi implementasi dari kebijakan ini belum dapat mempengaruhi sektor logistik darat secara penuh.

Tarif tol yang dinilai tinggi oleh pelaku logistik membuat banyak yang memilih jalur konvensional seperti jalur pantura. "Salah satu tantangan pada kebijakan infrastruktur jalan tol ini adalah tarif tolnya masih sangat tinggi," tutur Eva.

Eva juga menambahkan,  Indonesia dapat belajar dari Tiongkok dan India yang telah menerapkan digitalisasi besar-besaran di sektor logistik. Digitalisasi dan pengembangan infrastruktur antarmoda dinilai penting untuk mempercepat pengiriman dan menurunkan biaya operasional, sehingga sektor logistik Indonesia dapat menjadi efisien dan mampu bersaing di tingkat internasional.

Melalui upaya-upaya ini, diharapkan biaya logistik di Indonesia terus menurun sehingga harga barang menjadi lebih terjangkau dan ekonomi Indonesia dapat semakin kuat.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya