Rupiah Dekati 16.000 per USD Hari Ini 26 November 2024

Rupiah semakin mendekati level Rp.16.000 pada Selasa, 26 November 2024

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 26 Nov 2024, 18:30 WIB
Pegawai menunjukkan mata uang rupiah di salah satu gerai penukaran mata uang di Jakarta, Kamis (5/1/2023). Nilai tukar rupiah ditutup di level Rp15.616 per dolar AS pada Kamis (5/1) sore ini. Mata uang Garuda melemah 34 poin atau minus 0,22 persen dari perdagangan sebelumnya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

 

Liputan6.com, Jakarta Rupiah semakin mendekati level Rp.16.000 pada Selasa, 26 November 2024

Kurs rupiah ditutup melemah 53,5 point terhadap Dolar AS (USD), setelah sebelumnya sempat melemah 60 point di level Rp.15.934,5 dari penutupan sebelumnya di level Rp.15,881. 

“Sedangkan untuk besok, mata uang Rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp.15.920 - Rp.16.000,” kata Direktur PT. Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi dalam keterangan di Jakarta, Selasa (26/11/2024).

“Dolar AS telah naik selama delapan minggu berturut-turut dengan banyak indikator teknis yang menunjukkan overbought karena taruhan bahwa kebijakan Trump akan memicu inflasi dan semakin mendukung dolar, setelah Presiden terpilih AS Donald Trump mengancam akan mengenakan tarif perdagangan tambahan pada Tiongkok dan negara-negara lain, yang meningkatkan kekhawatiran akan perang dagang baru,” papar Ibrahim.

Dalam platform media sosial miliknya Truth Social, Trump mengatakan bahwa ia akan mengenakan tarif tambahan sebesar 10% pada barang-barang impor dari China dan 25% pada semua produk dari Meksiko dan Kanada. 

Langkah ini dimaksudkan untuk mengurangi migran dan obat-obatan terlarang yang melintasi perbatasan AS, katanya.

 

 


Tarif Impor AS

Teller menghitung mata uang Rupiah di Jakarta, Kamis (16/7/2020). Secara rata-rata Rupiah mencatat depresiasi 4,53 persen akibat level yang masih lemah pada April 2020. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Dengan kenaikan tarif impor di AS menandakan lebih banyak hambatan ekonomi bagi China, Ibrahim menyebut, Beijing juga diperkirakan akan memperkenalkan lebih banyak stimulus fiskal untuk mengimbangi dampak tarif. 

"Selain itu, perdagangan sepi menjelang hari libur Thanksgiving AS pada hari Kamis, dan hari Jumat, yang juga merupakan hari libur bagi banyak profesional pasar,” Ibrahim menyoroti.

Satu-satunya data utama yang akan dirilis pekan ini adalah pembacaan kedua PDB AS kuartal ketiga 2024 dan indeks harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi bulan Oktober.

 

 


Ekonomi RI Diramal Tak Tembus 5,1% di Sisa 2024

Deretan gedung perkantoran di Jakarta, Senin (27/7/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta mengalami penurunan sekitar 5,6 persen akibat wabah Covid-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Ibrahim memaparkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2024 diprediksi tidak akan mencapai 5,1% (YoY). 

Ia menyebut, pertumbuhan ekonomi kemungkinan hanya berada pada level 5% (YoY). 

“Ini karena belanja di akhir tahun meningkat, tetapi belum tentu akan mendongkrak angka pertumbuhan ekonomi karena merupakan faktor musiman,” jelas Ibrahim.

Pada kuartal IV 2024, PDB seharusnya akan flat atau ada soft acceleration karena belanja. Di kuartal III sebelumnya, belanja Bansos meningkat tetapi efeknya belum terlihat ke konsumsi. Pilkada di kuartal IV akan membantu belanja.

 


Faktor Pengaruhi Pertumbuhan Ekonomi

Suasana gedung perkantoran di Jakarta, Sabtu (17/10/2020). International Monetary Fund (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 menjadi minus 1,5 persen pada Oktober, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya pada Juni sebesar minus 0,3 persen. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Ibrahim melihat, ada sejumlah faktor yang akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2025 mendatang, jika pemerintah menaikkan tarif Pajak Penambahan Nilai (PPN) menjadi 12%, pertumbuhan ekonomi secara tahunan bisa berada di angka 4,91% hingga 4,96%. 

Angka itu jauh dari target tahun depan yang mencapai 5,2%. 

“Kemudian, kondisi global yang belum tentu pulih akan menjadi tantangan tersendiri. Salah satu yang perlu diwaspadai misalnya kebijakan tarif dari presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump bisa berdampak terhadap banjir barang dari China ke Indonesia,” imbuhnya.

“Akibatnya harga tertekan dan persaingan dengan produsen lokal, sehingga likuiditas menjadi tantangan tersendiri untuk pertumbuhan ekonomi,” tambahnya.

Infografis Rupiah dan Bursa Saham Bergulat Melawan Corona (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya