7 Respons Akademisi hingga DPR Terkait Insiden Polisi Tembak Polisi di Polres Solok Selatan

Sejumlah pihak angkat bicara terkait insiden polisi tembak polisi di Polres Solok Selatan, Sumatera Barat (Sumbar).

oleh Devira Prastiwi diperbarui 26 Nov 2024, 14:50 WIB
Banner Infografis Geger Kasus Polisi Tembak Polisi di Solok Selatan. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah pihak angkat bicara terkait insiden polisi tembak polisi di Polres Solok Selatan, Sumatera Barat (Sumbar). Salah satunya Dosen kajian ilmu kepolisian Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI) Surya Nita.

Dia mengatakan bahwa Polri perlu menegakkan hukum bagi anggota yang melakukan tindak pidana di kasus polisi tembak polisi.

"Anggota Polri yang melakukan tindak pidana perlu diproses secara hukum yang berlaku, dan sesuai dengan perbuatan yang dilakukan," kata Nita seperti dilansir Antara, Sabtu (23/11/2024).

Nita menyampaikan pernyataan tersebut untuk menanggapi kasus penembakan kepada Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasatreskrim) Polres Solok Selatan yang dilakukan oleh Kepala Bagian Operasi (Kabag Ops) Polres Solok Selatan, Sumatera Barat.

Selain itu, kasus polisi tembak polisi yang diduga dipicu beking tambang ilegal di Solok Selatan Sumbar, harus menjadi momentum berantas mafia dan kejahatan lingkungan di Indonesia. Hal itu setidaknya diungkapkan organisasi lingkungan hidup nonpemerintah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).

"Kasus ini harus menjadi momentum membersihkan tubuh Polri dari pelaku kejahatan lingkungan," kata Pelaksana tugas (Plt) Direktur Walhi Sumbar Abdul Aziz di Padang, Minggu 24 November 2024.

Kemudian, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) jugaa meminta penegak hukum mengusut tuntas penembakan terhadap Kasat Reskrim Polres Solok AKP Riyanto Ulil Anshar yang dilakukan Kabag Ops Polres Solok Selatan AKP Dadang Iskandar.

"Mendesak dan memastikan proses penegakan hukum yang adil, independen dan transparan atas peristiwa penembakan AKP Riyanto Ulil Anshar tersebut, baik itu secara pidana, dan persidangan etika-nya," kata Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro dalam siaran persnya, seperti dilansir Antara.

Berikut sederet respons sejumlah pihak terkait insiden polisi tembak polisi di Polres Solok Selatan, Sumbar dihimpun Tim News Liputan6.com:

 


1. Akademisi Minta Proses Secara Hukum yang Berlaku

Ilustrasi Penembakan Polisi (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Dosen kajian ilmu kepolisian Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI) Surya Nita mengatakan bahwa Polri perlu menegakkan hukum bagi anggota yang melakukan tindak pidana di kasus polisi tembak polisi.

"Anggota Polri yang melakukan tindak pidana perlu diproses secara hukum yang berlaku, dan sesuai dengan perbuatan yang dilakukan," kata Nita seperti dilansir Antara.

Ia menyampaikan pernyataan tersebut untuk menanggapi kasus penembakan kepada Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasatreskrim) Polres Solok Selatan yang dilakukan oleh Kepala Bagian Operasi (Kabag Ops) Polres Solok Selatan, Sumatera Barat.

Selain itu, dia mengatakan bahwa Polri perlu melakukan upaya rehabilitasi ke depannya sebagai respons terhadap terjadinya kasus tersebut.

"Dengan memperbaiki sistem rekrutmen, memperbaiki proses pengembangan sumber daya manusia (SDM), hingga memperbaiki moralitas dari anggota Polri," kata Nita.

Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa upaya preventif juga dapat dilakukan dengan meningkatkan pengawasan dan penyampaian budaya antikorupsi di internal Polri, serta sosialisasi.

"Sosialisasi di tubuh Polri terkait semua anggota Polri harus menjalankan profesi sesuai tupoksinya (tugas pokok dan fungsinya) sebagai upaya memperbaiki profesionalitas di tubuh Polri," tandas Nita.

Walaupun demikian, dia mengatakan bahwa rehabilitasi juga dapat dilakukan oleh Presiden dan DPR RI dalam aspek pengawasan dan evaluasi.

 


2. Walhi Sebut Insiden Polisi Tembak Polisi Harus Jadi Momentum Berantas Penjahat Lingkungan

Kabag Ops Polres Solok Selatan, AKP Dadang Iskandar, pelaku penembakan sesama koleganya di institusi kepolisian RI. (Liputan6.com/ Dok Ist)

Kasus polisi tembak polisi yang diduga dipicu beking tambang ilegal di Solok Selatan Sumbar, harus menjadi momentum berantas mafia dan kejahatan lingkungan di Indonesia. Hal itu setidaknya diungkapkan organisasi lingkungan hidup nonpemerintah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).

"Kasus ini harus menjadi momentum membersihkan tubuh Polri dari pelaku kejahatan lingkungan," kata Pelaksana tugas (Plt) Direktur Walhi Sumbar Abdul Aziz di Padang, Minggu 24 November 2024.

Menurut Aziz, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo harus memberikan atensi khusus kepada oknum yang diduga melindungi aktivitas kejahatan lingkungan di Solok Selatan dan daerah lainnya.

"Seluruh anggota Polri yang terbukti dan terlibat dalam kejahatan lingkungan tambang ilegal harus dipecat dan dihukum," kata dia menegaskan.

Walhi Sumbar juga menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya Kasat Reskrim Polres Solok Selatan, Ajun Komisaris Polisi (AKP) Ryanto Ulil Anshar usai ditembak pada bagian kepala oleh Kabag Ops Polres Solok Selatan AKP Dadang Iskandar.

Ia mengatakan kasus penembakan yang terjadi pada Jumat 22 November 2024 pukul 00.43 WIB tersebut mengonfirmasi bahwa kerap kali pelaku kejahatan lingkungan memiliki power yang kuat dalam menjalankan perbuatannya.

"Bahkan, di lingkungan kantor Polres Solok Selatan Kasat Reskrim bisa dihabisi oleh oknum polisi yang diduga bagian dari kejahatan tambang," tandas Aziz.

 


3. Komnas HAM Minta Diusut Tuntas

Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta penegak hukum mengusut tuntas penembakan terhadap Kasat Reskrim Polres Solok AKP Riyanto Ulil Anshar yang dilakukan Kepala Bagian Operasi (Kabag Ops) Polres Solok Selatan AKP Dadang Iskandar.

"Mendesak dan memastikan proses penegakan hukum yang adil, independen dan transparan atas peristiwa penembakan AKP Riyanto Ulil Anshar tersebut, baik itu secara pidana, dan persidangan etika-nya," kata Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro dalam siaran persnya, seperti dilansir Antara.

Menurut Atnike, peristiwa penembakan antara sesama anggota polisi bukan kali pertama terjadi di Indonesia. Kasus serupa pernah terjadi yakni penembakan Brigadir J di tahun 2022 yang sempat menjadi perhatian publik.

Karenanya, Atnike meminta para penegak hukum berkaca akan kasus ini dan terus mengevaluasi internal agar peristiwa tersebut tidak terulang lagi.

"Memastikan peristiwa yang sama tidak akan terjadi lagi di masa depan serta perlu mengungkap akar permasalahannya untuk mencegah peristiwa serupa terulang kembali," kata dia.

Dia juga berharap para saksi yang terlibat dalam kasus penembakan AKP Riyanto mendapat perlindungan layak.

Dengan demikian para saksi bisa terlepas dari intimidasi dan dapat bersaksi demi membongkar kasus penembakan tersebut.

 


4. Ini Desakan DPD

Ilustrasi garis polisi. (Liputan6.com/Raden Trimutia Hatta)

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Yulianus Henock Sumual menyesalkan terjadinya penembakan Kasat Reskrim Polres Solok Selatan AKP Ryanto Ulil Anshar (34) oleh Kabag Ops Polres Solok Selatan AKP Dadang Iskandar (57) pada Jumat (22/11/2024) dini hari di area parkir Polres Solok Selatan.

"Atas nama keluarga besar DPD kami menyampaikan dukacita mendalam kepada keluarga korban atas peristiwa ini. Kita tak habis pikir, mengapa kejadian tragis penembakan oleh oknum polisi ini hingga memakan korban jiwa ini terus, lagi, dan lagi terjadi. Harus ada pembenahan yang serius," kata Yulianus Henock.

Kasus ini diduga terkait dugaan backing tambang ilegal yang melibatkan oknum kepolisian. Dadang diduga tak senang Ulil melakukan penangkapan terhadap sejumlah penambang ilegal galian C di Solok Selatan.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo harus segera menindak tegas anggota Polri 'nakal' apalagi terlibat backing- membacking seperti ini.

Yulianus Henock juga meminta agar ada uji kembali kelayakan penggunaan senjata bagi anggota Polri.

"Jangan sampai kejadian penyalahgunaan senjata api yang memakan korban jiwa seperti ini terus terulang," ujarnya.

Yulianus Henock menekankan, bila terbukti, hukum mati saja oknum polisi yang mencoreng nama baik institusi Polri.

"Menghilangkan nyawa orang sekaligus menodai reputasi baik Polri merupakan kejahatan kemanusiaan sekaligus memberi aib bagi institusi," ucap dia.

Selain itu, ia meminta agar Kapolda dan Kapolres di daerah harus banyak berada bersama bawahannya untuk memotivasi polisi dari semua level bekerja ’Presisi’ sesuai instruksi Kapolri.

"Slogan prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan itu harus benar-benar dijalankan. Jangan jadi tagline belaka," Yulianus menambahkan.

 


5. Politikus PDIP Desak Usut Tuntas

Ilustrasi - Rumah korban pembunuhan dipasang garis polisi (Merdeka.com / Ronald)

Anggota Komisi XII DPR RI yang juga politisi PDI Perjuangan Yulian Gunhar, menyoroti peristiwa penembakan yang melibatkan sesama anggota kepolisian di Polres Solok Selatan.

Kasus ini diduga terkait konflik kepentingan dalam penanganan tambang ilegal di wilayah tersebut. Gunhar menilai, insiden ini adalah cerminan dari maraknya tambang ilegal yang kerap mendapat bekingan dari oknum aparat.

"Kami mendesak agar kasus ini diungkap secara transparan, termasuk mengusut tuntas dugaan keterlibatan aparat dalam melindungi aktivitas tambang ilegal," tegas Gunhar, Senin 25 November 2024.

Gunhar juga mengusulkan agar Komisi XII DPR RI segera melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Solok Selatan. Sidak ini dinilai penting untuk meninjau langsung situasi di lapangan dan memastikan penegakan hukum terhadap aktivitas tambang ilegal yang merugikan negara.

Menurutnya, penambangan ilegal tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga merugikan negara dari segi pendapatan serta mencederai amanat UUD 1945 Pasal 33, yang menyebutkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam lainnya harus dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

"Kita butuh langkah konkret, termasuk MoU antara Kementerian ESDM dan TNI-Polri untuk menangani maraknya tambang ilegal. Koordinasi antarinstansi ini penting agar masalah ini bisa diselesaikan dengan tegas dan terukur," tambah Gunhar.

Gunhar juga berharap kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto mampu mengatasi persoalan tambang ilegal ini dengan segera.

Menurutnya, insiden penembakan di Solok Selatan hanyalah bagian kecil dari permasalahan besar yang harus diungkap, yakni jaringan tambang ilegal yang beroperasi di berbagai wilayah Indonesia.

Politisi PDI Perjuangan ini juga menegaskan, kasus ini harus menjadi momentum untuk membersihkan praktik tambang ilegal yang tidak hanya merugikan negara tetapi juga merusak lingkungan dan mengabaikan kesejahteraan rakyat.

 


6. Politikus PKS Nilai Patut Diduga karena Berebut Cuan

Anggota Komisi III DPR RI Muhammad Nasir Djamil mengutuk keras tindakan pelaku bom yang diduga sementara bom bunuh diri.

Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil sangat menyayangkan soal kasus polisi tembak polisi yang terjadi di Solok, Sumatera Barat. Kassus penembakan ini diduga dilakukan oleh Perwira polisi terhadap rekannya.

"Sangat disayangkan bahwa polisi tembak polisi hanya karena soal tambang galian C. Patut diduga karena berebut cuan dari galian C," kata Nasir saat dihubungi merdeka.com, Jumat 22 November 2024.

Menurut Politikus Partai Keadilan Sosial (PKS) ini, dengan adanya kejadian itu seperti peristiwa gunung es yang tidak pernah diselesaikan.

"Sangat memalukan dan melenceng dari polisi Presisi. 'Ini seperti gunung es yang tidak pernah diselesaikan'," tegasnya.

Selain itu, Nasir Djamil, memandang tragedi polisi menembak polisi di Solok Selatan, Sumatera Barat, sebagai momentum penting untuk mengevaluasi penggunaan senjata api di kalangan aparat penegak hukum.

"Harus ada tes berkala untuk memastikan kesehatan fisik dan mental aparat yang diberi kewenangan membawa senjata api. Senjata tidak boleh digunakan sembarangan, apalagi untuk konflik pribadi," kata Nasir dalam keterangannya, dikutip dari Antara, Minggu 24 November 2024.

Nasir menegaskan, kasus ini menjadi pengingat bagi institusi kepolisian untuk memperketat pengawasan terhadap penggunaan senjata api. Ia juga menyerukan agar pelaku diproses hukum secara adil dan dijatuhi sanksi tegas.

Penggunaan senjata api oleh anggota kepolisian kerap menjadi sorotan, terutama karena berbagai insiden penembakan antarpolisi. Padahal, prosedur penggunaannya telah diatur dengan jelas dalam Perkapolri Nomor 8 Tahun 2009, terutama Pasal 47 ayat (1), yang mengatur implementasi prinsip dan standar hak asasi manusia dalam tugas kepolisian.

 


7. DPR Bakal Panggil Kapolda Sumbar

"Pimpinan dan anggota Komisi III yang saya hormati, perlu kami sampaikan bahwa pimpinan DPR RI telah menerima surat dari pimpinan Fraksi Partai Gerindra Nomor A787 Fraksi Gerindra DPR RI tanggal 3 Juli 2023. Perihal penyampaian penggantian Wakil Ketua Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra," kata Dasco. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menyatakan, pihaknya akan memanggil Kapolda Sumatera Barat (Sumbar) Irjen Suharyono hingga Kadiv Propam Polri Irjen Abdul Karim terkait kasus dugaan Kabag Ops Polres Solok Selatan menembak mati Kasat Reskrim Polres Solok Selatan.

"Kami hari Kamis setelah pilkada, kami akan memanggil Kapolda Sumatera Barat, Kapolres Solok Selatan, dan Kadiv Propam Mabes Polri untuk membahas masalah ini," kata Habiburokhman di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat 22 November 2024.

Komisi III DPR ingin memastikan bagaimana pengawasan terhadap anggota Polri atas penggunaan senjata api, termasuk rekam jejak medis pelaku.

"Kami ingin tahu bagaimana pemantauan kelayakan anggota ini menggunakan senjata, apakah ada mekanisme semacam medical checkup-nya dalam konteks kematangan kejiwaannya untuk memegang senjata yang dilakukan secara rutin setiap tahun atau seperti apa," ujarnya.

Wakil Ketua Partai Gerindra ini meminta agar kejadian serupa terulang lagi. Dia meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menindak pelaku secara regas.

"Karena ini jangan sampai terulang lagi. Kami yakin dan percaya Bapak Kapolri kita tidak akan menoleransi terhadap pelaku seperti ini. Kalau standarnya Pak Sigit, orang seperti ini pastilah akan dikenakan tindakan yang tegas, baik dalam konteks kedinasan maupun konteks hukum," ucap Habiburokhman.

Infografis 4 Kasus Polisi Tembak Polisi Gemparkan Indonesia. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya